Mohon tunggu...
Princess E Diary
Princess E Diary Mohon Tunggu... wiraswasta -

~ A Dreamer Princess ~

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

My Grown Up Christmas Wish

24 Desember 2016   20:58 Diperbarui: 24 Desember 2016   21:01 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“My idea of Christmas, whether old-fashioned or modern, is very simple : Loving Others”

-Bob Hope- 

Bangku taman ini masih tetap seperti dulu, sandarannya terbuat dari kayu jati dipadu dengan besi cor yang dicat warna putih. Pelan-pelan tanganku menelusuri permukaannya yang terasa agak kasar di telapak tanganku.

Ah... sudah berapa lama aku tidak kesini? Berapa lama kakiku enggan melangkah mendekati tempat yang dulu selalu kujadikan spot kesayanganku. Tempatku duduk menghabiskan waktu sepulang kerja sambil menunggu shuttle bus yang akan mengantarku pulang. Semua gara-gara dia.... yah... gara-gara dia.

Satu tahun sebelumnya

            “Aku suka kamu.”

Tersentak kaget, aku langsung memalingkan wajahku dari buku yang sedang kubaca. Aku melihat wajah yang biasanya tersenyum jahil padaku kali ini memandangku dengan tatapan serius.

            “Kamu tidak salah dengar kok. Aku suka kamu. Apakah itu sulit untuk dipahami?” Katanya lagi sambil tersenyum.

            “Hm... kenapa?” Tanyaku tanpa kusadari.

            “Kenapa? Sungguh pertanyaan yang aneh. Apakah harus ada alasan untuk menyukai seseorang? Kamu memang lucu.” Tawanya gugup.

            “Iya. Aku harus tahu apa alasannya. Sampai kamu tega membuang persahabatan kita.” Kataku dengan cepat.

            “Hm... Jadi kamu ingin kita selamanya menjadi sahabat? Kamu ingin aku selamanya menjadi lelaki bangku mu?” Katanya dengan suara mulai meninggi.

            “Apa salahnya menjadi sahabat selamanya? Kamu adalah lelaki bangku ku, aku adalah wanita bangku mu. Kita berbagi kisah bersama di bangku ini. Kita adalah sahabat bangku. Sesimple itu. Kenapa kamu mau berubah?” Paparku dengan emosi.

            “Aku lelah menjadi lelaki bangku mu. Aku lelah hanya mendengar dan melihat airmatamu tumpah, tanpa aku bisa berbuat apa-apa. Aku bisa berbuat lebih untukmu, bukan hanya sebagai seorang lelaki bangku.” Katanya pelan sambil menundukkan kepala.

            “Tidak. Aku hanya butuh lelaki bangku. Kamu harus tahu itu.” Dengan cepat aku berdiri tanpa menoleh lagi kebelakang, aku meninggalkannya sendiri disana, di bangku kami.

Dasar bodoh... Kenapa kamu ingin lebih dari sahabat? Tidak tahukah kamu, ada aturan tertentu yang berlaku sama di seluruh belahan dunia ini. Jangan pernah menjadikan sahabatmu seorang kekasih, karena saat kamu berpisah dengannya, bukan hanya kekasih yang hilang tapi sahabatmu juga. Bodohnya....

Tiga tahun sebelumnya

           Namanya Putri. Nama yang tidak sengaja aku dengar saat mengikuti dia berjalan melewati trotoar yang lebar tanpa memalingkan wajahnya dari buku yang sedang dibacanya. Bahkan kakinya seolah memiliki mata, langsung berjalan lurus ke arah bangku taman nomer tiga. Disanalah dia selalu duduk, menghabiskan waktu sambil membaca buku, sebelum shuttle bus yang ditunggunya datang.

            Kata orang di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan, alam semesta selalu memiliki cara untuk mereka sebuah pertemuan, memberikan percikan kenangan, dan mematrinya kuat di dalam otak. Percikan kenangan yang membuatku terpana melihatnya. Dia mirip sekali. Seperti dia hidup kembali.

           Hari hari ku yang biasanya seperti seorang zombie sejak kepergian adikku, berubah mulai saat itu. Aku mulai suka mengikuti Putri, duduk di bangku taman nomer pertama dan melihatnya dari kejauhan. Pohon menjadi temanku, daun-daun nya yang teduh menyamarkan bayanganku yang sedang mencuri pandang kearahnya. Angin yang berhembus pun seolah mengejekku, menyuarakan sebuah tanya. Kapan kau akan berkenalan dengannya?Ah.. sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. 

Dua tahun sebelumnya

            Ah... Lagi-lagi satu botol kopi green tea lattecinno ada di bangku nomer tiga.Sudah seminggu ini aku melihatnya.

            Pertama melihatnya aku mengira seseorang pasti tak sengaja meninggalkannya disini. Mungkin karena dia terlalu terburu-buru. Atau mungkin dia tidak suka dengan pilihan temannya yang memilihkan green tea lattecinno padahal dia sukanya caramel macchiato. Mungkin ini. Mungkin itu. Banyak kemungkinan bermain di benakku. Dan anehnya, itu tidak membuatku curiga sama sekali. Sampai seorang teman kantorku yang mendengarkan cerita ini, mengatakan sesuatu.

            “Ingat Put. Nggak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Apalagi kebetulan menemukan satu botol kopi kesukaanmu tiap sore saat kamu duduk di bangku kesukaanmu. Itu terlalu aneh untuk sebuah kebetulan.” Kata teman kantorku.

            Hm... benarkah itu? Kalau ini bukan suatu kebetulan, lalu apa? Haruskah aku menjadi detective dan menangkap orang yang menaruh kopi itu disana? Sepertinya aku harus keluar kantor lebih cepat hari ini.

                      

Bunyi sms dari ponsel menarikku kembali dari pusaran kenangan

“Christmas is near, share your wishes for Christmas and get 25% discount from our latest product.”

           Sms promo discount seperti ini, seakan menjadi suatu bagian yang tak terlepaskan dari Natal. Mungkin inilah sebab kenapa Desember menjadi bulan paling konsumtif, dimana orang berlomba-lomba berbelanja untuk Natal. Anak kecil sampai orangtua, semua memadati mall, sibuk membeli hadiah Natal dan berselfie ria di spot photo yang dihias nuansa Natal oleh pihak mall. Ya, Natal memang selalu meriah dengan segala pernak-perniknya.

            So... Putri... What is your wishes for this Christmas? Hm... Let me think.

Kalau dulu waktu masih kecil, aku suka menulis apa yang aku inginkan sebagai hadiah Natal di secarik kertas, setelah selesai aku akan menggulungnya dan menggantungnya di pohon Natal besar di taman perumahan dekat rumah. Meskipun setelah aku besar, aku baru mengetahui kalau ibuku mengikuti aku dari belakang setiap aku menggantungkan kertas permohonanku dan membacanya saat aku sudah berjalan pulang ke rumah. No wonder I always get what I want for Christmas!

            Ah... Aku jadi ingat semangat kegembiraan masa kecilku. Haruskah aku ulang lagi semangat itu hari ini? Ya.. Sepertinya aku harus.

Tuhan, tolong jangan tertawakan diriku ya. Aku tahu ini mungkin kekanak-kanakan untuk menulis apa yang aku inginkan untuk Natal tahun ini. Karena aku tahu, aku bukan lagi Putri yang kecil, yang menginginkan rumah boneka dan isi didalamnya. Aku sudah dewasa Tuhan. Tapi Tuhan, aku ingin tetap punya sisi kanak-kanak dalam diriku, yang memiliki keyakinan tentang harapan yang terwujud kalau aku beritahukan padaMu dan memintanya dengan sungguh-sungguh dari dalam hatiku. Boleh kan Tuhan? Sekarang akan aku tulis apa permintaanku untuk Natal tahun ini. Aku ingin sahabatku kembali, sebab aku sudah menolak cinta, apa yang tersisa dariku bila sahabatku pun menghilang?

This is my grown up christmas wish.

~Princessediary, 24 Desember 2016~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun