Mohon tunggu...
Prayogo Bekti Utomo
Prayogo Bekti Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Anggota Bawaslu Kota Jakarta Timur

Anggota Panwaslu Provinsi DKI Jakarta Pemilu 2009 dan Tenaga Asistensi Bawaslu RI tahun 2010 - 2017.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ambiguitas Penertiban Alat Peraga Kampanye

9 Oktober 2023   07:10 Diperbarui: 9 Oktober 2023   07:54 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(2) Penempatan dan pemasangan lambang, symbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

(3) Setiap orang atau badan yang menempatkan atau memasang lambang, symbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencabut serta membersihkan sendiri setelah habis masa berlakunya.

Kemudian, Pasal 61 ayat (2) mengatur bahwa setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan terhadap Pasal 52 ayat (1) dan (3) dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat  20 (dua puluh) hari dan paling lama  90 (Sembilan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000,- dan paling banyak Rp. 30.000.000,-. Pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakan tindak pidana pelanggaran dan proses penanganannya diatur sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Selain itu, di dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No.9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame, yang dikuatkan melalui Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame bahwa diatur didalamnya terkait keberadaan Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame dengan Ketua Timnya adalah Kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta dengan pembiayaan penertiban penyelenggaraan reklame dibebankan kepada anggaran Satpol PP.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, Bawaslu Kota Jakarta Timur pun berulang kali mengalami kesulitan untuk melakukan penegakan hukum Pemilu disebabkan pelaku bukan sebagai Peserta Pemilu. Sehingga terhadap dugaan pelanggaran administratif Pemilu seperti pemasangan APK hingga tindak pidana Pemilu pun tidak bisa dijerat dengan menggunakan UU Pemilu karena belum ada penetapan DCT untuk calon anggota legislative maupun paslon presiden dan wakil presiden.

Dalam proses penanganan dugaan pelanggaran Pemilu terhadap ketentuan Pasal 79, ada dua hal yang perlu diidentifikasi pada pelaksanaan sosialisasi dan Pendidikan politik yang dilakukan partai politik peserta Pemilu, yakni pemasangan alat peraga dan metode pertemuan terbatas. Berkaitan dengan pemasangan alat peraga, KPU hanya membolehkan pemasangan alat peraga berupa bendera partai politik peserta pemilu dengan nomor urutnya. Fakta yang terjadi di lapangan adalah alat peraga yang terpasang lebih didominasi oleh spanduk, baliho hingga Videotron yang sudah mencirikan sebagai APK karena memuat visi, misi, program, foto bacaleg/bacapres dan disertai unsur ajakan untuk memilih.

Kemudian, berkaitan dengan bentuk kegiatan sosialisasi dan Pendidikan politik yang seharusnya berupa metode pertemuan terbatas dalam ruangan atau Gedung tertutup dan/atau pertemuan virtual melalui Media Daring (ketentuan pertemuan terbatas lihat pasal 29), faktanya banyak kegiatan yang melibatkan masyarakat umum dan di tempat terbuka. Kegiatan sosialisasi untuk internal partai politik sudah berubah menjadi ajang kampanye karena sudah melibatkan dan mengajak masyarakat untuk memilih mereka disertai dengan membagikan bahan kampanye dan memasang APK. 

Karena PKPU adalah suatu peraturan yang disusun oleh KPU dan berisikan tentang tata cara, prosedur, atau mekanisme teknis pelaksanaan tahapan Pemilu, maka pelanggaran terhadap PKPU merupakan pelanggaran administratif Pemilu.

Sedangkan sanksi berkaitan dengan pelanggaran adminstratif Pemilu diatur pada Pasal 461 ayat (6) Undang-Undang No.7 Tahun 2017 sebagai berikut: Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu berupa: a) perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b) teguran tertulis; c) tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu; dan d) sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Bahwa sanksi pelanggaran administratif Pemilu berdasarkan putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kab/Kota menunjukkan sanksi tersebut dikeluarkan melalui mekanisme adjudikasi atau persidangan. Sesuai dengan Pasal 36 Perbawaslu No.8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu bahwa Bawaslu, Bawaslu Provinsi,  atau Bawaslu Kab/Kota, memutus Temuan atau Laporan dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu paling lama 14 (empat belas) Hari setelah Temuan atau Laporan diregistrasi. 

Jika pelanggaran berkaitan dengan APK harus diproses secara adjudikasi, maka Bawaslu akan disibukkan dengan sekian banyak proses adjudikasi. Selain tidak efisien juga akan menguras banyak energi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun