Nah, ketika kita mengalami writer block, paceklik ide, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama? Tak ada yang salah dengan cara ini. Kita tidak plagiat, hanya merangkum atau meringkas tulisan orang lain. Tentu saja dengan gaya bahasa kita sendiri.
Untuk bisa melakukan jurus jitu yang kedua ini, syarat utamanya adalah harus banyak membaca. Pilih beberapa artikel yang tampaknya bermanfaat bagi kita, atau pilih beberapa artikel favorit yang pernah kita baca di masa lalu. Mulailah merumuskan butir-butir yang menyoroti ide-ide kunci, tema, dan pemikiran dari tulisan itu.
Kemudian, masukkan poin-poin ini bersama-sama untuk membuat paragraf penuh, menghubungkan ide dari satu artikel yang kita baca ke artikel yang lain. Dan setidaknya tambahkan beberapa ide orisinal kita. Tapi yang terakhir ini tidak mutlak, tak perlu memaksakan diri.
Di Kompasiana, ada fitur "Tanggapi dengan Artikel" yang terletak di bagian kanan bawah pada setiap artikel yang dimuat. Ini serupa dengan inti dari jurus jitu kedua yang saya maksudkan. Kita mungkin belum memiliki ide orisinal, tapi kita bisa memakai ide orang lain untuk menelurkan kreativitas menulis kita. Tidak ada yang salah, karena, sekali lagi, kita tidak menjiplak atau memplagiasi artikel yang kita baca tersebut.
Artikel saya yang berjudul "Memang Benar Kata Prabowo, 55% Rakyat Indonesia Buta Huruf Fungsional" merupakan ringkasan dari artikel yang ada di Tirto.id. Penulisnya, Frendy Kurniawan, menyoroti sumber data yang digunakan Prabowo saat pidato di acara Indonesia Economic Forum. Artikel ini kemudian saya ambil poin-poin pentingnya, dan saya tambahkan ide baru yang tidak ada di artikel asli, yakni pengertian buta huruf fungsional. Dan sim salabim, jadilah sebuah artikel baru meski idenya tidak orisinal.
Kolumnis dan pemerhati politik dan media, Hersubeno Arief juga melakukan hal yang serupa. Dalam artikel "Aksi 'Bunuh Diri Massal' Pers Indonesia" yang dimuat di situs Kumparan dan situs pribadinya, Hersubeno Arief mengambil poin-poin penting dari artikel Tirto.id. Kemudian dia menambahkan ide-ide baru dengan sudut pandang ulasan yang berbeda, lebih menyoroti masalah hiper partisan dari media massa Indonesia.
Kita bisa juga meringkas berbagai jurnal-jurnal ilmiah yang bertebaran di dunia maya. Ambil poin-poin penting dari hasil penelitian mereka. Kemudian rangkum/ringkas  hasil penelitian itu menjadi sebuah artikel yang lebih populer, lepas dari berbagai istilah-istilah ilmiah yang bisa memusingkan pembaca.
3. Mengulas Artikel Sendiri atau Orang Lain
Dulu Kompasiana pernah mengadakan event blog competition memilih dan mengulas lima artikel favorit dari Kompasianer, dalam satu tema yang sama. Kita juga bisa melakukan hal yang serupa.
Misalnya, kita bisa memilih dan mengulas artikel di Kompasiana yang bertema kuliner. Berikan ulasan yang jujur. Mulailah untuk membentuk beberapa kalimat tentang suka, tidak suka, pertanyaan yang mungkin kita miliki, hal-hal yang masih membingungkan dari artikel itu , dan hal-hal lain yang mungkin kita rasakan berbeda. Rumuskan ini menjadi sebuah ulasan yang lengkap.
Jika tidak ingin mengulas artikel milik orang lain, berikan ulasan pada artikel kita sendiri. Setelah membuat sebuah tulisan, kita mungkin berpikir ini adalah tulisan yang terbaik. Benarkah?
Coba baca lagi tulisan-tulisan terbaik yang pernah kita buat. Apa yang kita rasakan saat membaca ulang tulisan tersebut? Masih tetap suka dan menganggapnya terbaik, atau ternyata kita menemukan sebuah kekurangan? Hal-hal semacam ini bisa kita jadikan sebuah tulisan tersendiri.