Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Mencontoh Singapura dalam Menertibkan Pengendara Skuter Listrik

21 November 2019   20:53 Diperbarui: 21 November 2019   20:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster regulasi e-skuter yang dikeluarkan Land Transport Authority (sumber: Twitter @LTAsg)

Tingginya angka kecelakaan yang melibatkan pengendara alat mobilitas pribadi (Personal Mobility Devices/PMD) bertenaga listrik, termasuk di dalamnya skuter listrik (e-skuter), membuat pemerintah Singapura menerapkan peraturan yang ketat. Sejak 5 November 2019, pengguna PMD bertenaga listrik dilarang melintas di jalur khusus pejalan kaki.

Mereka yang tertangkap melanggar aturan dapat didenda hingga $ 2.000 Singapura dan / atau dipenjara hingga tiga bulan jika terbukti bersalah. Peraturan ketat ini dipicu semakin meningkatnya sumlah kecelakaan yang melibatkan PMD seiring dengan meningkatnya pengguna.

Menurut catatan pemerintah Singapura, sudah ada 228 kecelakaan yang dilaporkan melibatkan PMD di jalur umum pada tahun 2017 dan tahun lalu, dengan 196 kecelakaan mengakibatkan cedera. Puncaknya, pada September lalu seorang pengendara sepeda berusia 65 tahun, Nyonya Ong Bee Eng, meninggal dunia di rumah sakit setelah terluka parah dalam kecelakaan yang melibatkan pengguna e-skuter di Bedok, Singapura. Seorang pria berusia 20 tahun ditangkap setelah kecelakaan itu, dan polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki kasus itu sebagai salah satu penyebab kematian akibat tindakan gegabah.

Banyak Kecelakaan Terjadi Karena Kecerobohan Pengendara e-skuter

Penggunaan PMD meningkat tajam dan menjadi trend tersendiri di kota-kota besar di seluruh dunia. Beberapa perusahaan startup menangkap peluang ini dengan menyewakan e-skuter lengkap beserta helm keselamatan.

Namun, permasalahan sebenarnya terletak pada perilaku pengendara. Banyaknya jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara PMD lebih disebabkan karena kecerobohan mereka dalam berkendara.

 Di Singapura dan beberapa kota besar lainnya, pengendara e-skuter mendapat jalur yang sama dengan pengendara sepeda. Meski begitu, banyak pengendara e-skuter yang menyerobot jalur khusus untuk pejalan kaki. Selain itu, tak jarang mereka juga mengendarainya dengan kecepatan maksimal.

Tak salah apabila kemudian pemerintah Singapura menetapkan pelarangan mengendarai e-skuter di jalur pejalan kaki. Tak hanya itu, otoritas Singapura juga menetapkan batas kecepatan maksimal bagi PMD yang melintas di jalur khusus mereka.

Alat bantu mobilitas pribadi seperti kursi roda elektrik atau sepeda berpedal dan skuter manual boleh dikendarai di jalur pejalan kaki dengan batas kecepatan 10 km/jam. Sementara e-skuter dan PMD bertenaga listrik lainnya hanya boleh dikendarai di jalur sepeda/jalur bersama dengan batas kecepatan 25 km/jam. Baik PMD manual atau elektrik tidak boleh dikendarai di jalan umum.

Pemilik e-skuter Wajib Registrasi Kepemilikan

Selain mengatur jalur pengendaraannya, pemerintah Singapura juga menertibkan kepemilikan e-skuter. Sejak 2 Januari 2019, setiap warga yang sudah berusia 16 tahun ke atas wajib mendaftarkan e-skuter miliknya ke Land Transport Authority (LTA). Penduduk Singapura yang masih berusia di bawah 16 tahun diperbolehkan mengendarai e-skuter asalkan e-skuter tersebut sudah didaftarkan oleh orang yang berusia 16 tahun ke atas.

Untuk mendaftarkan e-skuternya, warga Singapura harus membayar biaya administrasi sebesar $20 Singapura. Pemilik e-skuter juga harus memberikan keterangan pribadi, yang akan disimpan dalam catatan register, dan menyatakan bahwa skuter elektronik miliknya sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh LTA.

Batasan ini mencakup persyaratan lebar, berat, dan kecepatan maksimum berikut ini:

  • Lebar maksimum 70 cm
  • Berat maksimum 20 kg; dan
  • Kecepatan maksimum 25 km / jam

Setelah pendaftaran berhasil, pemilik e-skuter akan diberikan nomor pendaftaran unik. Nomor registrasi ini nantinya akan dipasang pada plat identitas di e-skuter. Pemilik juga harus menampilkan tanda pendaftaran terpisah pada e-skuter. Mirip dengan persyaratan kepemilikan kendaraan bermotor seperti yang sudah kita kenal di Indonesia.

Untuk mendaftarkan e-skuter, pemilik bisa mendaftarkannya secara online di situs OneMotoring LTA atau mendaftar di kantor pos Singapura. Bagi warga yang kedapatan mengendarai e-skuter yang tidak terdaftar di jalur publik, mereka dapat didenda hingga $ 2.000 dan / atau dipenjara hingga 3 bulan. Pelanggar berulang dapat didenda hingga $ 5.000 dan / atau dipenjara hingga 6 bulan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Demam PMD, khususnya e-skuter di Indonesia memang baru terjadi belakangan ini, terutama bagi warga Jakarta. Namun, alih-alih memiliki e-skuter sendiri, warga Jakarta lebih banyak mengendarai e-skuter sewaan yang disediakan Grabwheels, anak usaha Grab.

Sama seperti Singapura atau kota besar lainnya, seiring dengan semakin banyaknya pengendara PMD, banyak pula terjadi kecelakaan yang melibatkan pengendaranya. Di Jakarta sendiri baru-baru ini 2 pengendara skuter listrik meninggal dunia usai terlibat kecelakaan lalu lintas.

Hingga saat ini, memang belum ada aturan yang jelas untuk menertibkan pengendara PMD. Padahal sudah ada Perpres 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle). Perpres ini dimaksudkan untuk mendukung transportasi ramah lingkungan dengan mengurangi  penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak bumi yang dianggap sebagai salah satu sumber polusi udara.

Pentingnya Regulasi untuk Menertibkan Pengendara e-skuter

Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang wilayah otoritasnya sedang disorot menyusul terjadinya kecelakaan pada pengguna skuter listrik berencana membuat kajian mendalam terkait persiapan regulasi otopet listrik.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrien Liputo mengatakan pihaknya mendukung usaha penyewaan transportasi yang ramah lingkungan, seperti Grabwheels. Karena itu, Dishub DKI akan melakukan kajian terkait aspek keselamatan pengendara terutama mengenai jalur yang boleh digunakan.

Seiring meningkatnya penggunaan alat mobilitas pribadi seperti e-skuter ini, tak ada salahnya apabila pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan bisa mencontoh Singapura dalam menertibkan penggunaan e-skuter. Karena di Indonesia masih sedikit sekali warga yang memiliki dan mengendarai e-skuter pribadi, dan mereka juga lebih memilih untuk menyewa saja, mungkin yang bisa ditiru adalah pengaturan jalur pengendaraannya.

Kemajuan teknologi dan inovasi berkelanjutan telah menjadi anugerah untuk sektor transportasi. Perangkat baru seperti skuter listrik membantu warga membuat konektivitas di kota-kota besar. 

Namun, keberadaan transportasi baru yang ringan ini juga bisa menjadi ancaman dan berbahaya apabila perilaku pengendara tidak bertanggung jawab. Karena itu, Regulasi untuk e-skuter perlu segera diterbitkan mengingat pemerintah pusat sendiri sudah mengeluarkan Perpres yang terkait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun