Kemudian "sim salabim", "abrakadabra", keinginan kita pun segera terkabul meski tanpa usaha berarti.
Ketika Tuhan tidak segera memenuhi kehendak kita, maka kita pun marah kepada-Nya. Kita kecewa dan segera membuang "lampu Aladdin" itu. Alangkah rendahnya konsep doa yang kita praktikkan selama ini.
Dalam satu riwayat, Umar bin Khattab pernah mendamprat seseorang yang ingin mendapatkan rezeki hanya dengan mengandalkan doa. Beliau berkata,
"Janganlah sekali-kali salah satu dari kalian berpangku tangan tidak mencari rezeki, seraya berkata, 'Ya Allah berilah aku rezeki'. Kalian tahu, langit tidak pernah menurunkan hujan emas juga perak".
Bandingkan doa 'lampu Aladdin" kita dengan ikhtiar Hajar. Ia berlari dari bukit Safa ke bukit Marwa mencari yang bisa membasahi tenggorokan buah hatinya Ismail yang belumlah besar. Tujuh kali bolak-balik, Allah belum juga menjawab doa dan ikhtiarnya.Â
Sungguhpun Allah Maha Mendengar, Dia juga Maha Mengetahui. Allah menjawab doa Hajar dengan cara yang tak terduga, dari arah yang tak terkira.
Air justru hadir di bawah kaki Ismail kecil, di mana saat itu Hajar meletakkan Ismail di dekat Ka'bah. Bukan rute di antara Safa dan Marwa.Â
Inilah yang ditafsirkan para ulama dari sepenggal ayat "min haitsu laa yah tasib..", dari arah yang tidak disangka-sangka.
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya"Â (QS. At-Thalaq: 2-3).
Terhadap ayat ini, Al-Ghazali, ulama pengarang "Ihya Ulumuddin" berkata,
"Sudah seharusnya manusia tahu bahwa Allah SWT lebih sering memberikan rezeki melalui jalan yang tidak disangka-sangka".