Hati orangtua mana yang tidak ketar-ketir saat membaca berita anak remaja membunuh balita? Yang lebih memilukan dan menyayat hati, pelaku yang masih berusia 15 tahun melakukan perbuatan keji itu di dalam rumah di kawasan Sawah Besar, Jakarta Barat.
Pelaku NF mengaku membunuh balita APA (5) karena terinspirasi karakter film yang sering ia tonton. Usai membunuh, dengan tenangnya NF menyerahkan diri ke polisi.
Sementara polisi masih mendalami aspek kejiwaan NF, masyarakat dikejutkan dengan berita remaja putri yang dibunuh lalu diperkosa. Belum tuntas penyelidikannya, muncul video viral seorang siswi SMK mengalami pelecehan seksual dengan digerayangi ramai-ramai oleh teman sekolahnya.
Satu bulan sebelumnya, para orangtua juga dikejutkan dengan berita perundungan yang dialami MS, siswa SMPN 16 Kota Malang. Akibat perundungan yang dilakukan teman sekolahnya, MS mengalami luka memar di sekujur tubuh dan jari tengahnya harus diamputasi.
Berbagai tindak kriminalitas dan perundungan yang dilakukan para remaja ini menimbulkan pertanyaan tersendiri, apa yang salah dengan pola asuh generasi muda kita?Â
Siapa yang harus bertanggungjawab penuh atas tindak kriminal yang mereka lakukan? Orangtua, masyarakat lingkungan sekitar, atau pemerintah?
Pelibatan Keluarga dan Masyarakat dalam Tri Sentra Pendidikan
Semuanya harus ikut bertanggung jawab. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan pelibatan keluarga dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam bentuk Tri Sentra Pendidikan.
Adapun tujuan utama dari tatanan tri sentra pendidikan ini adalah untuk membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya berprestasi peserta didik.
Meski begitu, beban tanggung jawab terbesar tetap berada di tangan pemerintah sebagai pelaksana pendidikan. Tugas utama pemerintah adalah memastikan tatanan tri sentra pendidikan ini bisa berjalan dengan baik hingga mencapai apa yang menjadi tujuan utamanya.
Sayangnya, amanat undang-undang ini belum sepenuhnya dijalankan pemerintah. Setiap kali ada pergantian kabinet, yang jadi fokus dalam arah dan kebijakan pendidikan Indonesia cuma satu hal: Ujian Nasional!
Seolah pendidikan Indonesia hanya berkutat pada masalah ujian nasional saja. Pemerintah dan masyarakat ramai memperdebatkan perlu tidaknya ujian nasional bagi anak-anak sekolah. Sementara mereka melupakan satu hal sangat penting yang menjadi pondasi pembentukan karakter peserta didik: Pelajaran Akhlak.