Mohon tunggu...
Pratiwi Wulan Sari
Pratiwi Wulan Sari Mohon Tunggu... lainnya -

seorang TKW yang saat ini tengah berdiam di bawah naungan langit Hong Kong. Sedang belajar bagaimana cara menulis dengan baik dan benar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Aurora (Sebuah Cerpen)

29 September 2013   14:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat selesai mendandaninya tiba-tiba saja dengan lugas dia utarakan perasaannya kepadaku.

“aku menyayangimu Lim, melebihi rasa sayang seorang saudara, bahkan cinta seorang kekasih sekalipun. Aku menyayangimu sebagai bagian dari diriku, kau adalah jiwa yang terpisah dari dalam organ tubuhku. Adakah rasa sayang ini mendapatkan balasan sepatutnya darimu?” sambil berkata demikian wajah Murni begitu dekat menghadap kearahku.

Melihatnya dalam kedekatan yang nyaris tanpa jarak begitu, bahkan aku bisa melihat detil riasan yang kupoleskan di wajah ayunya, aku jadi terseret oleh magnet yang seolah bersumber dari dalam tubuhnya. Aku seperti sedang berhadapan dengan dewi Aphrodite, tidak bisa menolak daya magis kecantikannya, sehingga laki-laki impoten sekalipun akan di buat sembuh seketika olehnya dengan letupan gairah menggebu-gebu saat melihat paras ayu Murni saat itu.

Untuk pertama kalinya kemudian aku mengalami apa yang sepatutnya dialami oleh seorang laki-laki. Wajahku memanas, dan kurasakan cairah darahku mengalir ke bagian bawah tubuhku, berpusat disana membuat ketegangan diantara kedua lututku.

Yang terjadi kemudian begitu membingungkan dan membuatku gelagapan, aku gembira atas ungkapan kasih sayang darinya. Sifat dan perilakunya melampaui batas usianya sendiri yang sejatinya masih empat belas tahun. Aku tahu kami berdua gemetaran saat itu, bahkan aku sudah mulai tidak tahan untuk segera berlari ke wc. Tapi sorot mata Murni mencegatku, dia inginkan jawaban dariku. Kemudian dengan suara bergetar dan terbata-bata kupenuhi maunya.

“Mur, kaupun tahu aku tidak akan sanggup melalui semua ini tanpamu. Kau dewi pelindungku, dan aku berjalan selalu seperti bayangan di belakangmu. Bahkan kupikir kau lebih berkuasa atas diriku. Tapi tidakkah kau takut orang-orang akan memandang remeh kepadamu juga? Kau sudah menegaskan bahwa aku adalah bagianmu, maka akupun begitu, kau pantas mendapatkan lebih dari sekedar balasan dariku, sebuah pengabdian.” Kujawab pertanyaannya sambil meneteskan air mata, ah aku malu. Untuk pertama kalinya aku merasa malu telah menangis di hadapannya.

Sejak itu aku tahu duniaku berpaut dengan dunianya, kami benar-benar seperti dua potongan puzzle yang saling melengkapi. Murni menerima segala celoteh keperempuananku, semakin erat mendekapku sebagai dewi pelindung yang selalu siap setiap saat aku membutuhkannya. Dan aku sendiri begitu sangat memujanya. Kecantikannya sangat kupuja, meski di saat bersamaan kucemburui juga dengan kadar tak terhingga. Ada sensasi aneh yang kurasakan tiap kali memandang wajah ayunya: antara ingin memiliki dan mengabadikannya.

***

“Dia pergi sudah sebulan ini. Entah Lim, tidak ada yang tahu kemana perginya?!” Haryo berulang kali mengelap pelipisnya dengan sapu tangan bersulam bunga tulip yang sedari tadi digenggamnya dengan erat itu, mungkin pemberian perempuannya.

Aku jadi ingin tertawa saat teringat betapa dulu sering sekali dia mengolok-olokku karena selalu membawa-bawa sapu tangan merah muda pemberian Murni. Kini aku tahu, hal itu ternyata lebih karena rasa cemburunya atas perlakuan Murni terhadapku.

Dari gelagatnya aku tahu dia menyembunyikan sesuatu. Tidak mungkin Murni tiba-tiba hilang begitu saja tanpa seorangpun mengkhawatirkan keberadaannya, kecuali aku tentu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun