Pada bait pertama puisi Sujud, penulis mengajak kita menggunakan kelebihan yang Tuhan berikan berupa akal pikiran. Penulis mengajak kita berpikir sekaligus merenungi keinginan kita untuk bersujud pasrah.
Pasrah adalah sebuah sikap menerima apa adanya. Tidak meminta hal lebih selain apa yang telah tersaji di depan kita. Ketika Tuhan menyajikan bumi yang terhampar sebagai tempat kita bersujud, mengapa kita masih meminta hal lain agar kepala yang begitu kita banggakan tidak terkotori oleh tanah bumi? Tanah yang di mana tempat kita akan kembali kelak?
Ataukah kita hanya melihat tanah sebagai sesuatu yang rendah yang tak pantas untuk tubuh kita tapaki selain kaki? Begitulah nafsu akan menguasai akal pikiran. Nafsu yang berbuah menjadi sifat sombong yang bisa menyesatkan manusia. Seperti yang penulis gambarkan pada bait selanjutnya.
Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu