Mohon tunggu...
Yohana Krisna A S
Yohana Krisna A S Mohon Tunggu... Guru - Guru muda yang idealis

Salah satu penulis kumpulan cerpen Color of Heart (2011, Universal Nikko), Malang Dalam Aksara (2017, AnisaAE Publishing). Sarjana Keguruan, sedang mendalami Bahasa Inggris dan Dunia Anak-Anak. *Y Kriesta S*

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Itu Tanpa Syarat

6 Februari 2016   10:46 Diperbarui: 6 Februari 2016   11:19 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

By: Y Kriesta S

 

Tyo, my sweetheart...

Hei, are you ok? Hope you always be ok, sweetheart. Maaf ya mbak gak bisa nemenin kamu setelah kamu baca surat ini. Bukan raga mbak kok yang disisi kamu, sayang. Tapi jiwa dan cinta mbak akan selalu ada untuk kamu tanpa kamu menyadarinya.

Sebelumnya mbak mau minta maaf karena sempat membuatmu bertengkar dengan teman-temanmu, juga membuat kamu sampai drop. Mbak benar-benar tak berniat membuatmu stres. Mbak hanya ingin melindungi kamu, sayang. Mungkin mbak terlalu keras, mungkin juga mbak terlalu ikut campur urusan kamu yang katamu kamu sudah besar dan bisa mengatasinya sendiri.

Tekanan terbesar mbak adalah membimbing kamu. Diusiamu yang labil, tentu tak mudah memahami duniamu, meski usia mbak tak terpaut jauh, tetap saja berbeda. Kamu laki-laki, sementara mbak tentu saja wanita. Mbak tak benar-benar mengerti pergaulan kamu, semuanya memang normal, sayang. Setidaknya sebagai anak band, kamu tidak neko-neko seperti kebanyakan anak band yang mbak tau. Kamu tidak merokok karena memang sangat dipantangkan untukmu yang punya kondisi berbeda sejak kecil, kamu juga tak mengenal mabuk, drugs, free sex dan lain-lain. Mbak cukup bersyukur karena hal itu.

Sampai suatu saat kamu kenal Septie, gadis yang kamu temui disebuah cafe sebagai penyanyi, yang juga ternyata teman satu sekolahmu. Dia membuatmu jatuh cinta, membuatmu jadi berani mencoba hal-hal yang sebelumnya sangat kamu hindari. Tantangan dari dia yang membuatmu berperang dengan maut. Merokok.

Saat tantangan itu diajukan untuk membuktikan bahwa kamu benar-benar laki-laki sejati, juga membuktikan bahwa kamu benar-benar mencintai dia. Kamu berani mecoba tantangan itu. Tak mengacuhkan nasehat mbak yang sangat keras. Bahkan kita harus bertengkar.

Kamu heran saat mbak tau kamu akan belajar merokok. Mbak tentu saja tau dari teman kamu, Bayu. Dia teman band kamu, yang juga kekasih mbak. Mbak harus titip kamu padanya, karena melihat jadwal kuliah mbak juga semua tugasnya, tak mungkin mbak mendampingimu 24 jam non-stop.

Saat itu kamu marah, mengatai mbak bahwa mbak tak mengerti duniamu, mbak tak mengerti cintamu untuk gadis itu. Mbak sangat takut saat itu, sayang. Mbak merasa gagal menjadi kakak untukmu. Mbak gagal meyakinkanmu bahwa itu adalah cinta yang bisa benar-benar membunuhmu. Karena cinta itu menerima apapun kekuranganmu. Mengerti kondisimu, dan memahami dirimu.

Teman-temanmu melarangmu melakukan itu karena perintah mbak, tapi kamu ngeyel. Setelah menghabiskan beberapa batang rokok dan sebotol minuman beralkohol, kamu terpaksa dilarikan kerumah sakit, karena kondisimu drop dan kamu kritis.

Mbak menangis dalam diam. Dalam pelukan bunda yang juga menangis melihat berbagai selang menacap ditubuhmu. Setelah beberapa jam di ruang ICU dokter keluar memberitahukan bahwa kamu tidak akan tertolong, kecuali ada yang mendonorkan jantung untukmu.

Saat itu dunia mbak terasa benar-benar gelap. Namun, dengan sedikit keyakinan dan juga cinta yang seutuhnya untukmu, sayang. Mbak harus berdiri tegak, menyusul dokter. Mbak harus melakukan sesuatu untukmu.

Maaf ya, sayang atas semuanya. Terimakasih karena kamu adalah adik mbak yang terbaik yang pernah mbak punya. Tolong jaga bunda dan ayah sepeniggal mbak. Buat mereka bangga, sayang.

Mbak sayang kamu.

 

Salam

Peluk & Cium

 

Joanita Krisna

 

Ada air mata yang menitik saat selesai membaca surat itu, air mata Tyo. Dia meremas dada kirinya. Menggumam pelan. Dia menangis sekarang, benar-benar menangis. Dan terlelap memeluk surat itu juga foto mereka berdua.

***

Di sebelah nisan itu, Tyo meletakan buket bunga mawar biru, bunga kesukaan Joanita, kakaknya yang telah beristirahat kekal. Dia menyentuh ukiran nama itu dengan penuh penyesalan. Dan kemudian titik air itu jatuh lagi. Ini sudah limabelas hari setelah kepergian kakaknya, namun Tyo baru tau kemarin sore saat dia mendesak bundanya untuk memberitahukan dimana kakaknya sekarang.

Bukan jawaban dari bibir bunda yang keluar, tapi bunda beranjak dari duduk menuju kamarnya dan kembali lagi mengangsurkan sebuah surat beramplop biru, warna kesukaannya juga warna kesukaan Joanita. Dia menuju kamarnya dan mendapati kenyataan pahit dari surat itu. Dia sangat sedih melihat bunda menangis.

Yaa... Joanita adalah kebanggaan keluarga. Gadis periang namun keras dan disiplin, cerdas dan berprestasi. Sedangkan Tyo merasa dia tidak ada apa-apanya dibanding Joanita, sejak kecil Tyo sakit-sakitan karena kelainan pada jantungnya, bersifat keras kepala dan sedikit prestasi yang dia hasilkan karena dia tak boleh terlalu lelah jika mau kondisinya baik-baik saja. Dan sekarang, dia mengorbankan gadis kebanggaan keluarga karena kebodohannya sendiri. Tak henti-hentinya dia merutuk, meski bunda dan juga beberapa sahabatnya berusaha meyakinkan Tyo bahwa semuanya bukan salah dia. Tapi karena pilihan yang memang harus diambil.

“Masih menyesalinya?” seseorang menepuk pundak Tyo.

Tyo berpaling, mendapati Bayu tersenyum getir sambil berdiri. Tyo tetap diam, kemudian menatap lagi nisan Joanita.

“Kita sama-sama kehilangan orang yang kita cintai juga mencintai kita. Namun setidaknya dia membuktikan cintanya untukmu, Yo. Dalam tubuhmu berdetak jantungnya. Sesuatu yang membuatmu lebih baik sekarang. The great sister you have, right?” Bayu tersenyum lagi, kemudian berjongkok disebelah Tyo yang duduk di sebelah nisan Joanita.

“Maafin aku, Bay.” Hanya itu yang keluar.

“Nevermind. You know what? Kamu adalah orang yang selalu buat aku cemburu, kamu punya keluarga, bahkan kakak yang rela memberikan hidupnya untukmu. Cintanya padaku tak sebesar cintanya padamu, Yo. Kamu beruntung untuk itu. Namun, aku tau. Memang begitulah seharusnya saudara, bukan?” Bayu membelai tangkai-tangkai mawar biru yang ada di tempat peristirahatan terakhir Joanita dengan penuh perasaan. Melihat mawar biru seperti melihat Joanita.

Tyo tersenyum. Getir. “Setidaknya dalam tubuhmu juga mengalir darahnya.”

Bayu terdiam. Episode beberapa bulan lalu berkelebat, dalam sebuah kecelakaan hebat yang membuatnya kehilangan banyak darah, Joanita datang sebagai malaikat. Darahnya cocok dan dia mendonorkan darah dua labu untuk Bayu. Beberapa hari dirumah sakit Joanita tak hentinya menyemangati Bayu dan mendoakan untuk kesembuhannya.

“Kita sama-sama mendapat sesuatu yang berharga darinya, cinta bahkan nyawanya.” Bayu tersenyum. Senyum tulus pertamanya setelah beberapa hari dia merasa sangat terpukul atas kepergian kekasihnya yang terpaut usia dua tahun lebih tua darinya itu.

Tyo menatap Bayu sejenak, kemudian berpaling pada nisan itu lagi. “Dia selalu memberi cinta untuk siapapun. Dan betapa bodohnya aku membunuhnya.”

“Kau tak membunuhnya. Ini pilihan Joanita sendiri. Jangan siksa dia dengan penyesalanmu, Yo.” Bayu sedikit kesal saat mengucapkan itu. Tyo hanya diam.

Untaian doa itu masih terangkai di getaran-getaran bibir mereka. Joanita memang telah pergi. Namun cintanya, aliran darahnya tetap mengalir, bahkan detak jantungnya masih bergerak. Dalam tubuh orang-orang yang dia percaya tak akan pernah mengecewakannya.

“Maaf, mbak, karena telah merenggut hidupmu. Tapi aku janji akan kubuat kau bangga, mbak. Aku janji. Terimakasih sudah memberiku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku layak dibanggakan, mbak.” Kemudian Tyo tersenyum. Senyum pertamanya yang tulus dan penuh keyakinan.

“Selamat jalan, Princess. Kau tetap abadi. Terimakasih atas hidup yang kau relakan untuk kami.” Bayu mengusap nisan itu. Kemudian berdiri, berjalan beriringan dengan Tyo meninggalkan area pemakaman yang asri dengan tetap menguntai doa.

Mereka tak tau bahwa sedari tadi Joanita menatap mereka dengan penuh cinta, bahkan ditempat terdekat mereka. Kemudian dia tersenyum, meraih doa-doa yang berterbangan itu, kemudian menjemput malaikatnya menuju bubungan awan yang putih dan suci.

 

Malang, 18 Januari 2012

NB: Untuk semua remaja yang menganggap lelaki yang tidak merokok tidak keren. Jangan menjadi keren dengan merusak diri sendiri. Salam.

*karya yg saya kirim ke suatu redaksi, sayangnya ditolak*
hahahahahhahaaha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun