Sombong.
Mungkin itu kesan pertamamu saat melihat ada teman di komunitas yang menyendiri, tidak berkumpul dengan yang lain. Kamu bisa melihatnya sedang duduk atau berdiri bersandar di dinding sudut ruangan.
Di tengah keriuhan pembicaraan teman-temannya, dia tenggelam dalam lamunan. Sesekali dia menunduk, mencuri pandang pada perangkat digital yang ada dalam genggaman.
Setelah beberapa lama, dia mencoba untuk berbaur, melepaskan diri dari dunia tak kasat mata yang sudah mengungkungnya. Sayangnya, seringkali dia tidak mampu membangun chemistry dengan orang yang ditemuinya.
Alhasil, dia pun kembali ke tempat favoritnya di pojok ruangan, kembali tenggelam dalam kesendiriannya. Dia hadir secara fisik, namun jiwanya melayang entah ke mana.
Ketahuilah kawan, dia bukan alien. Dia juga bukan budak dari tiran alat komunikasi digital. Dia hanya introvert yang dengan susah payah mencoba berjuang untuk terlibat dalam pembicaraan, meskipun hanya ingin terlihat mendengarkan.
Susahnya Jadi Introvert di Tengah Komunitas
Memang susah jadi introvert, apalagi bila ikut komunitas yang isinya kebanyakan orang-orang ekstrovert yang suka bicara. Karena, sejak lama introversi sudah menjadi ciri kepribadian yang sering disalahpahami.
Menjauhkan diri dari orang lain. Berkubang dalam kesendirian yang menggembirakan. Ini semua sifat standar yang dimiliki introvert.
Ketika sifat-sifat itu muncul dalam diri introvert ketika dia "terjebak" di keramaian komunitas, maka yang terlihat adalah keanehan. Betul tidak?
Kalau begitu, mengapa introvert ikut komunitas?
Introvert boleh jadi lebih senang menjauhkan diri dari keramaian. Tapi, introvert juga punya hak yang sama dengan ekstrovert untuk ikut komunitas apapun yang disukainya.
Hanya, introvert tidak menyukai acara-acara pertemuan komunitas yang ramai. Introvert ikut komunitas lebih karena dirinya ingin mengambil keuntungan dari komunitas tersebut.
Misalnya nih, aku ikut komunitas blogger/influencer. Selain karena diundang teman, aku memilih bertahan di komunitas tersebut karena banyak informasi-informasi yang berguna yang dibagikan anggota komuntias lainnya. Seperti informasi lomba blog, informasi pekerjaan penulis artikel lepas, tawaran penempatan konten di blog dan sebagainya yang sesuai dengan apa yang kujalani saat ini.
Sementara aku mengambil keuntungan dan memberi informasi yang sama bila aku punya, aku cenderung lebih banyak diam. Jarang sekali aku ambil bagian dalam percakapan-percakapan umum yang dilakukan anggota lainnya. Tapi, sekali ada topik yang menarik perhatian, aku bisa meladeni diskusinya hingga berjam-jam.
Sifat introversi ini juga membuat diriku sering merasa serba salah ketika diundang ikut pertemuan komunitas. Kalau dituruti, khawatir nanti gak bisa menikmati. Mau ikut nimbrung pembicaraan, malas.
Gak ikut pertemuan, khawatir dikatakan sombong atau antisosial. Terpaksa ikut demi menghormati undangan, nanti malah dianggap aneh karena lebih suka menepi di pojok ruangan. Repot kan?
Tips agar Introvert Bisa Diterima di Komunitas
Lalu, bagaimana caranya agar introvert bisa diterima keberadaannya di komunitas yang anggotanya kebanyakan ekstrovert?
Mudah saja. Jadilah dirimu yang asli dan otentik, dan sebarkan cahaya kepribadianmu.
Misalnya begini, saat kamu masuk ke komunitas, perkenalkan diri dan katakan terus terang kepribadianmu.
"Salam kenal semuanya, saya Himam. Mohon maaf bila saya lebih banyak mendengarkan dan mencermati. Terus terang, saya tidak terbiasa aktif nimbrung di komunitas, jadi harap dimaklumi."
Ya, seperti itulah kira-kira perkenalannya.
Lalu, meski sudah memperkenalkan diri dan minta anggota komunitas yang lain memahami kepribadian introvert-mu, jangan terus berdiam diri. Sesekali, ikutlah dalam percakapan di grup WhatsApp, atau menyediakan waktu memenuhi undangan pertemuan, meski tidak seintensif anggota lain yang kepribadiannya lebih terbuka.
Sebagai manusia, introvert sama dengan ekstrovert dalam hal naluri aktualisasi diri, hanya saja caranya yang berbeda. Introvert suka bicara, tapi menghindari percakapan-percakapan ringan seputar kehidupan sehari-hari.
Introvert senang bergaul, namun cenderung pilih-pilih. Hanya orang-orang tertentu yang bisa membuktikan diri sebagai teman dan sahabat yang diijinkan masuk ke dalam lingkaran pertemanan introvert.
Introvert juga bisa bersenang-senang. Tapi karena kesenangan itu nisbi, tentu saja cara introvert bersenang-senang berbeda dengan definisi kesenangannya ekstrovert.
Baik introvert, ekstrovert, atau kepribadian kita terletak di antara keduanya - satu tidak lebih baik dari yang lain. Kita masing-masing memiliki karunia dan kualitas unik yang, bila kita peluk dan selaraskan, dapat membantu kita untuk tumbuh dan berkembang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H