Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika Eks PKI Bisa Diampuni, Mengapa WNI Eks ISIS Tidak Boleh Pulang?

7 Februari 2020   23:48 Diperbarui: 8 Februari 2020   00:41 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

"Jon, denger-dengar pemerintah mau memulangkan WNI bekas ISIS ya?" tanya Kadir pada Joni di warung Mbak Sarah.

Si Joni yang ditanya tak lekas menjawab. Mulutnya tengah meniup kopi panas yang baru saja dihidangkan Mbak Sarah.

Usai menyeruput tipis-tipis, baru lah Joni menoleh pada Kadir.

"Apa tadi kamu bilang, Dir, pukis??"

"ISIS Jon, ISIS. Nih baca beritanya. Ada 600 WNI bekas kombatan ISIS yang pingin pulang ke Indonesia," jawab Kadir menyerahkan surat kabar yang tadi dibacanya.

Joni tak menghiraukan surat kabar yang diserahkan Kadir. Mulutnya kembali meniup kopi lalu menyeruput pelan.

"Emangnya kenapa Dir? Mereka kan WNI, jadi ya punya hak untuk pulang ke negaranya," kata Joni.

"Lho, kamu gimana sih Jon. Kata ahli hukum, mereka sudah bukan WNI lagi karena mereka sudah tidak setia dengan Pancasila, bergabung dengan negara ISIS," sahut Kadir dengan nada sedikit meninggi.

"Jangan bludreg dulu Dir. Kamu itu ngajak diskusi apa ngajak bertengkar sih?" kata Joni kalem. Yang diajak bicara hanya diam, mencoba menurunkan tekanan darahnya yang selalu naik kalau bicara dengan Joni yang dianggapnya lemot dan mengesalkan itu.

"Kamu tadi bilang 600 WNI itu bukan WNI lagi karena bergabung dengan negara ISIS. Memangnya ada negara bernama ISIS?" tanya Joni membuka kembali diskusi yang sempat terputus itu.

"Jon, yang namanya ISIS itu kan sudah deklarasi jadi negara islam. Namanya saja Islamic State of Iraq and Syria."

"Kan cuma sekedar nama, Dir. Lha ISIS itu punya wilayah gak? Punya mata uang sendiri gak? Dan yang lebih penting lagi, ISIS itu diakui keberadaannya oleh negara lain dan PBB gak?"

Kadir terdiam, keningnya berkerut mendengar pertanyaan Joni yang bertubi-tubi.

"Nah, kamu gak bisa jawab kan? Karena memang tidak ada jawabannya. ISIS itu bukan negara resmi, Dir. Sama seperti Sunda Empire atau King of The King. Hanya saja ISIS memberontak dan mereka teroris."

"Lha, justru karena mereka teroris dan pemberontak itulah WNI yang ikut bersama mereka jadi hilang status kewarganegaraannya," kata Kadir masih ngotot.

"Kejahatan terorisme tidak menggugurkan atau menghilangkan status kewarganegaraan, Dir. Nih, aku googling kan UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kamu baca sendiri pasal 23 tentang Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adakah yang menyatakan keikutsertaan WNI dalam tindak kejahatan terorisme menjadikan status warga negara mereka hilang?" jelas Joni, lalu menyodorkan ponselnya kepada Kadir.

Kadir menerima ponsel Joni, lalu membaca hasil googling di layar ponsel. Pada pasal 23 UU 12 Tahun 2006 disebutkan: Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

  • memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
  • tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
  • dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
  • masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
  • secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
  • secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
  • tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
  • mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
  • bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

"Nah, bagaimana dengan ayat (d) dan (f) ini Jon? Bukankah para WNI yang ikut ISIS ikut dinas tentara asing? Mereka juga sudah mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia pada ISIS kan?" tanya Kadir sambil menunjuk poin d dan f yang dimaksud.

"Balik lagi ke pertanyaanku tadi, Dir. ISIS itu negara asing gak? ISIS itu bagian dari negara asing gak?" jawab Joni kalem.

Kadir termenung. Kalau dipikir, benar juga penjelasan Joni. Ikut ISIS tidak berarti kehilangan kewarganegaraan karena ISIS bukan negara asing yang berdaulat dan diakui status kenegaraannya. Jadi, bagaimanapun juga, WNI eks ISIS itu masih tetap WNI, Warga Negara Indonesia, bukan Warga Negara ISIS.

"Ya, tetap saja membahayakan kalau mereka diterima kembali di Indonesia Jon," kata Kadir membuka sub topik diskusi baru.

"Membahayakan bagaimana?"

"Seperti katamu tadi, mereka ikut teroris, ikut pemberontak. Apa tidak berbahaya kalau mereka balik ke Indonesia? Boleh saja mereka mengaku sudah insaf, sudah tobat. Tapi hati orang siapa tahu? Bisa saja ideologi ISIS mereka masih tertanam kuat. Dan ditularkan pada masyarakat sekitar."

"Gini, Dir. Aku bukannya mau mengungkit-ungkit ya. Coba kamu lihat dan pikir sendiri. Eks PKI saja bisa diampuni dan diterima kembali, mengapa eks ISIS tidak bisa? PKI dan ISIS sama-sama pemberontak, sama berbahayanya. Lalu kenapa harus ada perbedaan perlakuan?" jelas Joni menanggapi kekhawatiran Kadir.

"Kita memang harus waspada dengan ideologi super radikal semacam ISIS ini, Dir. Tapi tenang saja, negara kita sudah siap kok," lanjut Joni.

"Maksudmu?" tanya Kadir tidak mengerti.

"Bukannya kita sudah punya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)? Nah, sudah menjadi kewajiban BPIP untuk membina kembali WNI eks ISIS ini. Mereka kan sering mengadakan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila. Mengapa pelatihan itu tidak ditujukan pula pada WNI eks ISIS?

"Memangnya ada pelatihan seperti itu?"

"Ada. Minggu kemarin temanku yang jadi pematerinya loh. Pelatihannya di hotel pula. Malah beberapa waktu lalu BPIP mengundang influencer, blogger dan YouTuber untuk menjadi mitra sosialisasi penguatan ideologi Pancasila. Jika nanti 600 WNI itu dipulangkan, bikin aja pelatihan yang sama. Anggap ini sebagai salah satu langkah deradikalisasi ideologi."

"Tapi kan gak semudah itu Jon. Ideologi seseorang itu gak bisa dihapus dan diganti begitu saja," kata Kadir.

"Kamu bilang begitu memang ada benarnya. Tapi, jika kita bisa mengampuni dan menerima eks PKI serta menganggap ideologi mereka sudah berganti, mengapa kita tidak bisa memberi perlakuan yang sama terhadap WNI eks ISIS itu?"

Kadir terdiam, dan dalam hati sekali lagi mengakui kebenaran penjelasan Joni. WNI eks ISIS itu tetap WNI, apalagi kondisi mereka sekarang terlantar setelah merasa tertipu oleh propaganda ISIS. Sudah menjadi tugas dan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya.

Kecuali keberadaan mereka dianggap membahayakan keutuhan bangsa dan negara. Selama itu belum terbukti, WNI eks ISIS layak diterima kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun