3. Peta proyeksi genangan banjir
Simulasi perambatan banjir dalam berbagai skenario iklim dilakukan dengan menggunakan model RRI yang telah dikalibrasi. Dengan menggunakan analisis frekuensi historis. Penentuan periode ulang 100 tahun dipandu oleh prinsip bahwa skenario perubahan iklim terendah sekalipun harus melampaui penggenangan pada skenario historis. Hal ini menunjukan bahwa dengan kemungkinan yang lebih besar, skenario iklim dapat melebihi kejadian curah hujan ekstrem dalam sejarah.
Hasil simulasi RRI disajikan dalam bentuk peta perambatan banjir, seperti yang ada pada gambar dibawah ini:
Peta-peta di atas memberikan representasi visual mengenai luas genangan banjir maksimum, dengan rata-rata hasil model GCM ditunjukan pada gambar 6b hingga 6e. Untuk mendapatkan lebih banyak wawasan, luas genangan juga dihitung dan disajikan pada gambar dibawah ini:Â
4. Proyeksi Indeks Bahaya Banjir dan skornya
Dalam penelitian ini, pendekatan pemetaan Indeks Bahaya Banjir (FHI) bergantung pada kedalaman genangan maksimum di wilayah kecamatan. Metode ini melibatkan overlay peta perambatan banjir ke dalam peta administratif kecamatan, seperti digambarkan pada peta bawah ini:
Analisis Indeks Bahaya Banjir (FHI) untuk wilayah kecamatan menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi wilayah dengan bahaya tinggi dari waktu ke waktu, terutama pada skenario yang lebih parah. Dalam waktu dekat, persentase rata-rata kecamatan yang terkena dampak banjir dengan tingkat bahaya tinggi adalah 14,18% untuk SSP2.45, dan persentase ini meningkat menjadi 21,86% di masa depan untuk skenario yang sama. Demikian pula, dalam skenario SSP5.85, persentase rata-rata kecamatan yang terkena dampak banjir dengan tingkat bahaya tinggi adalah 24,28% dalam waktu dekat dan meningkat menjadi 31,6% dalam waktu dekat. Terbukti, provinsi dengan skor bahaya tertinggi adalah DKI Jakarta (0,61--0,77) dan Jawa Tengah (0,62--0,76), terutama disebabkan oleh curah hujan yang terkonsentrasi dan pertumbuhan perkotaan.