Mohon tunggu...
Prayitno
Prayitno Mohon Tunggu... Tentara - Blog pribadi

Marsma TNI (Purn) Prayitno.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Drone atau UAV: Sekilas Tinjauan bagi Kepentingan Militer dan Sipil

4 Desember 2022   17:36 Diperbarui: 4 Desember 2022   18:58 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan. Beberapa waktu yang lalu, beredar berita heboh tentang Panglima Garda Revolusi Iran, Jenderal Qassim Soleiman, yang tewas oleh serangan udara AS saat tiba di Bandara Internasional Baghdad, pada tanggal 3 Januari 2020, padahal ia telah beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan oleh AS dan sekutunya, namun selalu selamat dan terhindar dari maut.  

Kala itu, ia baru saja mengunjungi kelompok milisi bersenjata Syiah Irak yang didukung dan pro Iran.  Ia dan sejumlah anggota rombongan tewas oleh serangan drone bersenjata dan mematikan buatan AS.  Jelas kedaulatan wilayah udara Irak tertembus oleh wahana udara bersenjata AS.  Namun bagi AS, itu sejalan dengan kebijakan pertahanannya yakni Global Power, Global Reach and Global Vigilance dengan menyatakan dirinya sebagai Polisi Dunia.

Sejarah Drone. Kemajuan teknologi di bidang digital diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia.  Pusat Telekomunikasi dan Teknik Informasi (CTIE), Universitas Monash Australia, mengungkapkan bahwa drone ditemukan dan dikembangkan pada tanggal 18 Agustus 1849 setelah diciptakan oleh seorang insinyur Israel bernama Abraham Karem yang tinggal di AS.  Selanjutnya Badan Proyek Riset Pertahanan AS (DARPA) tertarik dan mendanai penelitian dan prototipe temuan tersebut.   

Pada November 1849, Nicolas Tesla, membuat hak paten remote control atau pengendali jarak jauh yang kemudian dijadikan dasar dari ilmu robotik kontemporer.   Selanjutnya Tesla menciptakan kapal permukaan dan balon yang dapat dikontrol dari jarak jauh.   Sejak itu, drone banyak digunakan untuk kepentingan militer. Austria diketahui menjadi negara pertama yang menggunakan drone saat menyerbu Itali pada 22 Agustus 1849.  Saat itu, drone masih berbentuk balon udara yang dilengkapi bahan peledak di dalamnya. 

Drone yang benar-benar berbentuk pesawat tanpa awak dirancang menjelang berakhirnya Perang Dunia-I.  Itu ditandai dengan Hewitt Sperry Automatic Airplane yang berhasil terbang baik dan dikendalikan dengan teknik gyroscope.  Reginald Denny, warga Inggris, memproduksi benda tersebut secara massal dan memasok kebutuhan The Royal Flying Corps yang berkembang menjadi pembuat radioplane yang kemudian menjadi drone pengamat, pengintai, intelijen dan penarget/pembunuh karena dipersenjatai.  

Majalah Fortune AS mengungkapkan bahwa dunia militer mengenal drone canggih pada tahun 1995, saat pesawat tak berawak buatan General Automics M-Q-1 Predator mulai melaksanakan kinerja mematikan. Pada 2010, pengusaha AS Parrot memperkenalkan drone yang dapat dikendalikan smartphone dengan mengusung model quadcopter yang berbaling-baling empat.  Pengusaha AS lainnya, Jeff Bezos, pemilik perusahaan raksasa Amazon, mengusulkan drone yang mampu mengantar makanan. Bahkan belum lama di sebuah negara Timur-Tengah, perusahaan China memperkenalkan drone taxi yang mampu mengangkat empat penumpang guna menghindari kemacetan lalu-lintas. Citra drone yang pada awalnya selalu melekat dengan peralatan militer kini banyak digunakan masyarakat dan masyarakat mass-media. 

Beberapa Jenis Drone. Banyak jenis drone yang beredar di dunia yang dibuat beragam negara, antara lain buatan AS yang memiliki kemampuan ISR (Intelijen, Pengamatan, Pengintaian), seperti MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper yang diduga digunakan untuk menggempur tokoh militer Iran di Irak serta Global Hawk.  Di samping itu, Turki juga telah banyak memproduksi dronenya buatan Baykar yang diminati banyak negara. Bahkan Menlu Turki, Mevlu Cavosaglo, mengatakan di Tokyo bahwa Indonesia dan Malaysia telah menyatakan ketertarikannya (28/9/2022). China juga memproduksi sejumlah jenis, di antaranya Wong Loong-II yang telah dibeli Maroko.  Sedangkan Iran menciptakan drone yang dikenal sebagai Shahed-136 dan Qods Muhajer-6.  

Rusia sebagai negara maju juga memproduksi drone Orion, Othotnik dan Hunter yang berkecepatan fantastis serta super siluman. Indonesia diketahui mendorong pembuatan drone melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dikenal dengan sebutan Elang Hitam. Namun program tersebut dihentikan dan akan dialihkan menjadi versi sipil.  Drone buatan Indonesia merupakan lintas kementerian dan lembaga, antara lain  Kemenhan, TNI (AU), PTDI, PT LEN Industri, ITB, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan BPPT (sebelum beberapa lembaga tersebut dilikuidasi dan dilebur ke dalam BRIN) dan bahkan pesawat tempur KF-21 Borame buatan bersama Korea-Indonesia akan juga dilengkapi beberapa buah drone yang, antara lain, disiapkan untuk perang udara, serangan udara-ke-darat dan pemantauan.

Drone Laut. Menyadari bahwa drone udara secanggih apapun dapat dengan mudah dilumpuhkan persenjataan anti drone, sejumlah negara memproduksi drone laut permukaan, terutama drone bawah air.  Yang menonjol pada drone permukaan air adalah Turki dengan drone anti kapal selam yang diberi nama ULAQ sebagai armed unmanned service vehicle. AS menciptakan drone (ikan) pari ciptaan Marita Ray, sedangkan Rusia mencuptakan sejumlah drone sebagai sarana peninjau depan bagi kapal-kapal selamnya yang membuatnya imun dari serangan mendadak. Di sisi lain, Indonesia telah menemukan sejumlah sea glider jenis UUV (Unmanned Underwater Vehicle) yang ditemukan di tiga wilayah perairan berbeda, yakni di dekat perairan Laut China Selatan, di perairan Jawa-Timur dan di perairan Pulau Selayar, Sulsel.  Diduga sea glider tersebut buatan sebuah negara besar di utara Indonesia yang dinilai kerap ingin mengetahui kekayaan alam bawah air RI sebagai anugerah Tuhan YMK.

Manfaat Drone Bagi Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara Kepulauan yang telah diakui dan disahkan PBB dengan UNCLOS 1982. Dengan wilayah geografis yang didominasi perairan, maka Center of Gravity (CoG) pertahanan RI pada dasarnya membutuhkan pertahananan laut yang kuat sesuai Doktrin Pertahanan Defensif Aktif yang dianutnya. Keterbatasan Alutsista perlu disiasati dengan penggunaan drone dalam beragam fungsi baik sebagai intelijen, pengamatan, pengintaian dan sekaligus sebagai wahana bersenjata baik dari udara maupun di bawah air. Pada tahapan suatu operasi militer dikenal pengerahan pesawat taktis bersenjata sebagai pengamat aju. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun