Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Untuk Menjadi Bahagia, Rakyat Indonesia Tidak Butuh Kementerian Kebahagiaan

4 Juli 2019   23:08 Diperbarui: 6 Juli 2019   08:41 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UEA memang memiliki Menteri Negara untuk Kebahagiaan dan Toleransi yang dibentuk sejak 10 Februari 2016 dan dijabat oleh Ohood Al Roumi. 

Tugas pokok dari kementerian Kebahagiaan UEA adalah menyelaraskan dan mendorong kebijakan pemerintah dalam menciptakan kehidupan sosial yang baik dan memuaskan bagi rakyat. Selain itu, Kementerian Kebahagiaan ini mengurusi masalah toleransi, kepemudaan, pendidikan dan perubahan iklim.

Melihat tugas pokok tersebut, pemerintah Indonesia sepertinya sudah merepresentasikannya melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) yang sekarang dijabat oleh Puan Maharani.

Namun, Bamsoet ternyata salah jika pembentukan Kementerian Kebahagiaan yang diwacanakannya bertujuan untuk meningkatkan indeks kebahagian di tingkat internasional. 

Jika tolok ukur kebahagiaan itu adalah angka indeks kebahagiaan yang dirilis oleh World Happiness Report, rakyat Indonesia ternyata sudah bertambah bahagia!

Tanpa ada Kementerian Kebahagiaan, indeks kebahagiaan Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 0,240 (dalam skala 0-10) dari periode data indikator 2005-2008 ke periode survei 2016-2018. 

Sekalipun pada survei terakhir Indonesia hanya berada di posisi ke-92 dari 156 negara yang diteliti kebahagiaannya, alias masih rata-rata bahagia.

Memangnya apa sih tolok ukur negara yang bahagia itu?

Menurut World Happiness Report, ada enam variabel kunci yang menjadi tolok ukur kebahagiaan suatu negara, yakni: 

  • pendapatan per kapita,
  • kebebasan untuk membuat pilihan hidup, 
  • kepercayaan pada pemerintah (indeks persepsi korupsi), 
  • tingkat harapan hidup sehat, 
  • dukungan sosial, dan 
  • tingkat kedermawanan masyarakat.

Dari enam variabel kunci tersebut, Indonesia dominan di variabel dukungan sosial dan kedermawanan. 

Rakyat Indonesia tercatat sering menjadi sukarelawan dan sering memberi donasi pada kegiatan amal. 68 persen responden di Indonesia dilaporkan aktif memberikan donasi untuk kegiatan amal dan 38 persen responden Indonesia bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi sukarelawan.

Yang membuat Indonesia hanya berada di peringkat rata-rata bawah dari negara paling bahagia adalah karena kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah khususnya pada indeks persepsi korupsi ternyata masih minus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun