Kalau yang dipakai adalah kaidah kelembutan dan kemaafan, tentunya Rasulullah SAW akan memaafkan Kisra Persia. Wong cuma perkara surat yang dirobek saja lho. Tak ada muslim yang dihina, atau Al Quran yang dilecehkan.
Seandainya Nabi hidup di jaman sekarang, mungkin kita akan mendengar komentar seperti ini:
"Nabi kok mendoakan yang jelek, mestinya Nabi mendoakan yang baik.
Namun, yang terjadi sebaliknya. Rasulullah SAW sangat marah dengan berita tersebut dan beliau berdoa:
" Ya Allah, hancurkanlah dan cerai-beraikanlah kekuasaannya."
Allah SWT mengabulkan doa Nabi tersebut. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Islam menguasai semua wilayah yang pernah berada di bawah kekuasaan Kisra Persia.
Mengapa Nabi memaafkan penduduk Thaif, namun di satu sisi marah besar pada Bani Qainuqa karena sudah melecehkan seorang muslimah dan membunuh pemuda muslim, lalu memerintahkan kaum muslim untuk mengusir mereka?
Mengapa Nabi melarang Jibril menjungkirbalikkan gunung dan menimpakannya pada penduduk Thaif, namun di satu sisi berdoa untuk kehancuran Kisra Persia?
Jawabannya ada pada sebuah hadis dari Aisyah r.a:
"Demi Allah, tidaklah Rasulullah SAW membalas sesuatu yang ditujukan kepada dirinya, kecuali ketika kehormatan agama Allah SWT dilanggar, maka Beliau pun marah semata-mata karena Allah" (HR Bukhari).
Ya, marahnya Rasulullah semata-mata karena Allah, ketika kehormatan Islam dilanggar.