Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Jika Pembebasan Baasyir atas Nama Kemanusiaan, Grasi untuk Susrama atas Dasar Apa?

23 Januari 2019   22:38 Diperbarui: 24 Januari 2019   08:37 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana seumur hidup I Nyoman Susrama. Dengan grasi tersebut, status hukuman Susrama menjadi hukuman pidana penjara sementara selama 20 tahun dan berhak untuk memperoleh remisi.

Susrama adalah otak pembunuhan berencana terhadap wartawan Radar Bali Anak Agung Gede Narendra Prabangsa pada 2009 yang lalu. Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Susrama divonis hukuman penjara seumur hidup pada sidang pengadilan 15 Februari 2010. Upaya kasasinya ke Mahkamah Agung pun ditolak sehingga status hukuman Susrama sudah inkracht.

Sebagai upaya terakhir, Susrama meminta grasi kepada presiden, yang akhirnya dikabulkan oleh presiden Joko Widodo. Susrama merupakan satu di antara 115 terpidana seumur hidup yang mendapatkan grasi dari presiden. Mereka masuk kategori terpidana dengan kasus kriminal berat.

Grasi yang diterima Susrama tersebut tertuang dalam surat Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tertanggal 7 Desember 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. Nama adik mantan bupati Bangli I Nengah Pranawa itu tercantum pada urutan ke-94 dengan keterangan perkara pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama berdasar putusan PN Denpasar Nomor 1002/Pid.B/2009/PN.DPS/ tanggal 15 Februari 2010 juncto putusan PT Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto putusan Kasasi MA Nomor 1665K/PID/2010 tanggal 24 September 2010.

"Memberikan remisi berupa perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada narapidana yang namanya tercantum dalam lampiran keputusan presiden." Demikian petikan salah satu kalimat yang tertuang dalam surat keputusan presiden.

Pemberian grasi kepada Susrama menyisakan tanda tanya besar, terutama di kalangan para jurnalis, yang notabene satu profesi dengan almarhum korban. Mereka mempertanyakan atas dasar apa presiden Joko Widodo memberikan grasi tersebut?

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras pemberian grasi kepada Susrama. "Ini (pemberian grasi untuk Susrama, Red) sinyal bahwa pemerintah kurang memberikan dukungan kepada wartawan," kata Ketua Umum AJI Abdul Manan kepada Jawa Pos, Selasa (22/01/2018). Tak hanya itu, AJI juga menuntut presiden Jokowi untuk mencabut grasi yang sudah diberikan.

Kecaman serupa juga datang dari Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers). Menurut LBH Pers, kebijakan presiden tersebut sangat ironis di tengah banyaknya pekerjaan rumah pengungkapan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum diselesaikan hingga saat ini.

"Ironisnya begini, di satu sisi kasus (kekerasan terhadap, Red) jurnalisnya tidak diungkap secara baik, tapi kalaupun (kasus kekerasan) terbukti, ternyata mendapat keringanan," ucap Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin.

Apalagi, Susrama juga belum begitu lama menjalani hukuman penjaranya. Susrama diketahui mulai ditahan pada 26 Mei 2009, tidak lama setelah kasus pembunuhan pada Prabangsa yang diotakinya terungkap pada 11 Februari 2009. Itu artinya Susrama belum genap 10 tahun menjalani masa tahanannya.

Sementara itu, pihak Istana terkesan saling lempar soal pemberian grasi pada tersebut. Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menolak berkomentar. Dia menyerahkan persoalan tersebut ke menteri sekretaris negara (Mensesneg). "Itu tanya Pak Mensesneg. Grasi urusan Mensesneg," ujarnya.

Ketika dikonfirmasi, Mensesneg Pratikno malah melemparkan masalah ke MenkumHam Yasonna Laoly. "Tadi saya telepon Pak Menkum HAM, katanya kalau ada yang tanya, telepon saya," kata Pratikno menirukan pernyataan Yasonna

Pemberian Grasi Susrama bisa dibilang blunder ketiga kalinya dari pemerintah perihal penegakan hukum dalam kurun waktu hampir dua bulan ini. Pada 21 Desember lalu, terpidana mega korupsi Bank Century Robert Tantular tiba-tiba saja bebas bersyarat karena mendapat "hadiah" remisi sebanyak 77 bulan lamanya. Pemberian remisi tersebut juga mengundang kritik tajam mengingat jumlahnya yang terlampau banyak. Belum lagi buntunya informasi tentang rincian remisi yang diperoleh Robert Tantular; kapan saja dan dalam hal apa dia mendapat remisi.

Kemudian belum genap satu minggu yang lalu, presiden Jokowi kembali membuat blunder. Kali ini terkait wacana pembebasan terpidana kasus bom Bali, Ustadz Abu Bakar Baasyir. Melalui Yusril Ihza Mahendra dalam kapasitasnya sebagai pengacara pasangan capres/cawapres incumbent, Jokowi mengatakan pembebasan Abu Bakar Baasyir adalah demi pertimbangan rasa kemanusiaan. Mengingat usia Baasyir yang sudah tua, dan masa tahanannya yang sudah dijalani lebih dari dua pertiganya.

"Presiden bicara ke saya (soal alasan pembebasan Ba'asyir) ada tiga hal. Pokok pangkalnya alasan kemanusiaan. Bahwa, beliau sudah sangat sepuh, 81 tahun; kesehatan beliau makin menurun; beliau juga seorang ulama. 'Saya tidak ingin seorang ulama berlama-lama di lapas,'" tutur Yusril menirukan ucapan Jokowi.

"Pak Jokowi bilang, 'Kita mudahkan saja syarat-syarat itu.' Jokowi minta saya mencari jalan keluar dan menjembatani," ujar Yusril dalam acara Prime News CNN Indonesia TV seperti dikutip CNNIndonesia.com, Rabu (23/1/2019).

Belakangan, pernyataan pemerintah yang akan membebaskan Baasyir tersebut dicabut dan akan dikaji ulang. Dalam perkembangannya, Jokowi menyatakan pembebasan Ba'asyir dilakukan melalui opsi bebas bersyarat dan harus setia kepada NKRI sebagaimana diatur dalam PP 99/2012. Jokowi mengatakan tidak ingin menabrak aturan.

Bahkan Menkopolhukam Wiranto kepada media menyatakan presiden seharusnya tidak boleh grusa-grusu menyangkut pembebasan Abu Bakar Baasyir.

"Jadi Presiden tidak boleh grasa-grusu serta merta memutuskan, tapi perlu pertimbangan aspek-aspek lainnya," ujar Wiranto di kantornya, Senin malam, 21 Januari 2019.

Jika pembebasan Baasyir atas nama kemanusiaan, grasi untuk Susrama atas dasar apa?

Pertanyaan ini perlu kiranya disampaikan dan dijawab oleh pemerintah. Ada dua alasan yang melatarbelakangi pertanyan tersebut. Pertama, masa hukuman yang sudah dijalani Susrama terbilang masih singkat, terlebih lagi mengingat statusnya sebagai terpidana seumur hidup. Yang kedua dan ini yang penting, pemberan grasi kepada Susrama dinilai mencederai kebebasan pers dan tidak menunjukkan dukungan serta perlindungan pemerintah terhadap insan pers di Indonesia.

Di luar eksekusi pembunuhannya yang keji, kasus pembunuhan Prabangsa saat itu menyita perhatian pers nasional karena motifnya yang secara eksplisit ditujukan untuk membungkam kebebasan pers. Ketika itu, Prabangsa sebagai wartawan Radar Bali mengendus dugaan keterlibatan Susrama dalam salah satu kasus korupsi di Bangli. Untuk menutupi jejaknya, Susrama akhirnya memerintahkan pembunuhan terhadap Prabangsa.

Karena itu, wajar apabila AJI menuntut presiden Jokowi untuk meninjau kembali, dan bila perlu mencabut grasi yang sudah terlanjur diberikan. Sebagaimana pemerintah bisa membatalkan pembebasan (tanpa syarat) Abu Bakar Baasyir.

Pemberian remisi yang luar biasa besar kepada Robert Tantular, tarik ulur pembebasan Baasyir, serta grasi untuk Susrama jelas menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah, khususnya presiden Jokowi dalam bidang penegakan hukum dan keadilan. Sebagaimana yang dikatakan calon presiden Prabowo Subianto, presiden adalah pemimpin tertinggi dalam penegakan hukum di suatu negara.

Ketiga blunder yang dilakukan tersebut sudah menunjukkan kebenaran pernyataan Prabowo. Bahwa keputusan terakhir terhadap nasib Robert Tantular, Abu Bakar Baasyir dan Susrama sepenuhnya berada dibawah tanda tangan presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun