Mohon tunggu...
Andi Mirati Primasari
Andi Mirati Primasari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - i love reading and writing.. thanks Kompasiana, sudah menjadi langkah awal saya untuk mulai ngeblog..

Lahir dan besar di Makassar, dan saat ini menetap di Jakarta menjalani kesibukan sebagai seorang istri merangkap karyawati swasta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

No Place Could Be As Homey As Home #BahagiaDiRumah

1 Juni 2016   00:02 Diperbarui: 1 Juni 2016   00:58 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bedanya, selicin-licinnya track yang dilalui untuk tiba di rig, setidaknya kaki masih bisa digerakkan untuk berjalan. Kalau sudah bicara macetnya Jakarta, sorry to say (apalagi bila naik kendaraan umum), semua seakan stuck dan melambat begitu saja, bergantung pada kapan kendaraan yang kita tumpangi akan maju. Untuk menghadapinya, solusinya hanya pasrah dan diam, sambil sedikit berdoa: semoga gaji harian saya tidak dipotong..

Begitu terus dari hari ke harinya sampai akhirnya tibalah saat di mana saya dilanda homesick yang boleh dikata parah. Tak ada lagi yang saya inginkan saat itu kecuali pulang ke rumah orang tua saya di Makassar. Saya pikir, apa gunanya jauh-jauh mencari nafkah seperti ini bila imbasnya saya harus jauh dari orang-orang yang saya sayangi?

"Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home.."

Pucuk dicinta ulam pun tiba.. Saat stres sedang melanda itulah, Tuhan mempertemukan saya dengan soulmate (suami) saya. Mungkin Tuhan pikir saya butuh seseorang untuk jadi tempat berkeluh kesah agar saya tak merasa makin sendirian atau galau karena homesick.

Kehadirannya dalam hidup saya memang memberi warna dan semangat baru untuk menjalani hidup. Bersamanya, sendiri bukan lagi beban. Perlahan saya mulai mengartikan kesendirian sebagai ruang untuk mencari jati diri dan menebak ke mana tujuan hidup kita sebenarnya. Dan secara kebetulan, kami menyadari bahwa tujuan hidup kami sama.

Karena sudah merasa cocok, prosesnya tak memakan waktu lama hingga kami memutuskan untuk menikah di rumah keluarga saya di Makassar.

Cerita berlanjut.

Setelah menikah, saya pindah ke rumah suami saya di daerah Cipayung, Jakarta Timur. A new atmosphere. Di sana saya tinggal bertiga dengan ibu mertua. Betapa senangnya saya memiliki ibu mertua yang sangat baik dan ramah, senang bercanda. Memilikinya sebagai mertua, sama rasanya seperti ibu sendiri. Setiap saya rindu keluarga di Makassar, beliau selalu menghibur dan menenangkan saya. "Sabar..", katanya.

Pernah ada satu kejadian, tak berapa lama setelah menikah, atasan saya di kantor menugaskan saya untuk ikut kegiatan eksplorasi di Kalimantan dan menetap di sana. Karena sudah menikah, perintah bos ini tidak langsung saya iyakan, namun saya diskusikan dulu dengan suami saya.

Di luar dugaan, ternyata suami saya tidak setuju. Ia malah dengan tegas menyarankan saya resign dan mencari pekerjaan lain yang bisa stay di Jakarta, sambil mencoba untuk mendaftar kuliah S2. Inilah dilema terbesar yang pernah saya alami. Bayangkan.. Setelah 3 tahun merintis karier, haruskah saya melepasnya begitu saja?

Suami saya nampaknya membaca kegundahan saya. Namun, bukannya berubah pikiran, ia malah bermohon agar saya tak usah pindah, karena pindah berarti saya akan meninggalkannya dalam waktu lama. Saya sadar, bukan itu yang kami harapkan untuk pernikahan kami yang belum lama kami rintis ini. Ia lalu menenangkan saya dengan mengatakan bahwa ia pasti akan membantu saya mencari pekerjaan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun