Serta Extra Ordinary Congress yang diselenggarakan atas permintaan Exco atau 2/3 anggota PSSI sebagaimana pasal dan ayat berikut:
Article 31 Extraordinary Congress
(1) The Executive Committee may convene an Extraordinary Congress
at any time.
Berhubung PSSI sudah melaksanakan Kongres Tahunan di Palangkaraya, maka seyogyanya kongres yang diminta oleh TF AFC nanti pun diberi label Kongres Luar Biasa. Karena yang meminta/penyelenggara KLB adalah Komite Gabungan, maka kewajiban dari Komite Gabungan untuk menyusun agendanya. Penyusunan agenda kongres dilakukan sebelum kongres digelar.
Pasal selanjutnya tentang kongres luar biasa dalam statuta menjelaskan bahwa agenda KLB tidak bisa diubah. Jika nanti ternyata di KLB meski ada 2/3 anggota yang meminta agenda diluar yang sudah ditetapkan, sama saja artinya menabrak statuta.
3. Peserta Kongres
Memang sudah tertulis dalam MoU tersebut bahwa peserta kongres nanti mengacu pada peserta yang sah dari Kongres Solo. Makna dari peserta kongres ini bukanlah secara personal orang yang menghadiri, tapi lebih mengacu pada komposisi. Jadi, komposisi peserta kongres nanti harus sama dengan komposisi peserta saat Kongres Solo 9 Juli 2011. Jika pada kongres Solo dihadiri oleh 101 peserta dan pemilik suara sah, maka pada kongres September nanti pun harus sama.
Kemudian, saya ingin menekankan kata 'yang sah'. Karena itulah kemudian dalam MoU tersebut dilanjutkan dengan kalimat "verifikasi dari peserta........'. Sebagaimana dalam tulisan saya sebelumnya, disinilah akan terjadi tarik ulur kepentingan antara PSSI dan KPSI di Komite Gabungan perihal 'peserta yang sah'. Karena itu, diharapkan TF AFC bisa bertindak sebagai wasit dan hakim yang bisa memutuskan dengan tegas dan tepat mengenai keabsahan peserta kongres nanti.
Ada satu bagian dari MoU tersebut yang bisa menegaskan bahwa KLB nanti bukanlah ajang penghakiman dan penggantian Djohar Arifin sebagai Ketua Umum PSSI. Dalam bagian 'Term / periode' secara gamblang dan jelas sudah dituliskan bahwa "Perjanjian ini berlaku sesaat ditandatangi pihak-pihak terkait dan berlaku hingga PSSI mendirikan satu-satunya kompetisi profesional tertinggi di Indonesia dan merevisi/mengadopsi statuta PSSI. Pelaksanaan tanggungjawab yang tertera di dalam MoU ini akan di awasi oleh taskforce AFC. Selain itu Komite Asosiasi FIFA juga ikut mengawasi implementasi dari MoU tersebut."
Sudah jelas kan, bahwa perjanjian tersebut hanya mengawal sampai PSSI bisa mendirikan satu liga profesional dan merevisi statuta. Tidak ada kata-kata, baik yang tersurat maupun tersirat bahwa perjanjian ini berlaku sampai PSSI mengganti pengurusnya/ketua umumnya. Apalagi disitu juga ditekankan bahwa Komite Asosiasi FIFA akan mengawasi penerapan MoU ini dengan semestinya.
Sayangnya, ternyata media mainstream pun turut serta membodohi publik dan menyebarkan kebohongan pada publik, dengan terus menerus melakukan wawancara dan dialog dengan pihak-pihak yang sengaja atau memang karena ketidak pengertiannya akan isi MoU ini. Jika mau berimbang, seharusnya media mainstream juga mengundang PSSI atau pihak kedua yang turut serta menandatangani MoU ini. Jangan cuma satu pihak yang suka melakukan pemelintiran isi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H