Serbaguna, lentur, tahan lama, murah untuk diproduksi ---dan ada di mana-mana. Itulah plastik. Produk ajaib yang sangat bermanfaat bagi manusia, sekaligus momok paling menakutkan yang mengancam planet tempat tinggal kita.
Tengok beberapa fakta berikut:
Menurut penelitian terakhir, ada 5,25 triliun keping plastik di lautan. Dari massa itu, 269.000 ton mengapung di permukaan, sementara sekitar 4Â miliar mikrofiber plastik per kilometer persegi mengotori laut dalam.
Dari berbagai jenis produk plastik, kantong plastik adalah penyumbang terbanyak sampah plastik di planet bumi. Sekitar 500 juta hingga 1 triliun kantong plastik dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahun, menurut Conserving Now.
Itu berarti bahwa setiap detiknya, 160.000 kantong plastik digunakan orang di seluruh dunia. Rata-rata kantong plastik ini hanya digunakan selama sekitar 12 menit, dan setelah itu dibuang.  Dan hanya 1 dari 200, atau 0,005%, dari plastik tersebut yang akan didaur ulang.
Setelah dibuang, kantong plastik akan tetap berada di lingkungan selama 1.000 tahun sebelum terurai!
Sebagian besar dari kita sadar akan fakta tersebut, dan tahu ancaman menakutkan di balik konsumsi plastik yang terus kita lakukan. Banyak negara yang sudah mengeluarkan aturan untuk pembatasan pemakaian kantong plastik, sebagai upaya pencegahan dan pengurangan sampah plastik secara global.
Contoh kebijakan tarif cukai kantong plastik di Inggris
Di negara maju, kebijakan seperti ini cukup berhasil karena budaya masyarakat mereka memungkinkan kesadaran diri untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Di Inggris misalnya, pemerintah memutuskan untuk mengenakan biaya pembelian pada kantong plastik sekali pakai sebesar 5p (5 penny) mulai tahun 2015 di jaringan supermarket besar.Â
Sejak itu, pemakaian kantong plastik di 7 supermarket terbesar di Inggris turun hingga 86%. Itu setara dengan satu orang yang menggunakan sekitar 140 kantong plastik setiap tahun sebelum pengenaan biaya, menjadi hanya 19 kantong plastik pada 2017-2018, menurut laporan pemerintah. Dampaknya terhadap lingkungan hidup juga cukup signifikan.Â
Pusat Ilmu Lingkungan, Perikanan, dan Akuakultur (Cefas) memperkirakan bahwa sampah laut kantong plastik turun hingga setengahnya sejak biaya kantong plastik sekali pakai dikenakan pada pembeli.
Sayangnya, kewajiban membeli kantong plastik di Inggris tersebut hanya berlaku di supermarket besar. Toko-toko kecil dan menengah di Inggris masih menyediakan lebih dari 3,6 miliar kantong plastik sekali pakai untuk pelanggan mereka setiap tahun tanpa biaya.
Untuk menekan penggunaan kantong plastik sekali pakai sekaligus mengurangi dampak pencemaran lingkungan hidup, pemerintah Inggris akan memberlakukan aturan dan harga baru. Mulai Januari 2020, harga kantong plastik dinaikkan menjadi 10p dan berlaku untuk semua toko retail tanpa kecuali.
Kebijakan seperti yang dilakukan pemerintah Inggris ini saya rasa kurang efektif bagi masyarakat negara berkembang, seperti di Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbanyak ke-5 di dunia, Indonesia ternyata menjadi penyumbang sampah plastik terbanyak ke-2 di bawah Cina!
Itu artinya, masyarakat kita masih doyan membuang sampah plastik. Artinya lagi, masyarakat kita masih suka menggunakan kantong plastik sekali pakai saat berbelanja.
Kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis di Indonesia.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah berusaha untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai dengan merekomendasikan tarif cukai kantong plastik.Â
Rekomendasi ini kemudian disambut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dengan mengeluarkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) pada toko ritel anggotanya. Sejak tahun 2015, beberapa jaringan supermarket besar mulai mengenakan biaya minimal Rp. 200 untuk satu kantong plastik. Hasilnya?
"Ketika kami terapkan KPTG (Kantong Plastik Tidak Gratis), drastis sekali turunnya penggunaan plastik. Semula, tadinya 2 kantong plastik/transaksi kini hanya, sekitar 0,7 kantong plastik/transaksi," ungkap Head of Corporate Affairs & Sustainability Superindo, Yuvlinda Susanta.
Sekalipun sudah mengeluarkan kebijakan KPTG, masih banyak toko ritel anggota Aprindo yang masih menggratiskan kantong plastik bagi pembelinya. Apalagi toko ritel tradisional yang tidak bisa terpantau pengeluaran kantong plastiknya.
Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana memberlakukan aturan wajib tarif cukai kantong plastik sebesar Rp. 200 per lembarnya. Dengan pengenaan cukai, artinya harga kantong plastik akan naik menjadi Rp450 hingga Rp500 per lembar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan usulan tarif ini sudah menimbang beberapa kondisi. Pertama, pemerintah memang ingin mengenakan cukai kresek pertama kali lantaran dampak lingkungannya sangat destruktif.
Ini mengingat kantong kresek tidak bisa didaur ulang dan butuh waktu lama sebelum benar-benar terurai. Sementara itu, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut sampah plastik kian menumpuk setiap tahun.
Dari data tersebut, ia mengatakan sampah plastik terus meningkat dari 13 persen dari total sampah di 2013 menjadi 16 persen di 2016. Sebesar 62 persen dari seluruh sampah plastik tersebut merupakan kantong kresek.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka kantong plastik perlu dikendalikan. Untuk itu, kami usulkan tarif cukai Rp200 per lembar," jelas Sri Mulyani di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (2/7).
Efektifkah kebijakan tarif cukai plastik dari pemerintah ini?
Jika merujuk penuturan pihak Superindo bahwa penggunaan kantong plastik turun pasca dikenakan biaya pembelian, pemberlakuan tarif cukai tentu akan berhasil pula. Masalahnya, akankah aturan ini memiliki efek terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah? Akankah aturan ini memiliki dampak terhadap penggunaan kantong plastik pada toko-toko ritel tradisional?
Garis akhir dari kebijakan ini terletak pada kasir toko ritel. Merekalah ujung tombak dari kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis dan pengenaan tarif cukai dari pemerintah ini.
Berdasarkan pengalaman saya, ada tiga skenario yang bisa terjadi di setiap kasir toko ritel:Â
- Pembeli membayar kantong plastik.Â
- Pembeli mengeluh karena harus membayar kantong plastik.Â
- Pembeli menolak untuk membayar kantong plastik.
Dari tiga skenario tersebut, manakah yang paling banyak terjadi?
Berdasarkan pengalaman saya lagi, ternyata skenario pertama dan kedua yang sering terjadi. Banyak pembeli yang tidak keberatan untuk membayar kantong plastik, meski sebagian besar dari mereka mengeluh terlebih dahulu dan bertanya pada kasir,
"Masak harus bayar sih Mbak? Ya sudah lah..."
Sementara skenario ketiga jarang sekali terjadi. Kalaupun ada pembeli yang menolak untuk membayar kantong plastik, kemungkinannya cuma dua: pelit, atau memang sadar dan peduli lingkungan dengan membawa tas belanja sendiri.
Mengapa banyak masyarakat yang masih "sukarela" membeli kantong plastik? Mengapa banyak pembeli yang tidak keberatan untuk membayar kantong plastik?
Menurut saya ada dua faktor. Pertama, karena sepertinya tidak ada ketulusan dari industri ritel. Kebijakan KPTG yang mereka lakukan tak ubahnya sekedar langkah kecil untuk membuat publik tahu bahwa mereka "peduli", bukan upaya tulus dan serius untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
Ketidaktulusan ini terlihat dari rendahnya upaya kampanye pada pembeli yang rela membayar kantong plastik mereka. Alih-alih menjelaskan dampak lingkungan dari kantong plastik, banyak toko ritel yang juga tidak keberatan pelanggan mereka membayar kantong plastik. Toh yang harus menanggung biayanya adalah pelanggan, bukan tokonya.
Kedua, selain rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat kita terhadap dampak lingkungan dari kantong plastik, sisi psikologis pelanggan juga ikut berperan. Banyak psikolog yang mengatakan bentuk hukuman dianggap tidak efektif dalam mengubah perilaku masyarakat.
Kita cenderung lebih bisa mengubah perilaku apabila diberi penghargaan. Pengenaan biaya kantong plastik dianggap sebagai bentuk hukuman pada pembeli.
Jangan disuruh membeli, tapi berikan diskon pada pelanggan untuk tidak memakai kantong plastik.
Karena itu, kampanye melawan penggunaan kantong plastik harus dilakukan sebelum pembeli menerima kantong plastik. Jika bisnis ritel ingin serius menurunkan konsumsi kantong plastik, inilah usulan yang menurut saya sangat tepat:
Berikan diskon pada pembeli untuk tidak menggunakan kantong plastik.
Kita sebagai manusia, tidak suka dihukum, tetapi suka diberi penghargaan, imbalan, dan diskon. Itu sebabnya dalam konteks marketing, program poin simpanan dan program loyalitas bisa menjadi salah satu strategi customer retention yang efektif.
Bayangkan skenario yang terjadi di meja kasir,
"Mbak, ada diskon 5% untuk produk X kalau Mbaknya tidak menggunakan kantong plastik dari kami. Mau nggak?"
"Oh ya? Mau dong. Gak papa deh gak usah kantong plastik."
Secara perlahan, hal ini akan mengubah kebiasaan pembeli. Dari semula tidak siap membawa tas belanja, mereka akan selalu menyediakan tas belanja sendiri karena ada diskon di setiap toko ritel apabila tidak memakai kantong plastik dari mereka.
Dengan memberi penghargaan kepada pelanggan karena tidak menggunakan kantong plastik, pertukaran uang dan kantong plastik dibingkai ulang dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan, yakni mengurangi pemakaian kantong plastik.
Pada akhirnya pelanggan akan lebih suka mendapatkan potongan harga itu daripada manfaat mendapatkan kantong plastik yang bahkan harus mereka tebus dengan uang receh.
Seperti inilah bentuk ketulusan industri ritel jika memang mereka serius membantu mengurangi penggunaan kantong plastik, sekaligus menyadarkan masyarakat akan dampak lingkungan hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H