![[Cerpen] Pohon Hayat](https://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2024/09/23/pohon-hayatpngwing-66f10fc934777c286b0d8b92.jpeg?t=t&v=100&x=100&info=meta_related)
![[Cerpen] Cangkriman](https://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2024/09/22/1536739690-66ef5550c925c40fb5324952.jpg?t=t&v=100&x=100&info=meta_related)
![[Cerpen] Masikhu Dajjal](https://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2024/09/22/dajjalkolase-pinterestatfikreimaan3islami-co-66efc25634777c33776f2cd2.jpg?t=t&v=100&x=100&info=meta_related)
![[Cerpen] "Ma, Aku Kangen Ayam Koto Gadang!"](https://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2024/09/29/img-20240926-wa0003-66f5622ded641564b4086aa4-66f940aec925c4033e477ac2.jpg?t=t&v=100&x=100&info=meta_related)
Tak lama ibu muncul. Rambutnya sudah banyak beruban.
Aku bersimpuh di kakinya. "Apa kabarmu, Nak?" katanya dengan mata berkaca-kaca.
Dari pembicaraan-pembicaraan selanjutnya, kuketahui ternyata ayam-ayamku itu sudah mati semua. Terkena flu burung. Terlebih memang semenjak kepergianku, tak ada yang mengurusnya. Dian masuk penjara dan buron setelah melakukan pelarian.
"Jadi kamu sekarang benar sudah sarjana?" tanya Ibu tidak percaya.
Aku menganggukkan kepala. "Sarjana Matematika, Bu..."
"Tiga kali tiga masih sama dengan enam?" singgung Yu Win.
"Kalau dikurangi tiga lagi..." jawabku dengan tertawa.
"Pasti ini gara-gara ayam-ayammu mati dan kutukan otak ayam itu tercabut sendirinya, Nak..." kata Ibu lagi.
Aku tertawa.
Barangkali.
Karena ayah sudah tak ada lagi.
