Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Semua Rasa Bisa Berbuah Karya

30 Mei 2021   08:04 Diperbarui: 30 Mei 2021   08:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis cerita pribadi yang datang dari perasaan emosional bukan untuk mencari simpati atau popularitas (unsplash.com/MayoFi)

Aku tidak percaya ada penulis bisa mengalami apa yang disebut Writer's Block atau blokir penulis. Kata wikipedia, blokir penulis muncul ketika seorang penulis kehilangan kemampuan untuk menghasilkan karya baru, atau mengalami perlambatan kreatifitas. Kondisi ini berkisar dalam kesulitan dari munculnya ide-ide asli hingga tidak dapat menghasilkan karya sama sekali.

Gambaran sederhananya; saat kita menghadap layar laptop dan jari sudah menempel di papan ketik, pikiran kita malah kosong. Padahal tadi ada ide-ide yang melintas. Tapi saat sudah siap dituliskan, entah mengapa semua ide tersebut tiba-tiba menguap hilang entah ke mana. Tidak ada yang bisa dituliskan sama sekali.

Apa yang disebut writer block ini hakekatnya hanya penundaan kreativitas. Ide-ide itu tetap ada, namun tertunda proses kreativitasnya karena rasa malas hingga ketakutan karya kreatif kita tidak sempurna.

"It's not the fear of writing that blocks people, it's the fear of not writing well; something quite different."

"Bukan rasa takut menulis yang menghalangi orang, itu adalah rasa takut tidak menulis dengan baik; sesuatu yang sangat berbeda."

Ini adalah kutipan yang bagus dari Scott Berkun bagi mereka yang menyebut dirinya terkena blokir penulis. Ketidakmampuan kita untuk meletakkan kata-kata di halaman itu sebenarnya bukan berasal dari kurangnya kreativitas atau inspirasi, melainkan keengganan bawah sadar untuk menulis apa pun yang tidak sepenuhnya sempurna.

Dalam proses kreativitas, rasa adalah bagian tidak terelakkan. Bersama dengan fakta dan fenomena, rasa merupakan sumber utama datangnya inspirasi. Senang, sedih, marah, gembira hingga patah hati. Semua rasa bisa berbuah karya.

Ketakutan Menuangkan Rasa dalam Karya

Sayangnya, kebanyakan penulis enggan menciptakan karya kreatif yang bersumber dari perasaan emosional mereka. Keengganan ini biasanya disebabkan antara lain:

  • Takut akan apa yang orang katakan atau pikirkan jika mereka membaca apa yang kita tuliskan, terutama bila hal itu berhubungan dengan masalah keluarga
  • Takut apa yang kita tulis menyinggung seseorang
  • Takut mengungkap rahasia pribadi yang mungkin ingin disimpan orang lain

Sebagai introvert, aku awalnya juga merasakan berbagai ketakutan tersebut. Dari kecil aku tidak terbiasa berbagi cerita pribadi dengan orang lain.

Lambat laun seiring dengan profesi penulis konten yang kujalani, aku mulai membuka diri. Kutambahkan unsur cerita pribadi di setiap tulisan yang kubuat. Aku mencoba menuangkan setiap perasaan emosional yang kurasakan dalam bentuk kreativitas menulis.

Prinsipku, jika aku tidak menaruh rasa itu di halaman, aku tidak punya apa-apa untuk dikerjakan. Rasa itu pun akan tetap terkunci dalam diriku selamanya.

Bagiku, menulis cerita pribadi yang datang dari perasaan emosional bukan untuk mencari simpati atau popularitas. Menambahkan unsur cerita pribadi di setiap artikel membuat diriku bisa terhubung dengan pembaca yang senasib sepenanggungan.

Aku sendiri berpendapat, menulis tak lain adalah proses pengungkapan kepribadian seseorang melalui rangkaian kata-kata. Kepribadian itu terletak pada gaya tulisan yang kita buat.

Gaya tulisan adalah cara kita menggunakan kata-kata untuk menceritakan sebuah kisah/berita. Ini adalah cara unik kita untuk menunjukkan kepribadian dalam warna hitam dan putih di atas kertas.

Sama seperti ketika kita menyatukan pakaian dan perhiasan, kemudian menerapkan make-up untuk menciptakan gaya pribadi. Cara kita menyusun pilihan kata, struktur kalimat, dan bahasa figuratif itu sudah menggambarkan gaya tulisan mereka. Ketika digabungkan, pilihan yang dibuat ini bekerja bersama untuk membangun suasana hati/perasaan emosional, gambaran fakta hingga makna fenomena yang jelas bagi pembaca. 

Banyak orang lebih menyukai fiksi daripada "kehidupan nyata", tetapi tetap saja, sebuah cerita adalah sebuah cerita. Pada dasarnya, kita adalah makhluk yang ingin tahu dan peduli dengan orang lain. Kita senang merasa tidak sendirian, dan kita suka membaca cerita yang membantu kita memahami kehidupan. 

Rasa yang kita tuangkan dalam karya akan dapat menunjukkan kepada kita apa artinya menjadi manusia, bagaimana rasanya membuat kesalahan, bagaimana caranya untuk menang melawan segala rintangan. Untuk bertahan hidup dan tumbuh lebih kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun