Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tentang Perda Syariah, Grace Natalie Seharusnya Memahami Hal Ini

20 November 2018   22:54 Diperbarui: 21 November 2018   15:52 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti Perda Provinsi Sumatera Barat nomor 3 tahun 2007 tentang Pendidikan Al Qur'an, Perda Provinsi Gorontalo nomor 10 tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat, Perda Kabupaten Ciamis nomor 12 tahun 2002 tentang Pemberantasan Pelacuran, Perda Kota Palembang nomor 2 tahun 2004 tentang Pemberantasan Pelacuran, dan Perda Kabupaten Serang nomor 5 tahun 2006 tentang Penanggulangan Penyakit Masyarakat.

Adanya perda-perda yang bernuansa Islam seperti yang disebutkan di atas didasarkan pada fakta bahwa agama Islam adalah mayoritas di daerah tersebut. Wajar apabila kemudian pemerintah daerah setempat membuat peraturan daerah yang bertujuan untuk melindungi dan mengakomodasi kebutuhan warga mayoritas tersebut. Namun, hal ini semestinya tidak bisa dipandang dari sudut sempit bahwa perda semacam itu menghalangi hak warga yang beragama minoritas.

Di luar perda-perda bernuansa agama Islam, ada beberapa daerah yang juga menerapkan perda berdasarkan agama mayoritas yang dipeluk warga setempat. Seperti Perda Provinsi Bali nomor 5 tahun 2005 yang bernuansa agama Hindu Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Perda tersebut berisi tentang aturan tinggi bangunan gedung yang tidak boleh melebihi tinggi Pura yang ada di Bali.

Begitu pula dengan Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Sejak tahun 2006 pemerintah daerah Manokwari membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Injil tentang Pembinaan Mental dan Spiritual, sesuai dengan mayoritas agama penduduk setempat yakni Kristen. Meskipun hingga saat ini Raperda tersebut belum juga disahkan lantaran masih menuai polemik internal.

Apakah perda-perda bernuansa agama itu menghalangi hak ibadah warga lain yang berbeda agama? Tidak. Apa yang dikemukakan PSI perihal penolakan mereka terhadap perda berbasis agama ini hanya karena mereka memandang dari satu sisi yang sempit.

Grace menilai Perda bernuansa agama diskriminatif hanya didasarkan pada data yang pernah dirilis Komisi Nasional (Komnas) Anti-Kekerasan terhadap Perempuan bahwa ada 421 peraturan daerah di Indonesia, masuk kategori diskriminatif. Dari 421 perda tersebut, 333 perda hanya ditujukan pada kaum perempuan.

"Itu artinya hampir 80 persen menyasar kaum perempuan, membatasi perempuan beraktivitas dengan menerapkan jam malam, dengan siapa mereka bisa beraktivitas kemudian larangan-larangan atau aturan terkait dengan berpakaian dan sebagainya," urainya seperti dikutip dari Kompas.

Dari apa yang diungkapkannya tersebut, Grace sepertinya tidak bisa melihat fakta bahwa perda yang dianggapnya diskriminatif tersebut justru dimaksudkan untuk melindungi kaum perempuan, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam sebagai agama mayoritas di daerah tersebut. Pandangan seperti itu terbentuk akibat sugesti bahwa syariat Islam menghalangi kebebasan aktivitas kaum perempuan.

Grace juga tidak bisa melihat fakta bahwa ada beberapa perda agama lain yang juga memiliki implikasi pembatasan aktivitas warga minoritas. Sebagai perbandingan, kita bisa melihat proses perayaan Nyepi di Bali. 

Pada saat itu, semua warga, baik yang beragama Hindu atau bukan, diwajibkan taat pada peraturan daerah setempat bahwa tidak diperbolehkan beraktivitas di luar rumah selama Nyepi berlangsung. Apakah hal ini diskriminatif? Tidak, kecuali kita memandangnya dari sudut sempit.

Yang terjadi adalah, warga non Hindu menghormati peraturan tersebut. Inilah yang dinamakan kearifan lokal. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Jika warga non Hindu bisa menghargai perda bernuansa agama Hindu, memperlakukannya sebagai bentuk toleransi antar umat beragama, mengapa umat non Islam tidak bisa melihat perda syariah pada sudut pandang yang sama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun