“Bu uyu, oyet…..”Rengek Fifi seorang murid TK kecil.
“Ya Nak ??? Mau apa?” Tanya guru.
“Oyettt… Oyettt….!!!" Fifi mulai kesal dan melengking suaranya. Sementara ibu guru masih tidak paham apa maksud Fifi. Dan srrr……. Lantai kelas basah.
Rupanya Fifi mau bilang bahwa dia butuh ke toilet untuk buang air kecil. Namanya anak, saat meminta sudah dalam posisi kebelet. Karena ibu guru tidak juga paham, bobol pertahanannya.
Dialog yang tidak “nyambung” itu diakhiri dengan tangisan Fifi yang jengkel dan malu karena pipis di celana.
Fifi, kelas TK kecil, usia lima tahun. Pengucapan kata masih sulit dipahami oleh sekitar. Boleh dibilang hanya mama dan pengasuhnya saja yang paham dengan bahasanya.
Apakah Fifi mengalami keterlambatan bicara?
Sebelum buru-buru melabel seorang anak sebagai terlambat bicara/speech delay, baiknya kita samakan dulu pemahaman terkait hal ini.
Apakah terlambat bicara/speech delay?
Elizabeth B. Hurlock, seorang pakar psikologi perkembangan mengatakan bahwa seorang anak dikatakan mengalami speech delay jika perkembangan bicaranya terlambat dibanding dengan anak sebayanya.
Maksud terlambat di sini adalah dalam hal kejelasan dan ketepatan penggunaan kata maupun kosa kata yang dimiliki.
Jadi kalau temannya sudah bisa bercerita panjang lebar dengan kalimat yang mudah dipahami ibu guru, sedangkan Fifi untuk meminta izin ke toilet pun belum dapat mengucapkan dengan jelas, orang tua harus mencermati lebih jauh perkembangan bicara Fifi.
Bagaimana seharusnya perkembangan bicara anak berdasarkan usia?
Guru besar FKUI, Prof. Dr. Dr. Hardiono, Sp.A(K), yang juga merupakan pakar neurologi anak menjelaskan tahap perkembangan bicara anak sebagai berikut:
- Usia dua bulan anak sudah sadar ada suara, memberi respon seperti terkejut ketika pintu ditutup dengan keras
- Usia empat bulan sudah mengeluarkan suara berulang-ulang
- Usia enam bulan berceloteh/babbling seperti mengucapkan ba-ba, da-da. Saat dipanggil namanya anak juga merespon dan menoleh ke arah suara
- Usia sembilan bulan, paham makna kata iya dan tidak
- Usia dua belas – enam belas bulan anak sudah mampu mengucapkan satu kata yang umum dia dengar seperti mama, papa, susu, mamam. Anak juga pandai melambaikan tangan dan menunjuk
- Usia delapan belas bulan anak paham perintah sederhana
- Usia dua tahun memiliki lima puluh kosa kata dan menggabungkan dua kata saat bicara. Seperti mama makan, mau susu.
- Usia tiga – lima tahun memiliki dua ratus-tiga ratus kosa kata dan menggabungkan tiga kata saat bicara. Seperti Adek mau susu. Anak pun mulai banyak bertanya sejak usia tiga tahun
- Usia empat tahun sudah mampu mengucapkan kalimat lebih panjang. Walau strukturnya mungkin masih berantakan
- Usia lima tahun bisa berbincang-bincang dan bercerita tentang pengalamannya dengan pengucapan yang dapat dipahami pendengar
Nah, jika anak mengalami perkembangan bicara di bawah anak seusianya, orang tua perlu mewaspadai. Apa lagi jika perbedaannya jauh terpaut.
Seperti cerita Fifi di atas, usia lima tahun tetapi untuk mengucapkan Fifi mau ke toilet pun masih kesulitan, sedangkan temannya yang berusia lima tahun sudah pandai bercerita.
Apa saja penyebab anak terlambat bicara?
1. Kurangnya stimulasi
Anak dibiarkan beraktivitas sendiri tanpa diajak bicara. Orang yang berada di sekitarnya pun tidak mengajaknya bicara.
Membiarkan anak berinteraksi dengan gadget sepanjang hari disinyalir sebagai salah satu sebab anak terlambat bicara. Karena anak hanya mendengar tanpa ikut bicara.
2. Biasa mengungkapkan keinginan dengan menunjuk
Kebiasaan orang tua yang cepat tanggap melayani anak tanpa dia mengucapkan apa yang dibutuhkan juga menjadi salah satu penyebab.
Anak satu tahun seharusnya sudah bisa mengucapkan satu kata, seperti susu, minum. Jadi jangan langsung mengambilkan minuman ketika anak hanya berbunyi "eee..", sambil menunjuk gelas minumnya.
Hal ini akan membuat anak malas memaksa dirinya berlatih bicara, toh semua kebutuhannya dapat terpenuhi hanya dengan menunjuk.
3. Pembiasaan cara bicara yang salah
Anak kecil yang berbicara dengan bahasa bayi yang cadel memang terdengar lucu dan menggemaskan. Namun tidak boleh dibiarkan, orang tua harus mengoreksi agar anak tahu cara mengucapkan yang benar.
Contoh “Ma… mo oyet”. Maka mama perlu mengulangi dan menunjukkan cara yang benar dengan, “Mo oyet ? Maksudnya Adek mau ke toilet? Coba bilang ma-u ke toi – let."
Jika anak kesulitan tidak masalah, jangan dipaksa, tapi terus dilatih dan ditunjukkan cara mengucapkan yang seharusnya.
4. Gangguan pendengaran
Anak yang mempunyai masalah dengan pendengaran, otomatis kesulitan bicara. Karena mereka tidak mempunyai rekaman kata-kata dari pendengaran, selain itu area otak yang mengatur fungsi komunikasi juga tidak berkembang dengan baik ketika pendengarannya bermasalah.
Maka jika bayi berusia dua bulan tidak merespon terhadap suara keras di sekitarnya, baiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
5. Masalah pada alat ucap
Pelafalan, bunyi, dan kata yang diucapkan dipengaruhi alat ucap. Seperti bibir yang mempengaruhi bunyi bilabial, gigi, rahang tempat melekatnya gigi, meningkatkan volume dan kedalaman suara.
Selain itu ada pula lidah yang bekerja sama dengan bibir dan gigi dalam menghasilkan bunyi.
Jika pada alat ucap ada masalah, dapat berakibat pada bunyi dan kejelasan suara yang dihasilkan.
Jika ada masalah pada alat ucap, tentunya bantuan ahli diperlukan. Penanganan sejak awal dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah yang timbul.
Bagaimana mencegah dan mengatasi masalah terlambat bicara?
Gangguan pendengaran dan gangguan alat ucap tentunya butuh bantuan tenaga ahli, namun untuk mencegah dan mengatasi speech delay karena kurangnya stimulasi dan pembiasaan cara bicara yang salah, orang tua dapat berperan maksimal. Bagaimana caranya?
1. Bijaksana dalam memanfaatkan gadget
Gadget tidak selalu buruk, banyak hal yang bisa dipelajari anak dari gadget selain berfungsi menghibur. Namun membiarkan anak hanya sebagai penonton dan jadi pendengar pasif sepanjang hari tentunya akan menutup kesempatan anak mengembangkan kemampuannya.
Saat anak menonton, misal lagu anak-anak, ajak anak mengikuti kata dan gerak penyanyinya. Ini akan melatih anak mengembangkan kemampuan bicara dan juga melatih motoriknya.
2. Ucapkan apa yang sedang dilakukan ketika bersama anak dengan bahasa yang benar
Misal, “Mama kupas pisang untuk adek ya”. Lalu tunjukkan kepadanya pisang sambil mengulang: pisang.
Biasakan mengajak anak bicara sejak dia bayi. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa baik untuk mengajak bicara bahkan sejak masih di dalam kandungan.
Begitu pula ketika orang di sekitarnya sedang melakukan sesuatu dan anak mengamati. Jelaskan padanya apa yang sedang dilakukan orang tersebut.
Misal, “Kakak sedang main bola. Bola. Adek mau ikut main?”
Izinkan anak memegang bola sebentar sambil diucapkan lagi “bola”.
3. Ucapkan pula apa yang sedang dilakukan anak
Misal ketika anak mendorong mobil mainan. Katakan, “Adek sedang mendorong mobil”.
Jika anak sudah berusia 18 bulan ke atas, minta anak mengulangi yang kita ucapkan, “mendorong mobil”.
Lanjutkan dengan pertanyaan, “Mau ke mana?”, “Mau ke mal”, dan seterusnya.
Intinya orang tua, pengasuh dan orang yang berada di sekitar anak harus rajin bicara dan mengajaknya bicara. Ini adalah stimulus terbaik bagi anak.
4. Latih anak mengatakan apa yang dia inginkan (terlebih jika sudah berusia satu tahun ke atas)
Jangan memberi respon kalau hanya sebatas menunjuk saja. Walau ucapannya belum sempurna, meminta anak berbicara membuat anak tahu bahwa hanya dengan berusaha mengatakan apa yang diinginkan. Setelah adanya usaha bicara dari anak, baru orang tua bereaksi.
5. Apresiasi lengkap dengan ekspresi setiap usaha anak berbicara
Misal ketika anak menunjuk-nunjuk boneka. Katakan “Adek mau boneka.., coba bilang “Mau boneka”.
Mungkin kemampuannya mengulang baru sebatas “ Au neka”.
Kita apresiasi dengan senyuman dan pelukan, saat berikan boneka kepadanya ulangi “Mau boneka”.
Anak akan jadi paham bahwa begitulah cara pengucapan yang tepat.
Jangan orang tua ikutan cadel dan bilang, “Ni neka adekkk", anak akan mengira “neka” adalah kata yang seharusnya.
6. Bacakan cerita setiap malam
Bercerita bukan hanya melatih kemampuan imajinasi anak, namun juga sangat bermanfaat meningkatkan kemampuan verbalnya. Banyak kosa kata yang akan dia dapatkan lewat cerita yang dibacakan.
Selingi dengan pertanyaan, sehingga anak meningkat kemampuan berkomunikasinya. Lakukan ini sedini mungkin.
Seorang peneliti dari New York University, School of Medicine bahkan melakukan penelitian yang membuktikan bahwa bayi yang dibacakan cerita sejak usia enam bulan memiliki kosa kata yang jauh lebih banyak dibandingkan bayi yang tidak dibacakan cerita oleh orang tuanya.
Jangan sepelekan pentingnya perkembangan bicara pada anak. Kemampuan bicara besar pengaruhnya pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada kemampuannya bersosialisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H