"Kan cuma sekedar nama, Dir. Lha ISIS itu punya wilayah gak? Punya mata uang sendiri gak? Dan yang lebih penting lagi, ISIS itu diakui keberadaannya oleh negara lain dan PBB gak?"
Kadir terdiam, keningnya berkerut mendengar pertanyaan Joni yang bertubi-tubi.
"Nah, kamu gak bisa jawab kan? Karena memang tidak ada jawabannya. ISIS itu bukan negara resmi, Dir. Sama seperti Sunda Empire atau King of The King. Hanya saja ISIS memberontak dan mereka teroris."
"Lha, justru karena mereka teroris dan pemberontak itulah WNI yang ikut bersama mereka jadi hilang status kewarganegaraannya," kata Kadir masih ngotot.
"Kejahatan terorisme tidak menggugurkan atau menghilangkan status kewarganegaraan, Dir. Nih, aku googling kan UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kamu baca sendiri pasal 23 tentang Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adakah yang menyatakan keikutsertaan WNI dalam tindak kejahatan terorisme menjadikan status warga negara mereka hilang?" jelas Joni, lalu menyodorkan ponselnya kepada Kadir.
Kadir menerima ponsel Joni, lalu membaca hasil googling di layar ponsel. Pada pasal 23 UU 12 Tahun 2006 disebutkan: Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
- memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
- tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
- dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
- masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
- secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
- secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
- tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
- mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
- bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
"Nah, bagaimana dengan ayat (d) dan (f) ini Jon? Bukankah para WNI yang ikut ISIS ikut dinas tentara asing? Mereka juga sudah mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia pada ISIS kan?" tanya Kadir sambil menunjuk poin d dan f yang dimaksud.
"Balik lagi ke pertanyaanku tadi, Dir. ISIS itu negara asing gak? ISIS itu bagian dari negara asing gak?" jawab Joni kalem.
Kadir termenung. Kalau dipikir, benar juga penjelasan Joni. Ikut ISIS tidak berarti kehilangan kewarganegaraan karena ISIS bukan negara asing yang berdaulat dan diakui status kenegaraannya. Jadi, bagaimanapun juga, WNI eks ISIS itu masih tetap WNI, Warga Negara Indonesia, bukan Warga Negara ISIS.
"Ya, tetap saja membahayakan kalau mereka diterima kembali di Indonesia Jon," kata Kadir membuka sub topik diskusi baru.
"Membahayakan bagaimana?"