Mohon tunggu...
Milenial Indonesia Lampung
Milenial Indonesia Lampung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Komunitas

Komunitas Ultra Nasionalis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Indonesia dalam Perbudakan Energi

14 Oktober 2024   22:30 Diperbarui: 14 Oktober 2024   22:53 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 7 Grafik Harga BBM (Pertalite) dan Inflasi di Indonesia Tahun 2018-2022 (Badan Pusat Statistik, 2023)
Gambar 7 Grafik Harga BBM (Pertalite) dan Inflasi di Indonesia Tahun 2018-2022 (Badan Pusat Statistik, 2023)
Dampak langsung bagi masyarakat terhadap kenaikan BBM menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk, karena harga-harga barang semakin melambung. Akibatnya, banyak orang cenderung lebih memilih untuk membuat barang sendiri atau membeli dari luar negeri, terutama dari Cina, yang menawarkan harga lebih murah. Berbagai platform kini menawarkan kebutuhan dengan harga yang lebih kompetitif, sementara barang-barang dalam negeri semakin mahal. Selain itu, tarif transportasi umum juga ikut meningkat akibat kenaikan harga BBM. Masyarakat yang biasanya menggunakan transportasi umum beralih karena dianggap lebih ekonomis dibandingkan kendaraan pribadi, tetapi kini tarif tersebut juga naik. Hal ini menyulitkan mobilitas masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk berangkat ke tempat kerja atau sekolah. Dengan demikian, kenaikan harga BBM berdampak luas pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat di Indonesia (Tambunan et al., 2022).

Jatuhnya Kelas Menengah

Kelas menengah adalah yang dikategorikan orang-orang yang memiliki modal namun tidak memiliki buruh, Perbedaan kelas sosial di Indonesia berbeda dengan eropa dan juga amerika Serikat. Presiden pertama Republik Indonesia mengenalkan golongan kelas menengah sebagai seorang kapitalis yang tidak mengeksploitasi Masyarakat lainnya dan memberikan kelas menegah ini sebagai golongan Marhaen. Kelas menengah menjadi salah satu tingkatan Kelas menengah berada di antara kelas atas dan kelas bawah atau kelas pekerja. Pada abad kesembilan, kelas menengah terdiri dari kelompok borjuis yang berasal dari kelas pekerja, yang sering disebut sebagai bangsawan buruh atau borjuis kecil (Nancy K. SUHUT, 1985).

Kenaikan harga BBM telah terbukti menjadi beban bagi kehidupan ekonomi masyarakat secara keseluruhan serta bagi pengusaha di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada masyarakat sebagai konsumen akhir. Kenaikan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri menunjukkan bahwa lonjakan harga BBM yang signifikan telah menimbulkan kesulitan bagi para pelaku industri. Sektor-sektor yang memproduksi barang harus beroperasi dengan biaya yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kenaikan harga produk yang dihasilkan, bersama dengan harga BBM yang wajar. Di samping itu, kenaikan harga BBM diyakini berpengaruh terhadap biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri, mengingat semua sektor bergantung pada bahan bakar seperti premium, minyak tanah, solar, diesel, dan minyak bakar. Dengan demikian, kenaikan harga bahan bakar tersebut telah berkontribusi pada peningkatan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri (Saarah Deannisa et al., 2023).

Pada 2 tahun terakhir yaitu 2023 sampai dengan hari ini suatu kondisi pasca-pandemi yang sudah menghantam beberapa waktu ini, beberapa kondisi lain yang mengakibatkan selain daripada adanya kenaikan BBM. faktor risiko lain yang menjadi permasalahan ekonomi yaitu pandemi, tingginya suku bunga bank Bank Indonesia (BI), dan pemilihan umum (Pemilu) serentak yang terjadi. Adalah jelas bagaimana pandemi melambatkan ekonomi di Indonesia dan juga Pemilihan umum memberikan goncangan ekonomi pada pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) Indeks yang mengukur kinerja harga semua saham yang tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan Bursa Efek Indonesia mengalami perguncangan di setiap pemilu.

Dampak dari pandemi COVID-19 menyebabkan rendahnya sentimen investor terhadap pasar, yang akhirnya mendorong pasar menuju tren negatif. Namun, setelah tercapainya perjanjian fase 1 pada Januari 2020, ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Monthly Bulletin edisi Februari 2020 yang diterbitkan oleh PT. Syailendra Capital melaporkan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi ekonomi yang stabil. Selain itu, langkah-langkah strategis terkait kebijakan fiskal dan moneter diperkirakan masih memiliki ruang untuk memberikan stimulus ekonomi jika diperlukan. Namun seiring berkembangnya kasus pandemi COVID-19, pasar memang lebih berfluktuasi ke arah yang negatif.

Gambar 8 Wabah Mempengaruhi Pasar Ekuitas dan Pasar Pendapatan Tetap
Gambar 8 Wabah Mempengaruhi Pasar Ekuitas dan Pasar Pendapatan Tetap
Pandemi COVID-19 yang naik signifikan mulai akhir Januari 2020 telah menjangkit 28.000 ribu orang. terhitung 24 Februari 2020, dicatat bahwa 79.930 manusia telah terjangkit COVID- 19 serta sebanyak 2.469 manusia dicatat tewas dalam pandemi ini. Pandemi COVID 19 juga berpengaruh signifikan terhadap obligasi dan juga pasar saham. Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap obligasi dan pasar saham dapat dilihat pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan dan obligasi pemerintah dalam 10 tahun terakhir (Dito Aditia Darma Nasution et al., 2020). Penurunan pertumbuhan penjualan ritel telah diprediksi sebelumnya oleh Syailendra Capital, yang mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi China, dengan perkiraan penurunan antara 0,5 hingga 1 persen pada kuartal I 2020. Selain itu, melambatnya kegiatan ekspor Indonesia ke China juga diperkirakan akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian nasional. Perlambatan ekonomi global ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti yang terlihat dalam analisis sensitivitas terhadap ekonomi Indonesia. Berdasarkan analisis tersebut, ditemukan bahwa penurunan 1% dalam ekonomi China akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar -0,09%. Analisis sensitivitas lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dalam ekonomi Uni Eropa akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar -0,07%, sementara dampak dari India adalah -0,02%, Jepang -0,05%, dan Amerika Serikat -0,06%. Gambaran serupa juga berlaku untuk sebagian besar komoditas, di mana setiap penurunan 10% dalam harga minyak sawit mentah (CPO) akan berdampak pada ekonomi Indonesia sebesar -0,08%, harga minyak sebesar 0,02%, dan batu bara sebesar -0,07% (Dito Aditia Darma Nasution et al., 2020). Hal lain juga yang mengguncang ekonomi Indonesia hari ini adalah pemilu itu sendiri.

Di Indonesia, peristiwa politik domestik berskala nasional, yaitu Pemilihan Umum Presiden, diadakan setiap lima tahun. Penelitian ini akan fokus pada kajian Pemilu Capres yang berlangsung pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 diikuti oleh tiga calon kandidat dan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009. Gambar 1 menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2009, di mana terlihat bahwa satu hari sebelum pelaksanaan pemilu terjadi kenaikan signifikan yang bertahan hingga satu hari setelah pemilu. Namun, dua hari setelah pelaksanaan pemilu, IHSG kembali mengalami penurunan.

 

Gambar 9 IHSG dan Perubahan Harga saham di sekitar pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 17 April 2019 (Wahyuni, 2019).
Gambar 9 IHSG dan Perubahan Harga saham di sekitar pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 17 April 2019 (Wahyuni, 2019).
Penelitian yang berfokus pada analisis reaksi pasar modal terhadap peristiwa politik dalam negeri meliputi studi tentang respons pasar modal Indonesia terhadap pengumuman kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2016. Selain itu, terdapat juga penelitian yang mengkaji perbedaan reaksi pasar sebelum dan sesudah pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7. Dalam hal ini, peristiwa pelantikan Joko Widodo tidak memberikan informasi yang signifikan bagi investor, sehingga pasar tidak menunjukkan reaksi yang berarti (Wahyuni, 2019).

Poin terakhir yang juga menganggu ekonomi nasional adalah tingginya suku bunga bank. Suku bank Indonesia yang tinggi diakibatkan kebijakan moneter sebuah negara. Tujuan utama dari kebijakan moneter adalah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, yang tercermin melalui tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan ini, Bank Indonesia mengandalkan suku bunga kebijakan, atau BI rate, sebagai instrumen utama untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi dan mengatur inflasi. BI rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan posisi kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam praktiknya, penentuan proyeksi BI rate dilakukan dengan mempertimbangkan informasi keuangan yang ada, yang akan memengaruhi tingkat suku bunga deposito, suku bunga pasar uang, dan suku bunga kredit bank. Perubahan suku bunga ini dapat berimbas pada defisit transaksi, serta pada nilai rupiah, tingkat inflasi, investasi, dan pasar modal.

Bagi individu atau perusahaan yang mengandalkan pinjaman, kenaikan suku bunga dapat menambah beban pembayaran bunga mereka, yang berdampak pada likuiditas dan laba bersih. Jika suku bunga meningkat secara signifikan, konsumen mungkin akan lebih cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang dan jasa karena biaya pinjaman yang lebih tinggi. Ini dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat membuat investasi yang lebih aman, seperti obligasi, menjadi lebih menarik dibandingkan investasi yang lebih berisiko, sehingga mengubah preferensi nasabah dalam portofolio investasi mereka. Di sisi lain, nasabah yang memiliki tabungan atau deposito mungkin akan diuntungkan oleh kenaikan suku bunga karena mereka bisa mendapatkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk simpanan atau investasi mereka. Namun, kenaikan suku bunga juga dapat meningkatkan risiko kredit macet karena pembayaran pinjaman menjadi lebih mahal, yang berpotensi memengaruhi nasabah yang sedang menghadapi kesulitan finansial. Penting untuk dicatat bahwa dampak dari kenaikan suku bunga dapat bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, termasuk tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan fiskal yang diterapkan(Margaret Pangaribuan et al., 2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun