Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Terbaik Belum Tentu Kita Butuhkan

23 Juni 2020   09:38 Diperbarui: 23 Juni 2020   09:40 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebih baik menjadi Ikan Besar di Kolam Kecil daripada Ikan Kecil di Kolam Besar (ilustrasi: unsplash.com/Alice Dietrich)

Empat seniman muda sedang berbincang di Cafe Guebois. Mereka - Claude Monet, Pierre-Auguste Renoir, Alfred Sisley dan Frederic Bazille -- membahas seni, kehidupan dan filosofi di bawah bimbingan Edouard Manet, seniman senior yang sudah membuat puluhan lukisan terkenal.

Perbincangan mereka menjadi serius saat membahas masalah bisnis seni lukis. Lebih spesifik lagi, bagaimana karya seni mereka bisa masuk ke Salon de Paris.

Sejak dibuka pada 1667, Salon de Paris yang awalnya tempat untuk memamerkan karya seni resmi milik Acadmie des Beaux-Arts di Paris menjelma menjadi galeri seni terkemuka untuk memamerkan karya seni terbaik.  Para seniman di seluruh Eropa mengirim lukisan terbaik mereka untuk dinilai dan dipertimbangkan oleh panel juri. Karya seni yang diterima akan digantung di ruang pameran selama enam minggu mulai bulan Mei.

Selama pameran berlangsung, para pengunjung berkerumun di lukisan favorit mereka. Para pelukis top dianugerahi medali. Mereka menjadi seniman terkenal, menerima kompensasi finansial dan reputasi. Bagi seniman Eropa saat itu, Salon de Paris adalah segalanya.

Dalam diskusinya, para seniman muda Prancis itu mengajukan pertanyaan yang sama: Bagaimana caranya agar lukisan mereka diterima oleh panel juri dan kurator Salon de Paris?

Berulang kali lukisan-lukisan mereka ditolak. Tanpa lukisan yang ditampilkan di Salon, mereka seolah tidak memiliki peluang untuk bertarung dalam kerasnya dunia seni. Praktis, saat itu tidak ada yang tertarik dengan karya seni mereka.

Di luar kebutuhan finansial yang mendesak, para pelukis muda itu melihat pola lukisan yang bisa tampil di Salon de Paris hampir sama: Lukisan perlu dibuat dengan cermat, diterangi dengan baik, dan menampilkan desain konvensional. Penonton mengharapkan karya seni yang berpusat pada tentara, wanita cantik, atau hewan dari mitologi atau sejarah.

Tapi, pola itu tidak berlaku bagi para seniman muda itu. Bagi mereka, seni adalah tentang mengekspresikan adegan dari kehidupan sehari-hari: jalan-jalan di Paris pada hari hujan, matahari terbenam di tepi pantai, deretan bangunan, dan kapal berlabuh.  Bagi mereka, apa yang terjadi hari ini adalah seni.

Jadi, kelompok seniman kecil itu mulai mempertimbangkan pilihan:, apakah lebih baik terus mencoba memasukkan karya seni mereka ke Salon, atau apakah sudah waktunya membuat pameran sendiri?

Pilihan pertama memungkinkan mereka untuk terus menaruh harapan, tetapi itu artinya mereka mungkin harus mengubah gaya dan mengorbankan kebebasan ekspresi seni yang mereka yakini saat ini.

Pilihan kedua adalah tetap bebas, namun itu berarti masa depan mereka  dipenuhi dengan ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun