Setiap permasalahan harusnya diselesaikan dengan perencanaan yang matang. Baik itu dari sisi cara kerja maupun batas waktu selesainya. Tidak bisa seorang pemimpin seenaknya saja dalam memberi perintah dan tidak mau tahu bagaimana cara anak buahnya menyelesaikan tugas tersebut. Setidaknya, seorang pemimpin harus memberi arahan yang tepat agar tugas yang diberikan bisa selesai dalam waktu yang sudah ditentukan.
Kalau kita perhatikan, nyaris semua perintah atau tugas yang diberikan Jokowi tidak bisa diselesaikan dalam waktu 2 minggu. Ambil contoh perintah Jokowi agar kepala daerah dapat menekan laju penularan Covid-19 selama 2 minggu. Hingga sekarang atau sudah lebih dari 2 bulan sejak perintah itu diberikan, angka penularan Covid-19 malah semakin meningkat tajam.
Begitu pula dengan janji subsidi gaji cair dalam 2 minggu. Faktanya, pemberian subsidi gaji ini malah molor sampai 3 kali. Apalagi soal penerapan e-Gov yang kata Jokowi ketika debat capres bisa dikerjakan programmer dalam waktu 2 minggu. Kenyatannya, dari 2014 hingga sekarang sistem pemerintahan belum bisa terintegrasi secara digital dengan sepenuhnya.
***
Kesimpulannya, penafsiran terhadap kebiasaan Presiden Jokowi ini tergantung dari bagaimana sikap kita terhadap pemerintah dan Presiden Jokowi itu sendiri. Yang pro pemerintah dan mengidolakan Jokowi melihatnya sebagai sikap yang optimis.
Sedangkan bagi yang tidak suka Presiden Jokowi dan oposan terhadap pemerintah, hal ini menunjukkan kebiasaan Jokowi yang suka menggampangkan setiap permasalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H