Prinsipku, jika aku tidak menaruh rasa itu di halaman, aku tidak punya apa-apa untuk dikerjakan. Rasa itu pun akan tetap terkunci dalam diriku selamanya.
Bagiku, menulis cerita pribadi yang datang dari perasaan emosional bukan untuk mencari simpati atau popularitas. Menambahkan unsur cerita pribadi di setiap artikel membuat diriku bisa terhubung dengan pembaca yang senasib sepenanggungan.
Aku sendiri berpendapat, menulis tak lain adalah proses pengungkapan kepribadian seseorang melalui rangkaian kata-kata. Kepribadian itu terletak pada gaya tulisan yang kita buat.
Gaya tulisan adalah cara kita menggunakan kata-kata untuk menceritakan sebuah kisah/berita. Ini adalah cara unik kita untuk menunjukkan kepribadian dalam warna hitam dan putih di atas kertas.
Sama seperti ketika kita menyatukan pakaian dan perhiasan, kemudian menerapkan make-up untuk menciptakan gaya pribadi. Cara kita menyusun pilihan kata, struktur kalimat, dan bahasa figuratif itu sudah menggambarkan gaya tulisan mereka. Ketika digabungkan, pilihan yang dibuat ini bekerja bersama untuk membangun suasana hati/perasaan emosional, gambaran fakta hingga makna fenomena yang jelas bagi pembaca.Â
Banyak orang lebih menyukai fiksi daripada "kehidupan nyata", tetapi tetap saja, sebuah cerita adalah sebuah cerita. Pada dasarnya, kita adalah makhluk yang ingin tahu dan peduli dengan orang lain. Kita senang merasa tidak sendirian, dan kita suka membaca cerita yang membantu kita memahami kehidupan.Â
Rasa yang kita tuangkan dalam karya akan dapat menunjukkan kepada kita apa artinya menjadi manusia, bagaimana rasanya membuat kesalahan, bagaimana caranya untuk menang melawan segala rintangan. Untuk bertahan hidup dan tumbuh lebih kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H