Di tengah suasana sepi, di antara bisik-bisik yang terdengar jelas karena lalu lintas jalanan di depan tak ramai seperti biasa, satu pertanyaan menyelinap di pikiranku: Bagaimana dengan pemakamannya besok?
Kota Malang masih dalam status darurat kesehatan Covid-19. Meski belum resmi, protokol pembatasan sosial berskala besar sudah mulai diterapkan. Acara kumpul-kumpul tidak diperbolehkan.
Masalahnya, saat pemakaman tak mungkin bisa menerapkan protokol pembatasan sosial. Tak mungkin kami menghalangi orang-orang yang ingin mengantarkan almarhum ke tempat peristiratahan terakhirnya. Sama tidak mungkinnya kami bisa menjaga jarak antar pelayat.
Di tengah kebingungan mencari kemungkinan jawabannya, beberapa orang datang ke rumah duka. Kulihat ada Pak Ketua RW dan Ketua RT tempat pak Nandhir tinggal. Juga tak ketinggalan Pak Mudin atau penghulu kampung. Om Gaguk, tetanggaku yang biasa diminta tolong untuk mengurus pemakaman juga ikut masuk ke dalam rumah.
Karena tidak ada tetangga dekat yang bisa kuajak ngobrol, akhirnya aku pamit ke tuan rumah. Sambil mengucap dukacita dan membesarkan hati, aku hanya bisa menjawab "Insyaallah" saat putra kedua pak Nandhir bertanya apakah aku nanti ikut mengantar jenazah almarhum ke pemakaman.
Jarum jam terdiam di angka 10 saat kulihat om Gaguk melangkah ke rumahku. Tanpa basa-basi, Om Gaguk menyampaikan kabar bahwa jenazah pak Nandhir akan dimakamkan pukul 12 malam ini juga!
"Demi keamanan Mas. Tadi sudah dirundingkan sama Pak RW, Pak RT dan Pak Mudin. Keluarga juga setuju jenazah almarhum dimakamkan malam ini juga. Kata keluarga gak apa-apa. Kalau dimakamkan besok pagi, takutnya banyak yang ikut mengantarkan," kata Om Gaguk menjelaskan.
Malam itu juga, aku menemani Om Gaguk ke pemakaman kampung, memberi tahu penjaga makam sekaligus mencari orang yang mau menggali makam di tengah malam. Biasanya, ada petugas penggali makam dari kampung kami sendiri. Namun, karena kali ini kondisi luar biasa, urusan penggalian kami borongkan ke pihak luar.
Untunglah ada beberapa orang dari kampung sebelah yang sering ditugaskan menggali makam bersedia. Sekarang, tinggal mengantarkan jenazah almarhum.
Pukul 12 malam kurang sedikit, mobil jenazah dari sebuah yayasan datang ke rumah duka. Jarak rumah Pak Nandhir dan pemakaman lumayan jauh, sekitar 3 kilometer. Dalam kondisi biasa, biasanya jenazah kami antar menggunakan kereta jenazah biasa. Namun, sekali lagi saat ini kondisinya sangat berbeda.
Sebelum jenazah almarhum diberangkatkan, Pak Mudin memberi sambutan di depan pelayat dan pengantar yang bisa kuhitung dengan jari. Dalam sambutannya, Pak Mudin menegaskan, bahwa Pak Nandhir meninggal bukan karena corona. Tak perlu panik, tapi juga tidak boleh meremehkan.