Menurut Karen Douglas, seorang profesor psikologi sosial di University of Kent, teori konspirasi muncul karena orang-orang membutuhkan kenyamanan di tengah situasi yang serba tidak pasti.Â
Ketika virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan, praktis hampir tidak ada yang membayangkan pandemi global akan menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia hanya dalam beberapa bulan, menewaskan ratusan ribu orang dan merusak tatanan ekonomi.Â
Teori konspirasi dapat memberikan rasa aman di saat krisis. Dengan kesehatan, kehidupan, dan pekerjaan kita memburuk, banyak yang merasa tidak nyaman dan mencari jawaban.
"Teori konspirasi memperoleh daya tariknya dari fakta bahwa mereka bisa menghibur (orang yang merasa tidak aman dan nyaman)," kata Jovan Byford, dosen psikologi senior di Universitas Terbuka yang penelitiannya berfokus pada keyakinan bersama dan teori konspirasi.
"Di masa krisis, memiliki pengetahuan tentang dunia adalah mata uang kekuatan dan pengaruh," katanya lebih lanjut.
"Dilihat oleh orang lain sebagai 'tahu' tentang apa yang sedang terjadi, dan memiliki beberapa pengetahuan misterius yang melampaui penjelasan resmi, adalah generator harga diri yang penting. Itu menciptakan rasa penting dan superior ".
Cara Menghadapi Orang yang Percaya Teori Konspirasi Covid-19
Lalu, bagaimana cara menghadapi orang yang percaya teori konspirasi, dan menyadarkan mereka setidaknya untuk mematuhi protokol kesehatan?
Teori konspirasi bersifat emosional yang berakar pada perasaan benci, putus asa, dan kecewa dengan dunia - yang saat ini merupakan tempat yang menakutkan.Â
Alih-alih menertawakan, bersikap empati dan sensitif terhadap orang yang percaya teori konspirasi itu penting. Berikut 3 cara menghadapi orang yang percaya teori konspirasi:
1. Tunjukkan Empati dan Rasa Menghargai
Kalau ada orang yang mengemukakan teori konspirasi Covid-19, jangan langsung membantahnya. Keyakinan yang dipegang kuat sangat sulit untuk ditantang dan diubah.
"Argumen kemungkinan besar akan disingkirkan dan orang tersebut kemungkinan besar akan menutup diri  lebih jauh jika argumen kita terlalu kuat atau bermusuhan," kata profesor Karen Douglas.