Mohon tunggu...
Princess E Diary
Princess E Diary Mohon Tunggu... wiraswasta -

~ A Dreamer Princess ~

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Bu Guru Cantik Itu Mendapatkan Pelajaran Tentang Uang Saat Mengajar

27 September 2011   05:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:35 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Surya malu-malu mulai menampakkan diri, kemilau kuning keemasan tanda akan dimulainya suatu hari yang baru lagi untuk dijalani.

Di awal hari ini, aku melihat rombongan ibu-ibu pulang dari pasar sambil menenteng belanjaan mereka. Tak ketinggalan pula para bapak-bapak pulang dari lari pagi berkalungkan handuk di leher mereka.

Sesekali aku tersenyum menimpali sapaan dari beberapa orang yang aku kenal sepanjang perjalananku ke gedung sekolah tempatku bekerja.

Ya, buat kalian yang menduga-duga, tepat sekali, aku adalah seorang guru di desa Rangkat. Orang-orang biasa memanggilku Bu Guru Putri.

Sesampainya di ruangan kelas, aku mulai menulis di papan tulis beberapa nama, sengaja aku hanya menulis nama saja, biarlah menjadi kejutan bagi murid-murid yang akan datang sebentar lagi.

Tak berapa lama, murid-murid satu demi satu mulai berdatangan. Sambil menatapku kemudian berganti dengan menatap papan tulis dengan pandangan penuh tanda tanya mereka mulai duduk di bangku masing-masing.

"Anak-anak, tahukah kalian kenapa ada beberapa nama yang tertulis di papan tulis?" Tanyaku sambil tersenyum menyapu pandangan ke seluruh ruangan kelas.

"Apa mereka masuk daftar anak nakal bu guru?"

"Mereka dapat hadiah mungkin?"

Ruangan kelas mulai riuh dengan banyaknya suara murid yang masing-masing mulai menebak tentang nama-nama yang ditulis di papan.

"Tenang anak-anak. Bukan itu. Sebelumnya ibu mau bertanya, adakah yang tahu sebentar lagi ada acara penting apa di desa kita?"

"Saya bu guru, sebentar lagi desa kita akan merayakan setahun hari jadi desa rangkat."

"Betul sekali. Nah, nama-nama di papan tulis adalah nama mereka yang terpilih untuk berperan di drama musikal yang akan dipentaskan sekolah kita menyambut perayaan hari jadi ini. Drama musikal tentang sejarah desa kita tercinta. Ada yang tahu sejarahnya?"

Sambil malu-malu Candra yang adalah murid paling pintar di kelas mengacungkan tangan dan mulai bercerita, "Konon desa Rangkat terbentuk berawal dari beberapa orang yang suka merangkai kata berkumpul bersama, saling berbalas puisi dan kata-kata indah. Itulah asal mula dari nama Rangkat, yang berarti Rangkai Kata."

"Pintar sekali Candra. Nah, anak-anak, nama-nama yang tertulis di papan tulis adalah mereka yang pintar berpuisi dan bisa menyanyikannya. Selamat berlatih untuk semuanya."

♡ ♡ ♡ ♡ ♡ ♡ ♡

Keesokan harinya....

"Ibu guru, ada waktu? Aku boleh cerita sesuatu?" Bisik Dorma pagi-pagi kepadaku.

"Boleh dong. Ada apa Dorma?"

"Hm... Begini bu guru, bukannya aku mau mengadu, tapi sejak Bowo terpilih menjadi salah satu pemeran dalam drama musikal itu, dia menjadi sombong dan meremehkan anak yang lain. Padahal itu kan tidak baik ya bu guru?"

"Tentu saja tidak baik Dorma, tidak boleh ada yang sombong, apalagi sampai merendahkan teman yang lain. Tunggu ya, ibu akan memikirkan cara halus menangani ini. Terima kasih buat infonya Dorma."

Dorma mengangguk puas dan meninggalkanku sendirian diruang kelas.

Kesendirian yang tidak lama karena sebentar saja keriuhan suara anak-anak mulai mengisi ruangan kelas ini.

Ah... Untung saja aku sudah menemukan caranya menangani Bowo....

"Anak-anak sebelum memulai pelajaran hari ini, ibu ingin meminta bantuan dari kalian. Ada yang punya uang 5 ribu rupiah dan 5 ratus rupiah? Ibu mau pinjam sebentar."

"Saya bu guru, kebetulan tadi diberi uang jajan ayah 5 ribu 5 ratus rupiah." Kata Bowo sambil mengambil uang itu dari saku celananya dan memberikannya kepadaku.

"Makasih Bowo. Ibu pinjam sebentar ya. Baiklah anak-anak, mana yang lebih memiliki nilai lebih, uang 5 ribu atau uang 5 ratus rupiah?"

"Tentu saja 5 ribu bu guru."

"Baiklah berarti semua setuju ya kalau uang 5 ribu rupiah lebih berharga dari uang 5 ratus rupiah. Pertanyaan ibu berikutnya kalau ibu jatuhkan uang ini secara bergantian ke atas piring ini, kira-kira mana yang lebih berisik dari keduanya?"

"Jelas uang 5 ratus bu yang lebih berisik, kan itu uang logam. Kalau yang 5 ribu uang kertas, pasti tidak akan mengeluarkan suara."

"Betul sekali anak-anak. Lihatlah, uang kertas 5 ribu rupiah malah tidak bersuara padahal secara nilai dia lebih bernilai daripada uang 5 ratus yang berisik itu."

"Ibu ingin kalian mengingat hal ini, saat kalian memiliki nilai yang lebih tinggi atau naik tingkat ke level yang lebih tinggi, ingatlah untuk diam, tenang dan rendah hati. Jangan menjadi uang logam yang selalu berisik, jadilah uang kertas yang tenang. Orang yang pintar tidak perlu koar-koar untuk menunjukkan kepintarannya, itu akan seperti tong kosong nyaring bunyinya. Orang yang pintar akan seperti padi, tambah berisi tambah merunduk. Orang yang pintar akan seperti uang kertas, tambah bernilai tambah rendah hati dan tenang."

"Kami mengerti bu guru."

♡ ♡ ♡ ♡ ♡ ♡ ♡

Dan hari itu pun berakhir dengan manis, tiada hari yang lebih manis dari hari dimana satu pesan terkirim dan terpatri di hati murid-murid, menunggu untuk memberikan perubahan dalam pola pikir mereka, sebab bukankah itulah tugas para investor jiwa atau yang biasa dipanggil guru?

Salam investor jiwa,

Bu Guru Putri

*Bu Guru Putri mengucapkan "Selamat Hari Jadi" ke Desa Rangkat tercinta, terima kasih atas kesempatan yang diberikan selama ini kepada Putri untuk mengajar di desa ini, peluk sayang untuk semua Rangkaterz, muahhhh... *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun