***
Tanpa terasa, air mataku menetes saat membayangkan wajah Ibu tengah menasehati diriku. Ibu benar, tanpa semangat dan kesabaran semua akan berhenti di tengah jalan.
Tak ingin anak dan istriku melihat bapaknya menangis, kuusap tetasan air mata di pipiku. Kuketuk pintu lalu kuucapkan salam.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," terdengar jawaban dari istri dan putriku serempak.
Tak lama, pintu rumah dibuka dan pelukan dari putriku langsung menghangatkan hati. Kukecup keningnya, lalu kugendong masuk ke dalam rumah.
"Bapak bawa apa? Habis ini beli baju barunya Arin ya? Sama beli kue buat lebaran besok ya Pak."
"Hush, satu-satu dong tanyanya. Biar Bapak istirahat dulu," kata istriku lalu mengambil Arin dari gendonganku.
Kutaruh tas berisi barang dagangan di pojok ruang tamu. Bungkusan nasi kotak dari masjid kuletakkan di meja makan.
Saat berbalik hendak menuju ke kamar, kulihat istri dan anakku tengah memandangku lekat.
"Ada apa?" tanyaku tidak mengerti.