Tradisi mengulang kembali ajaran Buddha dari ingatan sudah dimulai beberapa bulan setelah Buddha parinivirvana, yaitu persisnya saat Sidang Sangha Pertama di Rajagrha, yang dihadiri oleh 500 arahat.
Menurut catatan dari Vaibhashika, salah satu dari 18 sub sekte ajaran Buddha yang sempat berkembang di masa itu, tiga arahat mengulang kembali semua ajaran Buddha, yaitu Ananda mengulang Sutra, Upali mengulang Vinaya dan Mahakashyapa mengulang abhidharma. Ketiga ajaran inilah yang kemudian disebut sebagai Kumpulan yang Menyerupai Tiga Keranjang, atau Tripitaka. Menurut Vaibhashika, tidak semua ajaran abhidharma dari Buddha dilafalkan di sidang ini. Ada beberapa yang dilafalkan di luar sidang ini dan ditambahkan kemudian.
Akan tetapi, menurut Sautrantika, salah satu dari 18 sub sekte ajaran Buddha juga, ajaran abhidharma ini bahkan sama sekali bukanlah ajaran langsung dari Buddha. Ketujuh teks abhidharma yang terdapat di dalam Abhidharma Pitaka ini adalah ditulis secara terpisah oleh tujuh orang arahat.
Sidang Sangha Kedua
Sidang Sangha Kedua diadakan oleh 700 orang biksu di Vaishali. Ada yang mencatat bahwa sidang ini terjadi pada 386 SM, namun ada juga yang mencatat 376 SM. Tujuan utama sidang ini adalah untuk membahas sepuluh topik yang menjadi perdebatan di kalangan biksu saat itu, khususnya terkait vinaya.
Berdasarkan catatan dari pihak Theravada, perpecahan pertama di tubuh komunitas monastik ini adalah terjadi di sidang ini. Sekelompok biksu yang tidak setuju terhadap hasil keputusan sidang, meninggalkan sidang dan disebut sebagai Mahasangika (yang artinya kelompok mayoritas). Sedangkan sisanya, kemudian dikenal sebagai Theravada (yang artinya pengikut ajaran tetua).
Akan tetapi berdasarkan catatan lain, perpecahan di tubuh Sangha barulah terjadi di 349 SM dan permasalahannya bukanlah disebabkan oleh vinaya, akan tetapi lebih karena perbedaan pandangan filosofis. Perbedaan pendapat tersebut adalah terkait kemampuan seorang arahat, apakah terbatas atau tidak. Kelompok Theravada berpendapat bahwa arahat sudahlah suci dan bebas dari semua klesha (kekotoran batin), namun kelompok Mahasangika berpendapat bahwa arahat masih memiliki sisa-sisa klesha yang sangat halus dan ini yang membedakan antara seorang arahat dengan seorang Samyak Sambuddha yang sudah benar-benar sempurna.
Selanjutnya, kelompok Theravada bergerak ke sisi barat dari India Utara sedangkan kelompok Mahasangika bergerak ke sisi timur dari India Utara dan kemudian juga menyebar hingga ke sisi timur dari India Selatan, yang bernama Andhra. Paham Mahayana, dipercaya adalah berkembang dimulai dari daerah Andhra ini. Para cendekiawan cenderung berpendapat bahwa Mahasangika adalah cikal bakal dari paham Mahayana.
Sidang Sangha Ketiga
Di tahun 322 SM, Dinasti Maurya berdiri di bagian tengah dari India Utara, atau dulunya dikenal dengan nama Magadha, kampung halamannya Buddhisme. Dinasti ini berkembang pesat dan mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Raja Ashoka (268-232 SM).
Semasa pemerintahan Raja Ashoka, tepatnya di tahun 237 SM, sebuah kelompok dengan nama Sarvastivada juga memecahkan diri dari Theravada, disebabkan oleh beberapa perbedaan pandangan filosofis.