Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Paradoks Perintah Presiden dengan Regulasi Kehutanan/Konservasi

27 Oktober 2020   19:26 Diperbarui: 27 Oktober 2020   19:33 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PARADOKS ANTARA PERINTAH PRESIDEN 

DENGAN REGULASI KEHUTANAN/KONSERVASI

 Paradoks dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Presiden Joko Widodo ,- dalam keadaan normal apalagi darurat- seringkali memerintahkan anak buahnya (menteri dan kepala lembaga terkait) yang bersifat paradoks. 

Maksud dan tujuannya adalah baik yaitu melindungi dan mensejahterakan masyarakat dan bangsa Indonesia, namun kalau dilihat, dibaca dan dikaji secara sepintas seolah-olah bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

Karakter dan cara berkomunikasi presiden kepada rakyatnya yang semacam ini, seharusnya diterjemahkan kembali oleh pembantunya sampai pada tingkat eselon II dengan bahasa yang lebih mudah dipahami untuk menghilangkan kesan yang bersifat paradoks tersebut.

Dalam bidang kehutanan dan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya setidaknya saya mencatat adanya 2 (dua) perintah presiden yang bersifat paradoks :

 Pertama, bencana banjir bandang yang melanda Distrik Sentani dan kawasan sekitarnya akibat kerusakan Cagar Alam Cycloops, pada 16 Maret 2019 tahun lalu. Data dari BNPB menyebutkan 112 orang meninggal dan 2.287 rumah rusak berat serta kerugian ditaksir mencapai sekitar Rp. 506 miliar.

Pegunungan Cycloop yang dtetapkan pemerintah sebagai cagar alam pada tahun 1978, dengan luas 22.500 hektare mencakup dua wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Di Kabupaten Jayapura seluas 15.000 ha. Kerusakan di sekitar pegunungan Cagar Alam Cyclop, Sentani, Kabupaten Jayapura, hingga ke Kota Jayapura makin masif setiap tahun. 

Lahan kritis di sekitar kawasan itu terus bertambah. Data terakhir tahun 2018, lahan kritis dan rusak yang terdapat dalam cagar alam ini mencapai kurang lebih 1000 ha atau sekitar 7,7 persen dari luas total kawasan. 

CA Cycloop nampaknya mempunyai fungsi ganda, disamping mempertahankan  menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya, pegunungan Cycloop mempunyai fungsi hydroologis menjaga ketersediaan air bagi masyarakat kota Jayapura dan sekitarnya.

Sebagai kawasan konservasi yang masuk dalam high protected priority nampaknya perlindungan, penjagaan, pengamanan cagar alam tidak dilakukan sebagaimana mestinya. 

Praktek perambahan kawasan cagar alam harus segera dihentikan secepatnya apapun alasannya. Oleh karena itu, kawasan cagar alam wajib dijaga dan dipertahankan tutupan hutannya. 

Tidak boleh ada aktivitas manusia berkebun atau berladang disitu. Jika melanggar, penegakan hukum konsekuensinya. Kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas bagi pemangku kepentingan khususnya pemegang otoritas CA Cycloop yaitu Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) provinsi Papua. 

Daerah penyangga menjadi amat mendesak untuk ditetapkan apabila dimungkinkan. Dengan daerah penyangga, pemerintah (BBKSDA) dan pemerintah daerah kabupaten Jayapura dapat melakukan pembinaan fungsi dengan kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya; dan peningkatan produktivitas lahan. 

Dalam harian Kompas belum lama ini dimuat adanya berita Jayapura terancam kelangkaan air bersih akibat turun drastisnya debit air dari sumber mata air di CA Cycloop. Kerusakan kawasan hutan CA Cycloop yang menimbulkan banjir bandang dan menelan korban jiwa tahun 2019 lalu nampak memberikan dampak negatif susulan yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Dalam kunjungan kerja di provinsi Papua 1 April 2019, presiden Joko Widodo memerintahkan program pemulihan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, Danau Sentani, dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sentani bersama 17 instansi terkait. "Jangka panjang yang namanya Cycloops juga harus direhabilitasi. Harus dihijaukan kembali, harus ditanam kembali sehingga bencana bencana yang kemarin datang itu tidak terjadi lagi.

Sebagai tindak lanjut dari perintah presiden tersebut dilakukan rapat koordinasi antar instansi terkait yang salah satunya dihadiri oleh unsur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Saparis S. selaku Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS yang hadir mewakili unsur KLHK , menyatakan pihaknya tahun ini (2019) menyiapkan anggaran Rp. 52 miliar untuk program rehabilitasi Cagar Alam Cycloop dan pemulihan Danau Sentani (Kompas, 24/4/2019).

Sebagai pensiunan KLHK, saya kaget membaca berita ini. Saya protes dalam surat pembaca harian Kompas (31 Mei 2019). Betapa tidak, dari masih aktif bekerja di KLHK sampai purna tugas akhir tahun 2016, pemahaman saya : kawasan cagar alam dan zona inti taman nasional itu didalamnya dilarang keras dilakukan kegiatan apapun termasuk rehabilitasi. 

Undang undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 41 ayat (2) menyebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dapat dilakukan disemua, kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Penjelasan ayat ini mempertegas bahwa pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. 

Ini dimaksud untuk untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Jangankan direhabilitasi, direstorasipun tidak diperbolehkan apabila dilakukan didalam kawasan cagar alam. 

Karena restorasi masih mengandung unsur penanaman, pemeliharaan dan pengkayaan jenis tumbuhan. Restorasi baru dapat dilakukan pada kawasan daerah penyangga cagar alam. Inilah yang saya maksud dengan paradoks.

Kegiatan rehabilitasi cagar alam Cycloop ini baru dapat dilakukan apabila status fungsi kawasan cagar alam ini diubah fungsinya menjadi kawasan lain sebagaimana diatur  dalam Peraturan Pemerintah no. 104/2015 . Perubahan fungsi kawasan inipun butuh waktu dan thap cukup lama karena butuh persetujuan banyak pihak, termasuk DPR.

 Kedua, kasus satwa komodo yang sedang menghadang sebuah truk yang sedang mengangkut material proyek  untuk pembangunan Jurassic Park di pulau Rinca Taman Nasional (TN) Komodo, yang lagi viral di media sosial dan media TV nasional. 

Dalam tayang Metro TV belum lama ini, presiden Joko Widodo memerintahkan kementerian PUPR untuk membangun infrastruktur di TN Komodo dalam rangka mendukung destinasi wisata premium kelas dunia bagi TN Komodo dan sekitarnya.

TN Komodo yang terletak di Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT. Perjalanan dari Labuan Bajo ( ibu kota Kabupaten Manggarai) ke Pulau Komodo dengan speed boat kurang lebih 45 menit. 

Taman Nasional Komodo terdiri atas tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar serta beberapa pulau kecil. Pulau Komodo dan Pulau Rinca ditetapkan pemerintah sebagai taman nasional pada tahun 1980 untuk melindungi komodo (Varanus komodosiensis) spesies purba dan langka yang hampir punah dan habitatnya yang hanya bisa dijumpai di Provinsi NTT. Tahun 1991 TN Komodo diterima sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.

Keindahan alam Taman Nasional Komodo tidak terbantahkan khususnya kepada penikmat wisata alam. Laut biru dengan terumbu karangnya yang indah bisa dinikmati dengan diving dan snorkeling. 

Selanjutnya trekking di hamparan datar dan berbukit Pulau Rinca sambil melihat komodo yang berkeliaran secara bebas, dipandu oleh ranger untuk menghindari serangan komodo secara mendadak kepada pengunjung.

Sebagai sebuah taman nasional, TN Komodo diikat oleh 2 (dua) regulasi yaitu UU no. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan PP no. 28/2011 tentang kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA), dimana dalam kawasan TN dibagi bagi dalam zona inti, zona penyangga, zona rimba dan zona lainnya. Zona inti, aturannya steril dari bangunan/pemukiman dan aktifitas manusia (high protected priority). 

Karena yang akan dilindungi dan dijaga adalah fauna langka (satwa komodo) maka asumsi saya, P. Komodo, P. Rinca, P. Padar yang merupakan habitat asli satwa komodo masuk dalam zona inti. Kalau dugaan ini benar, maka pembangunan Jurassic Park  sesungguhnya tidak diperkenankan oleh peraturan perundangan karena akan merubah landkap (bentang alam) P. Rinca. 

Seharusnya pihak Balai TN Komodo dan Ditjen KSDAE KLHK menjelaskan dari awal tentang hal ini. Tindakan Balai TN Komodo menghentikan sementara kegiatan pembangunan Jurassic Park sudah tepat dan selanjutnya kalau ingin mematuhi regulasi yang ada, kegiatan ini harus dihentikan secara permanen.

Benar kata orang awam, peraturan yang dibuat sendiri biasanya bukan untuk dipatuhi, malah cenderung untuk dilanggar sendiri. Paradoks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun