Salah satu penyebab masih banyaknya warga yang bandel dan enggan mematuhi protokol kesehatan adalah karena mereka percaya teori konspirasi Covid-19.Â
Bukan teori konspirasi yang muluk-muluk seperti virus corona itu senjata biologis yang direkayasa ilmuwan Cina, atau penyakit Covid-19 itu rencana jahat yang dibuat oleh Bill Gates untuk memaksakan vaksinasi massal dan mengendalikan kita.
Teori konspirasinya sederhana saja: bahwa virus corona itu cuma mengada-ada, dan setiap pasien yang dibawa ke rumah sakit selalu divonis kena Covid-19 karena persekongkolan jahat oknum rumah sakit dan dokter.
Ini yang kutemukan saat seminggu yang lalu menyempatkan diri pulang ke kampung di Surabaya. Kampung Tenggilis termasuk salah satu zona merah di Surabaya.Â
Beberapa tetangga di sekitar rumah ada yang melakukan isolasi mandiri. Dari saudaraku, aku mendengar sudah banyak warga yang meninggal dunia dalam rentang waktu 2 bulan. Satu di antaranya adalah guru SD ku yang dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Meski begitu, aktivitas sehari-hari warga di sana biasa saja. Nyaris tidak ada bedanya dengan hari-hari biasa sebelum negara api, eh pandemi Covid-19 menyerang. Situasinya sangat berkebalikan dengan masa-masa awal penularan Covid-19.
Beberapa tetangga sekitar yang kutemui banyak yang tidak memakai masker, lalu lalang di jalan depan rumah. Berbelanja ke tukang sayur yang mangkal di depan pos RT, atau membeli kebutuhan pokok di warung-warung terdekat.
Dari obrolan kanan kiri dengan beberapa tetangga yang kulihat enggan memakai masker, meluncurlah cerita konspirasi seperti yang kusebutkan sebelumnya. Bahwa banyak kerabat, teman atau tetangga yang sakit biasa tapi langsung divonis positif Covid-19.Â
Bahwa kata orang-orang ada pasien yang ditawari segepok uang agar mau divonis Covid-19 supaya rumah sakitnya bisa mengklaim dana Covid-19 ke pemerintah, dan rumor-rumor lain yang banyak beredar di media sosial. Intinya sama, mereka tidak percaya Covid-19 itu nyata.
Mengapa sih ada saja orang yang percaya teori konspirasi?
Teori Konspirasi Muncul Karena Rasa Tidak Nyaman
Menurut Karen Douglas, seorang profesor psikologi sosial di University of Kent, teori konspirasi muncul karena orang-orang membutuhkan kenyamanan di tengah situasi yang serba tidak pasti.Â
Ketika virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan, praktis hampir tidak ada yang membayangkan pandemi global akan menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia hanya dalam beberapa bulan, menewaskan ratusan ribu orang dan merusak tatanan ekonomi.Â
Teori konspirasi dapat memberikan rasa aman di saat krisis. Dengan kesehatan, kehidupan, dan pekerjaan kita memburuk, banyak yang merasa tidak nyaman dan mencari jawaban.
"Teori konspirasi memperoleh daya tariknya dari fakta bahwa mereka bisa menghibur (orang yang merasa tidak aman dan nyaman)," kata Jovan Byford, dosen psikologi senior di Universitas Terbuka yang penelitiannya berfokus pada keyakinan bersama dan teori konspirasi.
"Di masa krisis, memiliki pengetahuan tentang dunia adalah mata uang kekuatan dan pengaruh," katanya lebih lanjut.
"Dilihat oleh orang lain sebagai 'tahu' tentang apa yang sedang terjadi, dan memiliki beberapa pengetahuan misterius yang melampaui penjelasan resmi, adalah generator harga diri yang penting. Itu menciptakan rasa penting dan superior ".
Cara Menghadapi Orang yang Percaya Teori Konspirasi Covid-19
Lalu, bagaimana cara menghadapi orang yang percaya teori konspirasi, dan menyadarkan mereka setidaknya untuk mematuhi protokol kesehatan?
Teori konspirasi bersifat emosional yang berakar pada perasaan benci, putus asa, dan kecewa dengan dunia - yang saat ini merupakan tempat yang menakutkan.Â
Alih-alih menertawakan, bersikap empati dan sensitif terhadap orang yang percaya teori konspirasi itu penting. Berikut 3 cara menghadapi orang yang percaya teori konspirasi:
1. Tunjukkan Empati dan Rasa Menghargai
Kalau ada orang yang mengemukakan teori konspirasi Covid-19, jangan langsung membantahnya. Keyakinan yang dipegang kuat sangat sulit untuk ditantang dan diubah.
"Argumen kemungkinan besar akan disingkirkan dan orang tersebut kemungkinan besar akan menutup diri  lebih jauh jika argumen kita terlalu kuat atau bermusuhan," kata profesor Karen Douglas.
"Ejekan juga cenderung kontraproduktif, karena kemungkinan akan membuat orang tersebut semakin tertutup dan merasa lebih terpinggirkan."
Jadi, lebih baik sadari rasa sakit dan kebingungan yang dialami orang tersebut. Dengarkan dahulu dengan seksama penjelasan teori konspirasinya dan tunjukkan raut muka empati, bahwa kita memahami rasa tidak aman dan ketidaknyamanan yang dialaminya.
2. Ajak untuk Berpikir Kritis dan Ajukan Bukti yang Rasional
Strategi lain yang direkomendasikan Karen  Douglas adalah mendekati percakapan dengan istilah yang sepenuhnya rasional.
"Banyak penganut konspirasi memandang diri mereka sebagai pemikir kritis, jadi mungkin mencoba membalikkan keadaan ini pada mereka," katanya. "Misalnya, minta mereka untuk berpikir kritis tentang sumber informasi mereka. Apakah mereka kredibel?"
Contoh lain untuk mengajak penganut teori konspirasi berpikir kritis bisa juga seperti ini:
Misalnya ada yang mengatakan dokter atau rumah sakit mengambil keuntungan dari pasien yang di-Covid-kan, kita bisa bertanya balik:
"Informasi itu dari mana?"
"Lho, di grup-grup WA sudah banyak beredar informasinya lho mas. Kata temanku, rumah sakit-rumah sakit ini menawari keluarga pasien  yang meninggal karena sakit biasa uang 15 juga agar mau di-Covid-kan. Nanti, rumah sakitnya mengajukan dana ke pemerintah. Satu pasien dapat dana 90 juta. Nah, kan jadi untung 75 juta."
"Begini mbak. Pemerintah itu sudah kembang kempis, hutangnya banyak. Dari mana dana untuk nombokin rumah sakit. Lha wong insentif buat dokter dan perawat saja telat terus. Lagian mbak, banyak dokter dan perawat yang juga jadi korban. Masa rumah sakit dan dokter lain tega mengorbankan teman-temannya sendiri?"
3. Sabar
Kesabaran sangat penting saat menghadapi orang yang ngeyel atau keras kepala. Bagi penganut teori konspirasi, kurangnya bukti adanya persekongkolan jahat malah sering dianggap sebagai suatu cara untuk menutup-nutupi.Â
Jadi bersabarlah saat menantang fakta sambil peka terhadap argumen mereka.
Ingat, mereka yang percaya pada teori konspirasi tidak selalu memiliki motif yang jahat. Seperti siapa pun, mereka hanya mencoba memahami dunia yang membingungkan yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H