Jatuhnya Kelas Menengah
Kelas menengah adalah yang dikategorikan orang-orang yang memiliki modal namun tidak memiliki buruh, Perbedaan kelas sosial di Indonesia berbeda dengan eropa dan juga amerika Serikat. Presiden pertama Republik Indonesia mengenalkan golongan kelas menengah sebagai seorang kapitalis yang tidak mengeksploitasi Masyarakat lainnya dan memberikan kelas menegah ini sebagai golongan Marhaen. Kelas menengah menjadi salah satu tingkatan Kelas menengah berada di antara kelas atas dan kelas bawah atau kelas pekerja. Pada abad kesembilan, kelas menengah terdiri dari kelompok borjuis yang berasal dari kelas pekerja, yang sering disebut sebagai bangsawan buruh atau borjuis kecil (Nancy K. SUHUT, 1985).
Kenaikan harga BBM telah terbukti menjadi beban bagi kehidupan ekonomi masyarakat secara keseluruhan serta bagi pengusaha di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada masyarakat sebagai konsumen akhir. Kenaikan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri menunjukkan bahwa lonjakan harga BBM yang signifikan telah menimbulkan kesulitan bagi para pelaku industri. Sektor-sektor yang memproduksi barang harus beroperasi dengan biaya yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kenaikan harga produk yang dihasilkan, bersama dengan harga BBM yang wajar. Di samping itu, kenaikan harga BBM diyakini berpengaruh terhadap biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri, mengingat semua sektor bergantung pada bahan bakar seperti premium, minyak tanah, solar, diesel, dan minyak bakar. Dengan demikian, kenaikan harga bahan bakar tersebut telah berkontribusi pada peningkatan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri (Saarah Deannisa et al., 2023).
Pada 2 tahun terakhir yaitu 2023 sampai dengan hari ini suatu kondisi pasca-pandemi yang sudah menghantam beberapa waktu ini, beberapa kondisi lain yang mengakibatkan selain daripada adanya kenaikan BBM. faktor risiko lain yang menjadi permasalahan ekonomi yaitu pandemi, tingginya suku bunga bank Bank Indonesia (BI), dan pemilihan umum (Pemilu) serentak yang terjadi. Adalah jelas bagaimana pandemi melambatkan ekonomi di Indonesia dan juga Pemilihan umum memberikan goncangan ekonomi pada pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) Indeks yang mengukur kinerja harga semua saham yang tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan Bursa Efek Indonesia mengalami perguncangan di setiap pemilu.
Dampak dari pandemi COVID-19 menyebabkan rendahnya sentimen investor terhadap pasar, yang akhirnya mendorong pasar menuju tren negatif. Namun, setelah tercapainya perjanjian fase 1 pada Januari 2020, ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Monthly Bulletin edisi Februari 2020 yang diterbitkan oleh PT. Syailendra Capital melaporkan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi ekonomi yang stabil. Selain itu, langkah-langkah strategis terkait kebijakan fiskal dan moneter diperkirakan masih memiliki ruang untuk memberikan stimulus ekonomi jika diperlukan. Namun seiring berkembangnya kasus pandemi COVID-19, pasar memang lebih berfluktuasi ke arah yang negatif.
Di Indonesia, peristiwa politik domestik berskala nasional, yaitu Pemilihan Umum Presiden, diadakan setiap lima tahun. Penelitian ini akan fokus pada kajian Pemilu Capres yang berlangsung pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 diikuti oleh tiga calon kandidat dan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009. Gambar 1 menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2009, di mana terlihat bahwa satu hari sebelum pelaksanaan pemilu terjadi kenaikan signifikan yang bertahan hingga satu hari setelah pemilu. Namun, dua hari setelah pelaksanaan pemilu, IHSG kembali mengalami penurunan.
Â
Poin terakhir yang juga menganggu ekonomi nasional adalah tingginya suku bunga bank. Suku bank Indonesia yang tinggi diakibatkan kebijakan moneter sebuah negara. Tujuan utama dari kebijakan moneter adalah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, yang tercermin melalui tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan ini, Bank Indonesia mengandalkan suku bunga kebijakan, atau BI rate, sebagai instrumen utama untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi dan mengatur inflasi. BI rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan posisi kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam praktiknya, penentuan proyeksi BI rate dilakukan dengan mempertimbangkan informasi keuangan yang ada, yang akan memengaruhi tingkat suku bunga deposito, suku bunga pasar uang, dan suku bunga kredit bank. Perubahan suku bunga ini dapat berimbas pada defisit transaksi, serta pada nilai rupiah, tingkat inflasi, investasi, dan pasar modal.
Bagi individu atau perusahaan yang mengandalkan pinjaman, kenaikan suku bunga dapat menambah beban pembayaran bunga mereka, yang berdampak pada likuiditas dan laba bersih. Jika suku bunga meningkat secara signifikan, konsumen mungkin akan lebih cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang dan jasa karena biaya pinjaman yang lebih tinggi. Ini dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat membuat investasi yang lebih aman, seperti obligasi, menjadi lebih menarik dibandingkan investasi yang lebih berisiko, sehingga mengubah preferensi nasabah dalam portofolio investasi mereka. Di sisi lain, nasabah yang memiliki tabungan atau deposito mungkin akan diuntungkan oleh kenaikan suku bunga karena mereka bisa mendapatkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk simpanan atau investasi mereka. Namun, kenaikan suku bunga juga dapat meningkatkan risiko kredit macet karena pembayaran pinjaman menjadi lebih mahal, yang berpotensi memengaruhi nasabah yang sedang menghadapi kesulitan finansial. Penting untuk dicatat bahwa dampak dari kenaikan suku bunga dapat bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, termasuk tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan fiskal yang diterapkan(Margaret Pangaribuan et al., 2024).