Ketika diminta untuk menulis konten lepas bagi beberapa perusahaan yang berbeda, saya mengamati ada yang sering dilupakan oleh perusahaan/pemberi kerja. Saat mengirim briefing editorial/redaksinya, mereka lupa menetapkan target demografi, atau segmentasi dari pembaca.
Ini penting. Dengan menetapkan target atau segmentasi dari pembacanya, penulis konten akan bisa mengatur nada dan gaya tulisan.
Seperti halnya saat kita berbicara langsung pada orang lain. Bahasa yang kita gunakan untuk orang tua, tentu beda dengan saat kita berbicara dengan teman sebaya. Beda lagi saat kita ngobrol dengan para remaja. Nada bicara yang kita gunakan dengan para profesional akan berbeda dengan saat kita bicara pada orang awam/biasa.
Begitu pula saat menulis konten. Perhatikan saja bahasa-bahasa iklan yang ditujukan untuk segmentasi pasar yang berlainan, pasti nada iklannya juga berbeda. Hakekatnya, konten itu juga sama dengan iklan kan? Tujuannya untuk mengajak pembaca mengambil sebuah tindakan yang diinginkan.
Seringkali, saat menerima briefing editorial, hanya ada pedoman ".....ditulis dalam bentuk artikel populer". Bagi saya ini jelas membingungkan, karena definisi "artikel populer" itu relatif.
Semua konten berbentuk artikel yang ada di blog atau situs manapun saat ini bisa dibilang artikel populer, kecuali esai akademik yang format penulisannya saja sudah jelas berbeda. Namun, sebagaimana halnya dengan nada bicara sehari-hari, populer bagi orang tua jelas beda dengan makna populer bagi anak muda. Populer bagi seorang profesional jelas beda dengan populernya masyarakat biasa. Jadi yang dimaksud artikel populer itu seperti apa?
Kalau ada target pembaca yang lebih spesifik, definisi artikel populer itu akan menjadi lebih jelas bagi penulis konten. Dengan begitu, dia akan bisa menyesuaikan nada dan gaya tulisan seperti yang dikehendaki perusahaan/institusi tersebut.
Seperti saat saya menulis konten lepas tentang traveling ke Pulau Alor bagi sebuah perusahaan start up travel. Meski dalam briefing tidak disebutkan target pembacanya, tapi saya mengerti artikel itu semestinya ditujukan pada: anak muda/dewasa kelas menengah ke atas. Maka nada dan gaya tulisan dalam konten tersebut pun dibuat informal, kasual namun tetap berkelas.
Begitu pula ketika menulis konten untuk layanan internet yang ingin menonjolkan fitur kecepatan supaya saat main gim tidak nge-lag. Target pasarnya jelas anak muda yang suka bermain gim bukan? Karena itu, nada tulisan yang digunakan harus disesuaikan seolah-olah saya adalah pemain gim yang usianya sebaya dengan mereka. Akrab seperti teman sendiri, santai dan memakai kosakata yang kekinian.
Kita memang bisa mengetahui target pembaca dari produk atau layanan yang kita tuliskan informasinya. Tapi tidak selamanya bisa seperti itu. Ada beberapa produk atau layanan yang segmentasinya semua kalangan, dan pada suatu saat perusahaan/institusi itu ingin kampanye produknya menyasar satu segmen tertentu.
Seperti pajak, ini adalah layanan untuk semua segmen. Namun pada waktu-waktu tertentu, Dirjen Pajak misalnya ingin menyosialisasikan pajak untuk anak-anak muda. Nada atau bahasa konten yang digunakan jelas berbeda saat mereka ingin kampanye pajak pada pengusaha berusia dewasa, atau pada para pengusaha UMKM.