Menjelang Pilpres 14 Februari 2024, rasanya situasi dan kondisi (sikon) politik tidak baik-baik saja. Bermunculan rasa tidak puas yang terus mengalir dengan kebijakan presiden Jokowi menyangkut sikap politik. Presiden yang masih digandrungi sebagian rakyatnya terus diserang dengan tuduhan politik dinasti.
Semula berawal dari persaingan politik, Pak Jokowi split dari kandang Banteng, diangkatnya Gibran menjadi cawapresnya Prabowo, serta keputusan MK tentang batas umur yang dituduh ada conflict of interest ketua MK, Anwar Usman, pamannya Gibran.Â
Perkembangan terakhir, setelah elit PDIP marah kepada klan Jokowi kini muncul gerakan awal mahasiswa (sumber di sini).
Dalam menilai kondisi politik dan keamanan (polkam), dari komponen sejarah intelstrat, pemerintah sebaiknya mengukur stabilitas politik bila konflik horizontal mulai mengarah (diarahkan) ke konflik vertikal. Jatuhnya kepemimpinan di Indonesia di era Presiden Soekarno, era pak Harto, era Gus Dur sebaiknya menjadi studi kasus analis intelijen on hand beliau.Â
Melihat kasus masa lalu contoh kekisruhan di Suriah, diawali dari tindakan keras kepada pemrotes oleh militer yang berlanjut menjadi perpecahan. Perang saudara Suriah adalah sebuah konflik bersenjata berbagai pihak dengan intervensi internasional.
Kerusuhan tumbuh sejak Arab Spring (protes kebangkitan dunia Arab) tahun 2011 dan meningkat ke konflik bersenjata setelah kekerasan atas protes kepada Pemerintah Presiden Bashar al-Assad yang menekan pengunduran dirinya.
Perang melibatkan pasukan diktator Bashar al-Assad, tentara pembebasan Suriah, Pasukan Demokratik Suriah, Mujahidin (termasuk Front al-Nusra), dan kelompok teroris ISIS.
Para pihak menerima dukungan besar dari aktor asing (proksi) yang dilancarkan oleh negara-negara besar regional dan dunia. Banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah.
Slogan pengunjuk rasa di dunia Arab yaitu Ash-sha`b yurid isqat an-nizam ("Rakyat ingin menumbangkan rezim ini"). Walau Bashar al-Assad, tetap kuat, tetapi negaranya porak poranda.Â
Sikon Polkam Dalam NegeriÂ
Lawan politik Presiden Jokowi baik parpol, elit politik, cendekiawan, budayawan, terus membuat pernyataan tidak puas. Bahkan mantan Wapres Jusuf Kalla mengingatkan pemerintah bisa jatuh apabila menghadapi dua krisis sekaligus, yakni krisis politik dan ekonomi.
Nah, kini ada puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas menyuarakan Sumpah Pemuda 2.0 untuk melawan politik dinasti. Pernyataan yang mereka buat:
"[...] Menjelang Pemilu 2024, kami pun terus dipertontonkan dengan pemberangusan ruang-ruang sipil dan matinya konsepsi negara hukum.
Pemufakatan jahat para elit politik dan lembaga peradilan membuktikan bahwa kini kita bukan lagi negara hukum, melainkan negara kekuasaan, hukum diubah semulus mungkin untuk melanggengkan kekuasaan juga keluarga dan kekuasaan dipakai untuk mengubah hukum dengan seenaknya.
Masyarakat kritis di ruang-ruang sipil yang menyampaikan nalar kritisnya pun tak jarang dihadiahi dengan intimidasi, represi, dan kekerasan yang tiada habisnya oleh alat-alat negara.
Mulai hari ini, pemuda di seluruh pelosok Indonesia kembali akan bersumpah. Kami akan berjanji melakukan segala cara dan upaya demi tegaknya demokrasi, konstitusi, supremasi hukum, dan cerahnya masa depan bangsa. [...]." (selengkapnya baca di sini).
Analisis
Menurut Pendiri Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei "Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini" secara virtual, Minggu (12/11/2023), hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi akhir Oktober sampai awal November masih lumayan 75,8%, meskipun dibanding survei bulan Juni saat itu 81%.Â
Mengapa beberapa pihak terus menyerang presiden? Mengapa tidak menyerang Prabowo?
Ini disebabkan karena peran Pak Jokowi yang dinilai sebagai sentral pilpres atau king maker. Besarnya keyakinan siapapun yang didukungnya pasti menang.
Nah, kebijakan Pak Jokowi yang merestui Gibran menjadi cawapres melalui release keputusan MK membuat publik bergejolak.Â
Menurut teori Sun Tzu, leadership is a matter of intelligence, trustworthiness, humaneness, courage, and sternness (kepemimpinan adalah masalah kecerdasan, kepercayaan, kemanusiaan, keberanian, dan ketegasan).
Kini terasa publik mulai luntur kepercayaan kepada pemimpin yang selama ini digandrunginya. Dimana posisi intelijen yang seharusnya memberikan analisis serta prediksi?Â
Kekuatan Pak Jokowi dengan jajaran pejabat baru yang ditatanya serta kemampuannya sebagai king maker, kini mempunyai rawan, yaitu Gibran.
Kerawanan menurut intelijen adalah kelemahan yang bila nampu dieksploitir lawan akan menyebabkan kelumpuhan bahkan bisa permanen. Bila mampu mengatasi ini, strategi serta taktiknya bisa berjalan sesuai rencana, bila tidak ini akan digulirkan menjadi masalah demokratisasi.
Sentuhan demokrasi dan HAM adalah porsi serta kata bertuah negara Barat. Mereka akan ikut campur di Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar kedua di dunia. Diprediksi akan ikut campur dalam pilpres 2024. Sudahkah ini dibaca?
Demi menang pasti ada yang mau menghamba. Bila proksi dimainkan sulit untuk menangkalnya, seberapa kuatnya aparat keamanan di belakangnya. Bashar al-Ashad kuat tidak jatuh tetapi negaranya porak poranda, PM Najib jatuh dan masuk penjara, Saddam Hussein dan Muammar Khadafi adalah contoh korban proksi.
Nah, kini saran penulis, sebaiknya Pak Jokowi melakukan pemeriksaan security, besarnya ancaman kelangsungan pemerintahannya. Mohon hati-hati Pak, semoga bangsa Indonesia selamat seperti doa bapak di makam Rasulullah.
Hormat,Â
Pray Old Soldier.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI