Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengenal Jenis Penyuntingan dan Tips Menyunting Tulisan secara Mandiri

15 Desember 2018   09:10 Diperbarui: 15 Desember 2018   18:02 3158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (unsplash.com/@rurecoveryministries)

Di balik setiap penulis hebat, selalu ada editor yang baik dan teliti.

Dalam novel-novel simbologinya, Dan Brown beberapa kali menyertakan tokoh pembantu, yakni seorang editor bagi tokoh utamanya Robert Langdon. 

Dengan karakter yang; cerewet, tak puas dengan draft naskah buku yang dikirim penulis, dan selalu memburu deadline untuk naskah bukunya. Pokoknya, editor seolah digambarkan sebagai tokoh antagonis bagi penulis buku. 

Tapi, di balik citra negatif yang diletakkan padanya, seorang editor adalah malaikat penyelamat bagi penulis buku. Tak ada penulis hebat yang mampu menerbitkan bukunya sendiri tanpa bantuan editornya. Tak ada buku terbaik yang tidak disunting oleh editor yang baik pula. Percayalah.

Muhammad Ali boleh saja menyebut dirinya sebagai The Greatest, petinju terhebat sepanjang masa. Namun, tanpa Angelo Dundee yang memoles teknik bertinjunya, Ali bukanlah siapa-siapa.

Ali bisa saja menyengat seperti lebah dan bergerak lincah nan indah seperti kupu-kupu. Tapi jika tidak ada pelatih yang senantiasa berteriak memerintah dari sudut ring tinju, untuk menutupi kelemahan yang bisa diincar lawannya, Ali tak mungkin bisa menjadi juara dunia tinju kelas berat selama 3 kali.

Editor, seperti halnya Angelo Dundee yang melatih tinju Muhammad Ali, berperan sebagai "mata" di area titik buta/blind spot ketika penulis tidak bisa melihatnya sendiri.

Karena perannya sebagai mata ketiga bagi penulis, wajar pula jika editor itu sering cerewet. Kesal karena naskah atau draft tulisan yang dikirim padanya terdapat banyak kesalahan. Itu berarti dia harus bekerja dua kali lebih keras. 

Apalagi jika naskah buku/draft tulisan itu sedang berpacu dengan deadline dari penerbit.

Loh, bukankah memang seperti itu tugas seorang editor? Jika penulis diharuskan menyunting tulisannya sendiri sebelum dikirim ke editor, buat apa dia menyewa/membayarnya untuk menyunting tulisan yang sudah disuntingnya sendiri?

Eits, jangan pernah menganggap tulisan kita sudah sempurna. Meskipun kita sudah merevisinya berulang kali. Ini karena cara pandang penulis berbeda dengan cara pandang orang lain yang membacanya.

Saat kita menulis, secara alami otak kita masih berada dalam dunia tema yang kita tuliskan tersebut. 

Karena itu, ketika kita membaca ulang tulisan kita sendiri, kita tidak bisa melihat titik-titik kelemahan mana saja yang masih tertinggal di dalamnya. Otak kita masih tertutup dengan selimut tema yang selama ini selalu kita pikirkan.

Editor adalah pembaca pertama dari tulisan yang sudah kita buat dengan susah payah itu. Dengan pikiran yang masih bersih dan tidak terlibat, dia bisa melihat apa saja kekurangan dari tulisan yang dikirim padanya. 

Tanda baca yang salah, susunan kalimat yang kacau, salah ketik huruf, dan lain sebagainya.

Menyunting tulisan sendiri sebelum mengirimnya untuk pertama kali ke editor bukan berarti si penulis mempermudah tugas editornya. Lebih dari itu, penulis juga sedang mengupayakan karya tulisannya itu bisa menjadi sebuah masterpiece, karya terbaiknya. 

Bukankah kerja dua otak lebih baik dari satu otak saja?

Karena itu, sebelum hasil tulisan dikirim ke editor, alangkah baiknya kita sunting terlebih dahulu. Prosesnya sederhana dan bisa dikerjakan secara cepat. Memang, kita tidak bisa menyuntingnya dengan baik sebagaimana hasil suntingan editor. Tapi, jika kita menginginkan hasil karya tulisan yang baik pula, langkah ini patut kita kerjakan.

Sebelum mengetahui bagaimana cara menyunting tulisan secara mandiri, ada baiknya kita kenali terlebih dahulu 3 jenis penyuntingan. Karena tidak semua penyuntingan itu merupakan satu jenis penyuntingan yang sama.

Penyuntingan substansif
Ini adalah jenis penyuntingan yang paling berat dan biasanya terjadi saat naskah pertama kali diserahkan. Editor harus menyusun ulang kalimat, menghapus bagian di sana-sini, memindahkan urutan, menambah atau menghapus detail, dan mengotak-atik konten itu sendiri.

Penyuntingan ini juga biasanya dilakukan pada sebuah draft/naskah buku yang ditulis oleh pemula. Dalam arti, penulis itu mempunyai ide karya tulis yang hebat. Disusunlah draft awal. Tapi, karena belum begitu berpengalaman dalam teknik menulis, akhirnya susunan naskah awal itu dilihat editornya begitu kacau balau.

Saat diminta menjadi penyunting buku antologi karya peserta sebuah bimbingan teknis penulisan, saya pernah mendapati hal seperti ini. Dari 16 artikel yang dikirimkan, lebih dari separuhnya harus saya sunting substansinya.

Teknisnya adalah dengan mempertahankan garis besar ide/substansinya, tetapi susunan kalimatnya harus dirombak ulang. Sisi buruk dari penyuntingan substansif ini adalah gaya bahasa dari penulis tidak bisa dipertahankan.

Sering kali gaya bahasa itu mengikuti gaya bahasa editornya. Yah, mau bagaimana lagi? Karena editor tidak bisa mempertahankan kalimat-kalimat yang sudah disusun, yang menurut pandangannya sudah kacau balau itu.

Karena itu, proses penyuntingan substansif bisa sangat intens dan memakan waktu lama. Kadang-kadang, editor harus memosisikan dirinya sebagai penulis, supaya dia bisa memahami bagaimana karakter tulisannya.

Penyuntingan substansif juga biasa disebut sebagai REVISI. Jika penulis mendapat email dengan subyek email "Permintaan Revisi", itu artinya tulisannya tersebut sudah diotak-atik konten aslinya.

Substantive editing mencakup structural editing, development editing, dan comprehensive editing. Paling mudah kita menyebutnya penulisan ulang (rewriting).

Penyuntingan Naskah/Copy Editing
Jenis penyuntingan ini biasanya dilakukan pada penyuntingan kedua atau pada naskah tulisan yang dikirim oleh penulis yang sudah lebih berpengalaman. 

Editor hanya menyesuaikan tata bahasa, mengganti kata atau frasa, memperbaiki pengulangan atau penggunaan kata, atau kesalahan ejaan.

Bicara tentang pengulangan kata, ini seringkali dilakukan beberapa penulis, tanpa dia sadari. Termasuk juga saya sendiri saat menulis sebuah artikel.

Seperti yang sudah saya jelaskan di awal, ketika menulis otak kita sudah tenggelam dalam tema penulisan. Saat itulah ada beberapa kata yang terlanjur menancap begitu dalam, sehingga tanpa disadari penulis menggunakannya berulang kali.

Untuk itu, bagi seorang editor dibutuhkan kejelian dan penguasaan padanan kata/sinonim yang banyak. Editor harus mampu mengganti kata atau frasa yang terulang dengan padanan yang serupa tanpa mengurangi intonasi/suara dari kalimat dan paragraf.

Penyuntingan Naskah disebut juga penyuntingan baris. Editor melihat potongan-potongan kalimat satu per satu, baris per baris kalimat, paragraf demi paragraf. Kemudian memperbaiki dan menyempurnakannya, tetapi tidak mengubah substansi karya tulisnya.

Penyuntingan naskah berfokus pada aspek penyuntingan mekanis (mechanical editing) yaitu ejaan, rujukan, kalimat, paragraf, dsb. Selain itu, dilakukan juga penyuntingan keterbacaan, konsistensi, legalitas, kepatutan, serta ketelitian data dan fakta.

Proofreading
Sebelum buku dicetak, editor akan melakukan pemeriksaan dan penyuntingan terakhir. Biasanya, masih saja ditemukan kesalahan ketik, kesalahan ejaan atau tanda baca yang hilang yang sebelumnya terlewatkan. Setelah itu, editor akan mengirimkan draft suntingan terakhir ini ke penulis untuk meminta persetujuan.

Bila kita menjadi penulis itu, sebaiknya kita membaca ulang hasil suntingan terakhir ini. Meskipun kadang terasa membosankan karena harus membaca lagi dan lagi karya tulis sendiri. Proses ini sama seperti saat kita membaca kembali tulisan kita sebelum menekan tombol publish/tayang jika kita menulis di blog.

Proofreading sebenarnya tidak masuk wilayah editing karena ini hanya koreksi akhir yang lebih hanya pada ketelitian proofreader atau pembaca pruf (cetak coba). Karena itu, proofreader atau korektor dikerjakan orang lain yang biasanya berfokus pada salah tik, salah kata, ketidakkonsistenan tipografi, dan sebagainya.

Tips menyunting tulisan secara mandiri

Di awal tadi sudah saya tuliskan, proses menyunting tulisan secara mandiri bisa dilakukan secara sederhana dan cepat. Karena tidak memakan porsi yang banyak, bagian ini sengaja saya letakkan di akhir artikel.

Ada 2 langkah yang bisa kita lakukan untuk menyunting tulisan kita. Pertama, bacalah hasil tulisan itu.

Membaca di sini bukan berarti membaca dalam hati. Tapi, bacalah dengan suara yang keluar dari mulut. Mau dibaca dengan keras, pelan, atau cukup berbisik, terserah. Yang penting ada suara yang keluar.

Gunanya apa sih?

Saat kita membaca dengan suara, kita bisa mendengar titik-titik canggung dan transisi antar kalimat yang bisa saja tidak sesuai, hilang atau terlewatkan. Atau, ada yang malu saat mendengar suara sendiri?

Kalau begitu, mintalah orang lain untuk membacakannya. Ini sama artinya dengan meminta orang tersebut menjadi editor sementara bagi tulisan kita.

Gak ada orang lain, dan malu mendengar suara sendiri? Ini sih keterlaluan namanya. Tapi tak mengapa, ada langkah terakhir yang bisa dilakukan.

Setelah selesai menulis, keluarlah dari zona nyaman tulisan kita. Berdiri, menjauh dari laptop. Seduh kopi, atau jalan-jalan keluar sebentar. Setelah itu, kita bisa membaca kembali tulisan kita, cukup dalam hati saja.

Bila kita menyelesaikan satu naskah penuh buku, ambil jeda beberapa hari atau minggu untuk membacanya kembali. Selingi dengan beberapa aktivitas di luar kegiatan menulis. Ini untuk memastikan pikiran kita sudah benar-benar keluar dari dunia imajinasi atau fakta ilmiah yang sebelumnya berjejalan di dalam.

***

Nah, itu tadi sedikit pengetahuan tentang editing dalam dunia penulisan dan tips untuk menyunting tulisan secara mandiri. Sebelum saya menancapkan papan kata tamat, saya hanya ingin mengingatkan, bahwa dengan membagi pengetahuan ini bukan berarti saya sudah ahli.

Saya selalu percaya, setiap penulis, setiap editor atau jenis keahlian apapun memiliki cara-cara tersendiri dalam proses kreatifnya. Ambil yang baik, tinggalkan yang tidak sesuai. Terima kasih, dan semoga bermanfaat.

*Catatan tambahan: tulisan dengan font Italic dan berwarna ungu tambahan dan koreksi dari pak Bambang Trim. Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun