Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Paradoks Perintah Presiden dengan Regulasi Kehutanan/Konservasi

27 Oktober 2020   19:26 Diperbarui: 27 Oktober 2020   19:33 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktek perambahan kawasan cagar alam harus segera dihentikan secepatnya apapun alasannya. Oleh karena itu, kawasan cagar alam wajib dijaga dan dipertahankan tutupan hutannya. 

Tidak boleh ada aktivitas manusia berkebun atau berladang disitu. Jika melanggar, penegakan hukum konsekuensinya. Kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas bagi pemangku kepentingan khususnya pemegang otoritas CA Cycloop yaitu Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) provinsi Papua. 

Daerah penyangga menjadi amat mendesak untuk ditetapkan apabila dimungkinkan. Dengan daerah penyangga, pemerintah (BBKSDA) dan pemerintah daerah kabupaten Jayapura dapat melakukan pembinaan fungsi dengan kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya; dan peningkatan produktivitas lahan. 

Dalam harian Kompas belum lama ini dimuat adanya berita Jayapura terancam kelangkaan air bersih akibat turun drastisnya debit air dari sumber mata air di CA Cycloop. Kerusakan kawasan hutan CA Cycloop yang menimbulkan banjir bandang dan menelan korban jiwa tahun 2019 lalu nampak memberikan dampak negatif susulan yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Dalam kunjungan kerja di provinsi Papua 1 April 2019, presiden Joko Widodo memerintahkan program pemulihan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, Danau Sentani, dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sentani bersama 17 instansi terkait. "Jangka panjang yang namanya Cycloops juga harus direhabilitasi. Harus dihijaukan kembali, harus ditanam kembali sehingga bencana bencana yang kemarin datang itu tidak terjadi lagi.

Sebagai tindak lanjut dari perintah presiden tersebut dilakukan rapat koordinasi antar instansi terkait yang salah satunya dihadiri oleh unsur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Saparis S. selaku Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS yang hadir mewakili unsur KLHK , menyatakan pihaknya tahun ini (2019) menyiapkan anggaran Rp. 52 miliar untuk program rehabilitasi Cagar Alam Cycloop dan pemulihan Danau Sentani (Kompas, 24/4/2019).

Sebagai pensiunan KLHK, saya kaget membaca berita ini. Saya protes dalam surat pembaca harian Kompas (31 Mei 2019). Betapa tidak, dari masih aktif bekerja di KLHK sampai purna tugas akhir tahun 2016, pemahaman saya : kawasan cagar alam dan zona inti taman nasional itu didalamnya dilarang keras dilakukan kegiatan apapun termasuk rehabilitasi. 

Undang undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 41 ayat (2) menyebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dapat dilakukan disemua, kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Penjelasan ayat ini mempertegas bahwa pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. 

Ini dimaksud untuk untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Jangankan direhabilitasi, direstorasipun tidak diperbolehkan apabila dilakukan didalam kawasan cagar alam. 

Karena restorasi masih mengandung unsur penanaman, pemeliharaan dan pengkayaan jenis tumbuhan. Restorasi baru dapat dilakukan pada kawasan daerah penyangga cagar alam. Inilah yang saya maksud dengan paradoks.

Kegiatan rehabilitasi cagar alam Cycloop ini baru dapat dilakukan apabila status fungsi kawasan cagar alam ini diubah fungsinya menjadi kawasan lain sebagaimana diatur  dalam Peraturan Pemerintah no. 104/2015 . Perubahan fungsi kawasan inipun butuh waktu dan thap cukup lama karena butuh persetujuan banyak pihak, termasuk DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun