Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Empat Jurus Jitu Tetap Bisa Menulis Meski Ide Tak Kunjung Datang

1 Desember 2018   05:05 Diperbarui: 2 Desember 2018   13:06 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (unsplash.com/@kellybrito)

Sekali waktu mungkin kita pernah mengalami apa yang disebut writer block. Menurut wikipedia, ini adalah kondisi, terutama terkait dengan menulis, di mana seorang penulis kehilangan kemampuan untuk menghasilkan karya baru, atau mengalami perlambatan kreatifitas. Kondisi ini berkisar dalam kesulitan dari munculnya ide-ide asli hingga tidak dapat menghasilkan karya sama sekali.

Gambaran sederhananya; saat kita menghadap layar laptop dan jari sudah menempel di papan ketik, pikiran kita malah kosong. Padahal tadi ada ide-ide yang melintas. Tapi saat sudah siap dituliskan, entah mengapa semua ide tersebut tiba-tiba menguap hilang entah kemana. Tidak ada yang bisa dituliskan sama sekali.

Ini adalah kondisi yang memprihatinkan, terutama bagi kita yang punya target menulis setiap hari. Tapi jangan khawatir. Tak usah galau dan merasa diri kita sedang mengalami degradasi kreativitas. Ingatlah, banyak jalan menuju Roma.

Bila kita sedang mengalami hal semacam itu, lakukan beberapa jurus jitu berikut ini supaya kita masih tetap bisa menulis meski ide tak kunjung datang. Setiap penulis mungkin memiliki tips dan cara yang berbeda. Tapi jurus yang sudah saya praktekkan ini bisa dibilang lebih manjur. Apa saja jurus jitunya?

1. Menulis ulang atau mengedit artikel lama

Jurus jitu yang pertama adalah menulis ulang atau mengedit artikel-artikel lama. Lihatlah tulisan-tulisan yang telah kita kerjakan di masa lalu. Saya yakin tak ada satu pun yang bernilai sempurna. Pasti ada satu cacat, entah itu pemilihan diksi yang buruk, struktur kalimat yang salah, hingga penempatan tanda koma, titik dua, atau tanda kutip yang tidak tepat.

Bacalah sekali lagi tulisan-tulisan lama itu. Pilih mana yang sesuai atau cocok dan aktual dengan isu-isu terkini. Perbaiki kalimat di sini, tambahkan koma di sana. Sedikit demi sedikit mengerjakan ulang artikel lama tersebut menjadi sesuatu yang serupa, tetapi juga baru dan segar.

Tuliskan artikel lama itu secara harfiah lagi. Kata demi kata, kalimat demi kalimat. Rekonstruksi bagian asli sehingga menyerupai karya asli, tetapi itu tidak persis sama. Cobalah untuk menambahkan beberapa ide baru jika kita bisa.

Saya melakukan hal ini ketika menulis artikel Menikmati Keindahan Sunyi Danau Sentani. Artikel ini sebenarnya sudah lama saya tulis dan saya muat di blog dan laman Facebook pribadi. Tapi dengan sudut pandang dan judul yang berbeda.

Dua tahun ini saya memang jarang pergi berlibur. Karena itu, ketika ada tantangan untuk menulis tempat wisata yang unik, saya bingung mau nulis apa? Akhirnya saya ingat pernah menuliskan pengalaman menyusuri Danau Sentani, tiga tahun yang lalu.

Lalu saya baca lagi artikel lama tersebut. Saya tulis ulang dengan sudut pandang orang pertama dengan kata ganti Aku. Tentu saja judulnya pun sama sekali berbeda. Dan voila, jadilah sebuah tulisan baru yang segar, tapi tulisan aslinya sebenarnya sudah kadaluarsa, hehehe.

2. Meringkas atau menanggapi tulisan orang lain

Jurus jitu yang kedua adalah dengan meringkas atau merangkum tulisan-tulisan orang lain. Waktu kita sekolah dulu, kita mungkin pernah ditugaskan guru untuk merangkum atau meringkas sebuah tulisan. Entah itu berita atau cerita pendek.

Nah, ketika kita mengalami writer block, paceklik ide, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama? Tak ada yang salah dengan cara ini. Kita tidak plagiat, hanya merangkum atau meringkas tulisan orang lain. Tentu saja dengan gaya bahasa kita sendiri.

Untuk bisa melakukan jurus jitu yang kedua ini, syarat utamanya adalah harus banyak membaca. Pilih beberapa artikel yang tampaknya bermanfaat bagi kita, atau pilih beberapa artikel favorit yang pernah kita baca di masa lalu. Mulailah merumuskan butir-butir yang menyoroti ide-ide kunci, tema, dan pemikiran dari tulisan itu.

Kemudian, masukkan poin-poin ini bersama-sama untuk membuat paragraf penuh, menghubungkan ide dari satu artikel yang kita baca ke artikel yang lain. Dan setidaknya tambahkan beberapa ide orisinal kita. Tapi yang terakhir ini tidak mutlak, tak perlu memaksakan diri.

Di Kompasiana, ada fitur "Tanggapi dengan Artikel" yang terletak di bagian kanan bawah pada setiap artikel yang dimuat. Ini serupa dengan inti dari jurus jitu kedua yang saya maksudkan. Kita mungkin belum memiliki ide orisinal, tapi kita bisa memakai ide orang lain untuk menelurkan kreativitas menulis kita. Tidak ada yang salah, karena, sekali lagi, kita tidak menjiplak atau memplagiasi artikel yang kita baca tersebut.

Artikel saya yang berjudul "Memang Benar Kata Prabowo, 55% Rakyat Indonesia Buta Huruf Fungsional" merupakan ringkasan dari artikel yang ada di Tirto.id. Penulisnya, Frendy Kurniawan, menyoroti sumber data yang digunakan Prabowo saat pidato di acara Indonesia Economic Forum. Artikel ini kemudian saya ambil poin-poin pentingnya, dan saya tambahkan ide baru yang tidak ada di artikel asli, yakni pengertian buta huruf fungsional. Dan sim salabim, jadilah sebuah artikel baru meski idenya tidak orisinal.

Kolumnis dan pemerhati politik dan media, Hersubeno Arief juga melakukan hal yang serupa. Dalam artikel "Aksi 'Bunuh Diri Massal' Pers Indonesia" yang dimuat di situs Kumparan dan situs pribadinya, Hersubeno Arief mengambil poin-poin penting dari artikel Tirto.id. Kemudian dia menambahkan ide-ide baru dengan sudut pandang ulasan yang berbeda, lebih menyoroti masalah hiper partisan dari media massa Indonesia.

Kita bisa juga meringkas berbagai jurnal-jurnal ilmiah yang bertebaran di dunia maya. Ambil poin-poin penting dari hasil penelitian mereka. Kemudian rangkum/ringkas  hasil penelitian itu menjadi sebuah artikel yang lebih populer, lepas dari berbagai istilah-istilah ilmiah yang bisa memusingkan pembaca.

3. Mengulas Artikel Sendiri atau Orang Lain

Dulu Kompasiana pernah mengadakan event blog competition memilih dan mengulas lima artikel favorit dari Kompasianer, dalam satu tema yang sama. Kita juga bisa melakukan hal yang serupa.

Misalnya, kita bisa memilih dan mengulas artikel di Kompasiana yang bertema kuliner. Berikan ulasan yang jujur. Mulailah untuk membentuk beberapa kalimat tentang suka, tidak suka, pertanyaan yang mungkin kita miliki, hal-hal yang masih membingungkan dari artikel itu , dan hal-hal lain yang mungkin kita rasakan berbeda. Rumuskan ini menjadi sebuah ulasan yang lengkap.

Jika tidak ingin mengulas artikel milik orang lain, berikan ulasan pada artikel kita sendiri. Setelah membuat sebuah tulisan, kita mungkin berpikir ini adalah tulisan yang terbaik. Benarkah?

Coba baca lagi tulisan-tulisan terbaik yang pernah kita buat. Apa yang kita rasakan saat membaca ulang tulisan tersebut? Masih tetap suka dan menganggapnya terbaik, atau ternyata kita menemukan sebuah kekurangan? Hal-hal semacam ini bisa kita jadikan sebuah tulisan tersendiri.

Terus terang, saya belum menjumpai hal semacam ini, termasuk saya pribadi. Eh, ada sih, cuma saya lupa siapa Kompasianer tersebut. Dia mengulas artikelnya sendiri di Kompasiana yang sudah diterbitkannya dalam versi buku cetak! (kalau ada yang tahu siapa nama Kompasianer tersebut, sampaikan apresiasi saya).

4. Alih bahasa atau menyadur artikel berbahasa asing

Ini adalah jurus jitu yang paling mudah dilakukan, dan terus terang sering saya lakukan. Di internet, tersebar milyaran tulisan berkualitas dalam bahasa asing. Kita bisa memilih satu diantaranya, kemudian menyadurnya atau menterjemahkannya dalam Bahasa Indonesia. Tak perlu malu atau sungkan. Banyak situs-situs lain dan bahkan media massa juga melakukan hal ini.

Bagaimana bila kita tidak bisa atau tidak mengerti bahasa asing? My English is just little-little?

Hey, kamu pikir untuk apa Google Translate dibuat? Tentu saja untuk memudahkan kita yang bahasa asingnya medioker banget ini. Copy Paste isi artikel berbahasa asing itu, taruh di kolom Google Translate, kemudian klik tombol Terjemahkan. Itu saja?

Tidak semudah itu, Rudolfo. Jangan meng-Copy Paste begitu saja hasil terjemahan dari Google Translate. Berusahalah untuk kreatif sedikit. Caranya, tulis ulang hasil terjemahan itu dalam gaya bahasamu sendiri. Dengan catatan dan jangan sampai lupa: Cantumkan sumber aslinya.

***

Nah, itulah empat jurus jitu supaya kita tetap bisa menulis saat dalam kondisi writer block, atau ketika ide tak kunjung datang. Ada sebuah adagium berbahasa Inggris, 

"Consumption is often the precursor to originality". 

Artinya secara harfiah, konsumsi itu seringkali mendahului orisinalitas.

Bagi saya, tak ada ide yang benar-benar orisinal, kecuali ide Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Setiap ide seringkali berasal atau terinspirasi dari ide lain. Entah karena hasil dari apa yang kita baca, yang kita alami, atau hasil dari kejadian alam di sekitar kita.

Sir Isaac Newton mendapat ide dan menciptakan Hukum Gerak Newton dari kejadian jatuhnya buah apel. Napoleon Bonaparte, Hitler, hingga Lenin mendapatkan ide kekuasaan diktator mereka dari bukunya Niccolo Machiavelli. Dan masih banyak contoh lainnya.

Jadi, jangan pernah menyerah dan mengatakan, "Saya tak tahu apa yang harus saya tulis!" Karena selalu ada sesuatu yang bisa kita tuliskan hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun