"Iya Mbak Nisa....".
***
Bagi Didik, tak ada kata bosan dalam kamus dirinya setiap kali ia dipanggil dara-dara penghuni rumah kost yang dijaganya. Rumah kost itu milik pamannya, yang kini tinggal di Jakarta. Oleh pamannya, Didik, yang selepas kuliah gagal memenuhi cita-citanya untuk menjadi abdi negara, menjalani kehidupan sehari-hari sebagai penjaga rumah kost dengan senang hati.
Awalnya, Didik menerima tawaran pamannya dengan setengah hati. Lulus kuliah perguruan tinggi negeri terkenal, ujungnya hanya jadi penjaga rumah kost. Apalagi ketika ia melihat teman-temannya yang sukses menjadi karyawan di beberapa perusahaan bonafide atau jadi pegawai negeri.
Lambat laun, Didik menjadi terbiasa, bahkan merasa senang dan menikmatinya. Bagaimana tidak senang, jika rumah kost ini dihuni 10 orang gadis-gadis cantik dan manis. Baik hati, tidak sombong, meski kadang bikin geregetan. Seperti Nina itu. Masak sama kecoak aja takutnya setengah mati. Malah kadang-kadang sambil tersenyum sendiri di dalam kamarnya, Didik membayangkan dirinya adalah penyamun di sarang perawan.
Selain Nina dan Annisa, masih ada Dewi, Ratih, Ivone, Ayu, Wulan, Yuli, Elly, dan Mira. Kecuali Dewi dan Mira yang sudah bekerja, delapan gadis lainnya masih kuliah.
Menjadi penjaga kost yang penghuninya kaum hawa semua membuat Didik merasa dialah yang sebenarnya mengasuh mereka. Ada saja permintaan mereka. Mulai dari membenahi genteng yang bocor, memasang antena teve, membunuh kecoa, memanjat pohon mangga dan permintaan-permintaan lain yang bagi kaum laki-laki adalah hal yang remeh.
Tapi yang paling sulit bagi Didik adalah ketika dia harus menengahi pertengkaran. Oh, jangan dikira menjadi pengadil saat dua orang gadis bertengkar itu mudah. Meski tidak sampai menimbulkan gesekan fisik, tapi omongan dua wanita yang bertengkar bisa terdengar sangat tajam. Bukan kata-kata kotor, tapi kata-kata kejam nan tajam. Seperti silet yang mengiris hati.
Jika sudah begitu, Didik merasa serba salah. Memihak satu orang, dia akan dijauhi yang lain. Sungguh perkara yang tidak mudah, karena Didik bisa tidak disapa selama 7 hari 7 malam.
Meski begitu, Didik sangat menikmati suasana ramai di rumah kost yang dijaganya tersebut. Satu-satunya hari di mana Didik merasa sangat kesepian adalah ketika saat Lebaran tiba. Sewaktu anak-anak kost satu per satu pulang kampung, merayakan lebaran bersama keluarga mereka.
***