Lawan politik Presiden Jokowi baik parpol, elit politik, cendekiawan, budayawan, terus membuat pernyataan tidak puas. Bahkan mantan Wapres Jusuf Kalla mengingatkan pemerintah bisa jatuh apabila menghadapi dua krisis sekaligus, yakni krisis politik dan ekonomi.
Nah, kini ada puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas menyuarakan Sumpah Pemuda 2.0 untuk melawan politik dinasti. Pernyataan yang mereka buat:
"[...] Menjelang Pemilu 2024, kami pun terus dipertontonkan dengan pemberangusan ruang-ruang sipil dan matinya konsepsi negara hukum.
Pemufakatan jahat para elit politik dan lembaga peradilan membuktikan bahwa kini kita bukan lagi negara hukum, melainkan negara kekuasaan, hukum diubah semulus mungkin untuk melanggengkan kekuasaan juga keluarga dan kekuasaan dipakai untuk mengubah hukum dengan seenaknya.
Masyarakat kritis di ruang-ruang sipil yang menyampaikan nalar kritisnya pun tak jarang dihadiahi dengan intimidasi, represi, dan kekerasan yang tiada habisnya oleh alat-alat negara.
Mulai hari ini, pemuda di seluruh pelosok Indonesia kembali akan bersumpah. Kami akan berjanji melakukan segala cara dan upaya demi tegaknya demokrasi, konstitusi, supremasi hukum, dan cerahnya masa depan bangsa. [...]." (selengkapnya baca di sini).
Analisis
Menurut Pendiri Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei "Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini" secara virtual, Minggu (12/11/2023), hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi akhir Oktober sampai awal November masih lumayan 75,8%, meskipun dibanding survei bulan Juni saat itu 81%.Â
Mengapa beberapa pihak terus menyerang presiden? Mengapa tidak menyerang Prabowo?
Ini disebabkan karena peran Pak Jokowi yang dinilai sebagai sentral pilpres atau king maker. Besarnya keyakinan siapapun yang didukungnya pasti menang.
Nah, kebijakan Pak Jokowi yang merestui Gibran menjadi cawapres melalui release keputusan MK membuat publik bergejolak.Â