“Hm... Jadi kamu ingin kita selamanya menjadi sahabat? Kamu ingin aku selamanya menjadi lelaki bangku mu?” Katanya dengan suara mulai meninggi.
“Apa salahnya menjadi sahabat selamanya? Kamu adalah lelaki bangku ku, aku adalah wanita bangku mu. Kita berbagi kisah bersama di bangku ini. Kita adalah sahabat bangku. Sesimple itu. Kenapa kamu mau berubah?” Paparku dengan emosi.
“Aku lelah menjadi lelaki bangku mu. Aku lelah hanya mendengar dan melihat airmatamu tumpah, tanpa aku bisa berbuat apa-apa. Aku bisa berbuat lebih untukmu, bukan hanya sebagai seorang lelaki bangku.” Katanya pelan sambil menundukkan kepala.
“Tidak. Aku hanya butuh lelaki bangku. Kamu harus tahu itu.” Dengan cepat aku berdiri tanpa menoleh lagi kebelakang, aku meninggalkannya sendiri disana, di bangku kami.
Dasar bodoh... Kenapa kamu ingin lebih dari sahabat? Tidak tahukah kamu, ada aturan tertentu yang berlaku sama di seluruh belahan dunia ini. Jangan pernah menjadikan sahabatmu seorang kekasih, karena saat kamu berpisah dengannya, bukan hanya kekasih yang hilang tapi sahabatmu juga. Bodohnya....
Tiga tahun sebelumnya
Namanya Putri. Nama yang tidak sengaja aku dengar saat mengikuti dia berjalan melewati trotoar yang lebar tanpa memalingkan wajahnya dari buku yang sedang dibacanya. Bahkan kakinya seolah memiliki mata, langsung berjalan lurus ke arah bangku taman nomer tiga. Disanalah dia selalu duduk, menghabiskan waktu sambil membaca buku, sebelum shuttle bus yang ditunggunya datang.
Kata orang di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan, alam semesta selalu memiliki cara untuk mereka sebuah pertemuan, memberikan percikan kenangan, dan mematrinya kuat di dalam otak. Percikan kenangan yang membuatku terpana melihatnya. Dia mirip sekali. Seperti dia hidup kembali.
Hari hari ku yang biasanya seperti seorang zombie sejak kepergian adikku, berubah mulai saat itu. Aku mulai suka mengikuti Putri, duduk di bangku taman nomer pertama dan melihatnya dari kejauhan. Pohon menjadi temanku, daun-daun nya yang teduh menyamarkan bayanganku yang sedang mencuri pandang kearahnya. Angin yang berhembus pun seolah mengejekku, menyuarakan sebuah tanya. Kapan kau akan berkenalan dengannya?Ah.. sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Dua tahun sebelumnya
Ah... Lagi-lagi satu botol kopi green tea lattecinno ada di bangku nomer tiga.Sudah seminggu ini aku melihatnya.