Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kini Saatnya Pemerintah Mengintervensi PSSI

20 Februari 2019   22:53 Diperbarui: 20 Februari 2019   23:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono menjanjikan PSSI akan segera menggelar Kongres Luar Biasa. Pelaksanaan KLB ini merupakan buntut dari skandal pengaturan skor yang menyeret beberapa pejabat internal PSSI, termasuk Joko Driyono sendiri.

Skandal pengaturan skor di sejumlah pertandingan liga sepakbola Indonesia mencuat kembali usai pengunduran diri anggota Komite Eksekutif PSSI, Hidayat. Dalam acara talkshow Mata Najwa, beberapa pengurus klub mengaku menjadi korban "pemerasan" yang dilakukan sejumlah pengurus PSSI supaya klub mereka bisa menang atau lolos ke kompetisi kasta tertinggi PSSI.

Menanggapi mencuatnya kasus tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian langsung membentuk Satgas Antimafia Bola. Hasilnya, 4 orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, yakni anggota Komite Eksekutif Johar Lin Eng, mantan anggota Komisi Disiplin PSSI Dwi Irianto dan mantan anggota Komisi Wasit Purwanto beserta anaknya, Anik.

Tak hanya itu, Satgas Antimafia Bola juga menggeledah kantor PSSI. Dalam penggeledahan tersebut, aparat memergoki 3 orang karyawan kantor PSSI sedang memusnahkan barang bukti. Satgas Antimafia Bola akhirnya berhasil menyita 75 dokumen terkait pengaturan skor dan menemukan uang tunai Rp 300 juta di apartemen Joko Driyono, di mana 160 juta yang diduga berkaitan dengan tindak pidana suap.

Wakil Ketua Umum PSSI ini pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi melakukan suap. Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan penyidik telah mengantongi bukti terkait hal tersebut.

"Transaksi keuangan dalam kasus Joko Driyono infonya Rp300 juta. Setelah diaudit uang sebesar Rp160 juta terindikasi merupakan hasil pidana," ujarnya.

Skandal pengaturan skor dan suap ini akhirnya membuat Ketua Umum PSSI Edy Rachmayadi mengundurkan diri. Konon, pengunduran diri ini bukan lantaran Edy mengalah pada desakan publik terkait rangkap jabatannya dan kasus yang tengah disorot ini. Edy "dipaksa mundur" setelah beberapa anggota PSSI mengeluarkan mosi tidak percaya dan meminta Komite Eksekutif mencopot jabatan Edy sebagai Ketua Umum PSSI.

Usai mundur, Komite Eksekutif PSSI lantas menunjuk Joko Driyono sebagai Plt Ketua Umum. Naas, baru saja ditunjuk sebagai Plt, Joko Driyono kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Atas penetapan tersangka terhadap Joko Driyono tersebut, beberapa anggota PSSI menuntut Komite Eksekutif supaya segera menggelar Kongres Luar Biasa. Manajer klub Persib Bandung Umuh Muhtar mengatakan, PSSI harus segera mencari ketua umum baru PSSI seusai mundurnya Edy Rahmayadi dan penetapan Jokdri sebagai tersangka.

"Kalau sudah seperti ini saya bilang harus segera KLB, jangan tunggu beres pemilu," tegas Umuh Muchtar, sebagaimana dikutip SuperBall.id dari Simamaung.com, Senin (18/2/2019).

"Kecuali kalau nanti dari pemerintah yang mengharuskan setelah pemilu, di situ juga ada aturan, jadi kita juga harus bersinergi," imbuh Umuh Muchtar.

Menanggapi tuntutan beberapa anggotanya, PSSI akhirnya mengalah. Dalam rapat Komite Eksekutif pada Selasa (19/02), PSSI memutuskan untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa.

Rapat yang dipimpin oleh Jokdri tersebut menghasilkan keputusan bahwa KLB nanti akan memiliki dua agenda, yakni pembentukan Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan, serta penetapan waktu dan tempat KLB.

Melihat agenda yang dijadwalkan tersebut, itu artinya PSSI sudah membuka pintu lebar untuk memilih kepengurusan baru. Tak hanya mengganti Ketua Umum yang kini sudah ditinggalkan Edy Rachmayadi, KLB juga bisa dimaksudkan mengganti keseluruhan pengurus inti, terutama anggota Komite Eksekutif PSSI.

Inilah kesempatan terbaik bagi stakeholder sepakbola Indonesia, khususnya pemerintah untuk mulai membersihkan PSSI. Pemerintah bisa mengintervensi KLB supaya bisa memastikan bahwa orang-orang yang terpilih nanti adalah mereka yang benar-benar bersih dan berkomitmen penuh untuk memajukan sepakbola Indonesia.

Intervensi disini bukan berarti pemerintah turut campur dalam pelaksanaan KLB. Sampai detik ini, ranah sepakbola masih menjadi area terlarang bagi pemerintah untuk ikut masuk.

Intervensi yang dimaksudkan adalah bagaimana upaya pemerintah bisa mempengaruhi para anggota dan pemilik suara PSSI untuk mencalonkan sosok yang dianggap berkompeten sekaligus bersih. Ini bukanlah pekerjaan yang sulit. Pemerintah bisa menunggangi skandal pengaturan skor ini untuk "menekan" anggota PSSI supaya mencalonkan dan memilih orang-orang yang dianggap pemerintah bisa membawa PSSI kembali bersih.

Seiring dengan terbukanya pintu KLB ini, beberapa pihak langsung menyodorkan nama-nama yang dianggap bisa memimpin PSSI lebih baik. Mulai dari nama Erick Thohir, Basuki Tjahaya Purnama, Luhut Binsar Panjaitan, Moeldoko, Maruarar Sirait, Brigjen Khrisna Murti, hingga Komjen Budi Waseso.

Sayangnya, para pengusul nama tersebut melupakan satu hal krusial. Semua nama yang diusulkan tersebut terbentur pada syarat dan ketentuan pencalonan anggota Komite Eksekutif, yakni "telah aktif dalam sepakbola sekurang-kurangnya selama 5 tahun".

Nama-nama yang diusulkan seperti diatas boleh jadi memiliki integritas dan kompetensi kepemimpinan. Namun harus diingat, PSSI bukan sembarang organisasi keolahragaan. Federasi sepakbola di suatu negara adalah satu-satunya organisasi olahraga yang pemerintahnya diharamkan ikut campur di dalamnya. Selain itu, setiap federasi sepakbola diharuskan memegang teguh aturan main keorganisasian yang termaktub dalam Statuta.

Jika nama-nama diatas dipaksakan masuk, padahal jelas-jelas tidak memenuhi persyaratan dalam Statuta, sama artinya dengan bunuh diri. Hukuman dari FIFA sebagai induk organisasi siap mengancam.

Bila pemerintah dan anggota PSSI menganggap bahwa hanya orang "luar" yang bisa membersihkan PSSI, satu-satunya jalan adalah dengan mengamandemen pasal Statuta yang menghalangi tersebut. Ini bisa jadi cara yang ekstrim karena bisa menjadikan PSSI satu-satunya federasi yang syarat "telah aktif di sepakbola" untuk pencalonan Komite Eksekutifnya dihilangkan.

Untuk melakukan cara ekstrim ini, pemerintah harus memastikan separuh lebih pemilik suara PSSI mendukung mereka.

Di luar calon-calon luar yang diusulkan tersebut, sebenarnya masih banyak calon-calon dalam, atau sosok-sosok yang sudah berpengalaman dalam sepakbola atau PSSI memiliki integritas dan rekam jejak yang bersih. Beberapa nama mantan pesepakbola atau pelatih dan pengurus klub yang belum pernah bersentuhan dengan pengurus-pengurus PSSI saat ini layak untuk diberikan kesempatan.

Fokus utamanya adalah bagaimana caranya PSSI tidak lagi didominasi oleh orang-orang lama, orang-orang itu juga. Nama-nama sudah malang melintang menjadi pengurus PSSI sejak era Nurdin Halid hingga Edy Rachmayadi. Pemerintah, khususnya anggota PSSI harus bisa memastikan orang-orang tersebut tersingkir, berada di luar lingkaran organisasi.

Membersihkan PSSI tidak cukup hanya dengan memotong kepalanya saja. Ketua Umum PSSI boleh berganti, tapi jika anggota badannya masih diisi oleh orang-orang yang sama, Mafia sepakbola Indonesia masih akan merajalela. Skandal pengaturan skor dan penyuapan yang berujung pada miskinnya prestasi baik itu di tingkat klub maupun timnas bisa terjadi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun