"MK menerima 'hadiah' dari pihak yang berperkara (pembuat UU) berupa perpanjangan usia hakim konstitusi. Jadi, ini sarat konflik kepentingan," kata Feri dikutip dari hukumonline.
Tak hanya itu, pihak yang berperkara, dalam hal ini diwakili Presiden Jokowi secara tidak langsung pernah menyatakan meminta dukungan MK dalam pembentukan UU Omnibus Law saat menyampaikan pidatonya di Gedung MK pada Januari 2020 lalu.
Presiden Jokowi memang tidak meminta secara langsung, tapi pernyataan yang disampaikannya dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua MK Anwar Usman beserta para hakim konstitusi; Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali menyiratkan ppermintaan dukungan' terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
Faktor ketiga yang membuat penggugat UU Cipta Kerja sulit menang di MK adalah terkait dengan susunan hakim MK itu sendiri. Dari sembilan hakim MK, 3 hakim konstitusi dipilih presiden, 3 hakim konstitusi dipilih DPR, dan 3 hakim konstitusi dipilih MA.
"Jadi, menurut saya, peluang permohonan uji materi UU Cipta Kerja dikabulkan sangat tipis. Meskipun diduga proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini dinilai cacat formil," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini. Dugaan cacat formil dari UU Cipta Kerja menguat karena saat ini beredar 6 versi naskah yang jumlah halamannya berbeda.
Terbukti Cacat Formil, UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan MK
Masalah cacat formil dari UU Cipta Kerja sebelumnya juga disinggung Menkopolhukam Mahfud MD, yang notabene pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Menurut Mahfud, MK bisa membatalkan UU Cipta Kerja jika benar-benar terbukti cacat formil dalam proses pembuatan dan pengesahannya.
"MK waktu zaman saya pernah membatalkan seluruh UU Badan Hukum Pendidikan, itu hanya diuji tiga pasal. Tapi, karena formalitas dan jantungnya salah, maka dibatalkan semua satu Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.Â
Zaman Pak Jimly Asshiddiqie juga begitu UU KKN, dibatalkan. Itu bisa saja MK melakukannya," kata Mahfud dalam video YouTube Karni Ilyas Club, Senin (19/10/2020) malam.
Mahfud sendiri mengaku memiliki 6 naskah UU Cipta Kerja yang berbeda. Menurut Mahfud, dari eksekutif atau pemerintah ada empat versi. Begitu beredar di masyarakat, kata dia, banyak diprotes sehingga diubah versi pemerintah sebelum masuk ke DPR.
"Sesudah masuk ke DPR juga berubah pasal sekian, memang berubah terus. Memang yang agak serius harus dijawab DPR, sesudah palu diketok itu apa benar berubah atau hanya soal teknis," jelas dia.
Mahfud berharap DPR bisa menjelaskan perubahan naskah ini kepada rakyat dengan sejelas-jelasnya. Karena bila sampai perubahan itu menyentuh substansi, atau ada pasal-pasal yang setelah disahkan berubah, baik dihilangkan atau ditambahkan, maka UU Cipta Kerja dinilai cacat formal.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!