Perang Dunia I terjadi, banyak negara mulai meninggalkan emas dan mulai menggunakan uang kertas sebagai alat transaksi perdagangan alat militer. Berbeda dengan kebanyakan negara maju, Inggris tetap mempertahankan egonya dengan tetap menggunakan emas sebagai standar. Akan tetapi, hal itu justru menjerumuskan Inggris untuk meminjam uang pertama kalinya setelah tiga tahun Perang Dunia I.Â
Dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi, Amerika Serikat menjadi tujuan kredit negara maju lainnya. Sehingga Amerika Serikat sukses menjadi debitur obligasi yang berdemonisasi dollar. Inggris meninggalkan emas pada tahun 1931, mengakibatkan banyak pedagang dunia yang menggunakan pound sterling kerepotan. Sejak saat inilah, dollar berhasil menguasai pasar dunia sebagai standar patokan nilai tukar. Negara-negara di seluruh dunia mengganti simpanan cadangan mereka dari emas ke dollar AS.Â
Saat ini, dollar Amerika Serikat berhasil menjadi mata uang paling populer. Hal ini dibuktikan dengan data dari Dana Moneter Internasional (IMF). 59% dana cadangan banyak negara dalah bentuk dollar Amerika Serikat, pun dengan pertumbuhan hutang internasional dengan nilai dollar Amerika yang tumbuh setiap tahunnya.Â
Berdasarkan laporan dari berbagai kelompok perdagangan yang berhasil dikutip oleh Reuters, pada pertengahan 2023 utang global dalam bentuk dollar Amerika Serikat menembus angka US$ 10 Triliun. Meskipun begitu, dollar AS hanya mampu berada dalam posisi ke-10 mata uang terkuat di dunia. Predikat mata uang terkuat masih dipegang oleh dinar Kuwait.Â
Dedolarisasi yang direncanakan oleh BRICS akan dieksekusi melalui pembuatan mata uang baru. Rencana ini didasari atas banyaknya seruan untuk beralih dari dominasi dollar Amerika Serikat. Ditambah dengan memburuknya situasi geopolitik global antara Barat, Tiongkok dan Rusia, menambah alasan dikuakkannya seruan tersebut.Â
Pada Agustus 2023, negara-negara BRICS membuat langkah pertama untuk mewujudkan rencana dedolarisasi. Yakni dengan membeli banyak emas untuk mendukung mata uang baru mereka.Â
Namun, keraguan diungkapkan oleh berbagai pakar ekonom, salah satunya Danny Bradlow. Bradlow merupakan seorang profesor di Universitas Pretoria, Bradlow meragukan banyak negara yang ingin kembali ke standar emas. Atau jika BRICS memilih untuk menggunakan standar kripto sebagai opsi, justru itu akan jauh lebih beresiko dari emas.Â
Desas-desus mengenai rencana pelengseran dollar telah berkembang di seluruh penjuru dunia. Perhatian dunia seolah menanyi bagaiamana BRICS akan berhasil melengserkan dollar Amerika Serikat. Akan tetapi, Anil Sooklal, duta besar BRICS untuk Afrika Selatan mengkalrifikasi kebenaran dari rencana tersebut. Sooklal meluruskan tujuan dirancangnya mata uang BRICS bukan untuk melengserkan dollar.Â
Melainkan untuk memberikan pilihan baru kepada dunia. BRICS bukanlah kelompok ekonomi yang anti Barat dan tidak ada kompetisi saat ini. Namun BRICS juga menentang keberlanjutan dominasi dollar dalam keuangan dunia.Â
Saat ini pula, BRICS tidak hanya sedang merealisasikan mata uang baru. BRICS juga tengah melakukan pendekatan ke beberapa negara, salah satunya adalah Indonesia.Â
Pada tahun 2023, BRICS telah berhasil mengumpulkan enam anggota baru yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Argentina, dan Etiopia. Hingga saat ini mata uang BRICS masih menjadi sebuah rencana yang sangat optimis dapat diwujudkan dan menjadi pilihan baru dunia selain dollar Amerika Serikat.