Sebelum pandemi, kita memiliki rutinitas harian yang selalu terulang. Bangun tidur, bersiap-siap, pergi bekerja, makan siang, pulang kerja, makan malam, bersantai, tidur, dan melakukannya lagi keesokan harinya dalam urutan yang sama.
Inilah kotak pengalaman harian kita. Inilah ruang yang kita tempati di mana kita menjalani hidup. Inilah sesuatu yang kita anggap "normal" dalam konteks pengalaman sehari-hari.
Kemudian, ada celah dalam kotak pengalaman harian kita. Berkat celah itu, kita bisa melihat keluar kotak, dan terpampanglah di depan mata kita bentuk kehidupan yang ajaib, yang membuat kita heran, yang membuat kita iri dan ingin meraihnya.
Lalu kita ingin liburan. Kita ingin pindah kerja karena pekerjaan saat ini terasa sangat membosankan. Kita muak dengan kemacetan lalu lintas, omelan atasan, target penjualan, atau bosan harus mengantar anak pergi pulang ke sekolah mereka. Maka, tercetuslah harapan-harapan dan impian, sekalipun dalam hati kita niatkan hanya bercanda.
Tak dinyana, dengan kuasa-Nya virus corona membuat harapan kita terkabulkan. Kita sekarang bisa kerja dari rumah, terhindar dari kemacetan lalu lintas. Anak-anak pun tak perlu diantar pergi pulang ke sekolah. Bahkan tahun ini mereka bisa lulus tanpa harus ikut ujian nasional.
Maka, nikmat Allah mana lagi yang kita dustakan?
Salahkah Jika Saya Mensyukuri Nikmatnya Suasana Saat Pandemi?
Apa yang harus kita keluhkan, sementara Allah menjawab dan mengabulkan harapan kita? Alih-alih mengeluh, bahkan tak sedikit yang berburuk sangka kepada Allah, harusnya kita mensyukuri suasana saat pandemi. Di luar ketidaknormalan hidup yang harus kita jalani, ada banyak nikmat yang patut kita syukuri.
Alhamdulillah sekarang bisa bekerja dari rumah. Syukur ya Allah anak-anak bisa mengerjakan tugas-tugasnya secara online. Terima kasih ya Tuhan, Engkau kabulkan harapan kami, lalu lintas sekarang lancar, tidak macet lagi.
Bukankah seharusnya begitu?
Saya sendiri bersyukur, Ramadan tahun ini tidak ada bunyi petasan. Bersyukur Ramadan tahun ini mata saya dan anak-anak tidak kelaparan karena godaan pasar takjil yang ramai di mana-mana. Bersyukur Ramadan kali ini bisa menjadi imam shalat tarawih di rumah bersama keluarga.
Kurangnya rasa syukur atas segala nikmat yang sudah diberikan Allah pada kita bisa membuat diri kita cepat bosan dan ujung-ujungnya merasa stress atau menyalahkan keadaan.