Mohon tunggu...
Ricky Pramaswara
Ricky Pramaswara Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Aktivis

Sebaik-baiknya perlawanan adalah menahan diri melawan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mengosongkan Sombong melalui Puisi Sujud Karya Gus Mus

26 Februari 2024   11:41 Diperbarui: 26 Februari 2024   13:27 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sebagai mahluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki kelebihan berupa akal dan nafsu. Mereka 
memanfaatkan akal pikirannya untuk melawan dunia yang ditinggali. Namun terkadang mereka terlalu menguras habis segala isi dunia karena nafsu yang tak tertahankan. Begitulah manusia, maka untuk membatasinya diperlukan konsep agama yang mengatur segala perilaku mereka di dunia.

Dalam konsep agama Islam, menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, direpresentasikan dengan menaati segala aturanNya dan menjauhi segala laranganNya. Salah satu wujud menaati aturannya yaitu mengingat Allah dengan cara Salat.

Hal yang paling simbolik dalam salatnya umat muslim yaitu saat sujud sebagai wujud praktik penyembahan Allah Swt. Sujud berarti menadahkan kepala lebih rendah dibanding dengan bokong.

Sebuah representasi bahwa keangkuhan yang biasanya dimiliki oleh kepala bisa begitu rendahnya dari bokong yang merupakan bagian pembuangan segala kotoran dalam tubuh.

Namun, dewasa kini, tumbuh pertanyaan yang begitu mendasar bagi muslim; sudah benarkah salat kita? Barangkali pertanyaan itulah yang membuat Gus Mus --KH. Ahmad Mustofa Bisri, menulis puisi 'Sujud'. Mengajak kita berpikir kembali mengenai salat dan khususnya sujud kita selama ini.

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah

sedang wajahmu yang bersih sumringah

keningmu yang mulia

dan indah begitu pongah

minta sajadah

agar tak menyentuh tanah.

Pada bait pertama puisi Sujud, penulis mengajak kita menggunakan kelebihan yang Tuhan berikan berupa akal pikiran. Penulis mengajak kita berpikir sekaligus merenungi keinginan kita untuk bersujud pasrah.

Pasrah adalah sebuah sikap menerima apa adanya. Tidak meminta hal lebih selain apa yang telah tersaji di depan kita. Ketika Tuhan menyajikan bumi yang terhampar sebagai tempat kita bersujud, mengapa kita masih meminta hal lain agar kepala yang begitu kita banggakan tidak terkotori oleh tanah bumi? Tanah yang di mana tempat kita akan kembali kelak?

Ataukah kita hanya melihat tanah sebagai sesuatu yang rendah yang tak pantas untuk tubuh kita tapaki selain kaki? Begitulah nafsu akan menguasai akal pikiran. Nafsu yang berbuah menjadi sifat sombong yang bisa menyesatkan manusia. Seperti yang penulis gambarkan pada bait selanjutnya.

Apakah kau melihatnya

seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu

dengan congkak,

tanah hanya patut diinjak,

tempat kencing dan berak

membuang ludah dan dahak

atau paling jauh hanya jadi lahan

pemanjaan nafsu

serakah dan tamak.


Salah satu dosa yang mengawali segala dosa mahluk ciptaan Tuhan adalah sifat dengki yang bermula dari rasa sombong, perasaan membanggakan diri sendiri dan menganggap yang lain lebih rendah. Sifat itulah yang dimiliki Iblis yang kemudian membawanya dalam kebinasaan kelak. Penulis menggambarkan watak congkak, watak sombong mahluk yang merasa pencipatannya lebih baik dari mahluk yang tercipta dari tanah.

Sifat yang secara tidak langsung manusia miliki saat ini. Merasa bahwa tanah adalah tempat untuk memanjakan nafsu belaka. Tanah yang seharusnya dapat memakmurkan seluruh mahluk, kini menjadi tempat untuk dikuasai satu sama lainnya. Menimbulkan keserakahan untuk menguasai lebih luas, menimbulkan ketamakan yang berujung pada penindasan satu sama lainnya. Sehingga kita lupa pada hakikat awal untuk apa tanah ini diciptakan. Beginilah penulis mencoba mengingatkan kita.

Apakah kau lupa

bahwa tanah adalah bapak

dari mana ibumu dilahirkan,

tanah adalah ibu yang menyusuimu

dan memberi makan

tanah adalah kawan yang memelukmu

dalam kesendirian

dalam perjalanan panjang

menuju keabadian.

Selain itu, penulis pun mengajak kita untuk dapat memaknai kepasrahan dalam beribadah.

Hal yang mungkin sulit untuk diterapkan oleh kebanyakan orang hari ini. Seperti dalam kutipan berikut.

Singkirkan saja

sajadah mahalmu

ratakan keningmu,

ratakan heningmu,

tanahkan wajahmu,

pasrahkan jiwamu,

biarlah rahmat agung

Allah membelai

dan terbanglah kekasih.

Puisi mengajarkan kita untuk merenungkan sesuatu. Selain memberi kita hiburan berupa permainan kata yang indah dalam pengungkapannya, puisi pun dapat mengajarkan banyak hal kepada kita. Melalui puisi ini, kesombongan bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan. Kesombongan adalah awal menuju kehancuran seperti yang dialami iblis. Bila kita masih memelihara sifat sombong, lantas apa bedanya kita dengan iblis? Masih maukah kita untuk bersujud?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun