detak-detik jam terus berbunyi,
tak sampailah, menutup kehilangan akalku tak bertuli.
Samar-samar jantungku, tak berdebar cepat;
hanya perlahan namun belaian manja diri tak tersirat,
merunduk gambaran ke tepian danau yang mengekang di bawah lutut,
dan apa, lalu bagaimana sejatinya mendekap bayang yang tersurat?
Tengah malamnya, aku bercengkeram;
sebujur sangkar yang bersegi-empat menerkam,
sedang bertanya, di manakah letak luasnya tak terhingga itu?
Ah berhentilah di sana, karena kini tibalah di perbatasan sungaimu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H